Stabilkan Harga Beras, Jatim Siapkan Operasi Pasar

Foto: ilustrasi

Foto: ilustrasi

Pemprov, Bhirawa
Pemprov Jatim menyiapkan operasi pasar untuk mengantisipasi kenaikan harga beras dalam beberapa hari terakhir. Gubernur Jatim Dr H Soekarwo memastikan untuk stok beras di Jatim surplus. Namun, kenaikan harga ini karena pengaruh dari daerah lain.
“Sudah kita siapkan untuk melakukan operasi pasar. Khususnya untuk beras medium yang harus dijaga agar harga stabil. Operasi pasar ini dilakukan di sejumlah pasar tradisional,” kata Soekarwo usai rapat koordinasi Operasi Pasar dengan Bulog Jatim, Disperindag Jatim di Gedun Negara Grahadi, Selasa (24/2).
Pria yang karib dipanggil Pakde Karwo ini memastikan untuk stok beras di Jatim aman. Hasil panen di Jatim mencapai 12,8 Juta ton per tahun. Sementara konsumsi beras masyarakat Jatim 8,2 Juta ton, sehingga masih ada surplus sekitar 4,6 juta ton.  “Kita lebih 4,6 Juta ton atau setara bisa dikonsumsi sekitar 50 juta penduduk,” tambah Pakde Karwo.
Dia menegaskan untuk daerah Jatim masih stabil, namun tampaknya  daerah-daerah yang lain yang  mengalami gagal panen (puso) karena musim hujan harga beras mulai naik. “Kalau di luar provinsi Jatim, seperti Jateng, Jabar terjadi gagal panen. Kalau kita lihat, sebenarnya harga naiknya beras ini dari Jakarta dan luar Jawa. Dan saat ini, Jawa Timur kena dampaknya, kena imbasnya,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, harga beras mulai naik dalam beberapa pekan terakhir. Di pasar-pasar, beras kualitas menengah yang awalnya Rp 9.000 per kilogram kini rata-rata sudah naik 30 persen menjadi Rp 12.000 per kilogram. Untuk kualitas premium, harganya sudah mencapai Rp 15.000 per kilogram dari sebelumnya Rp11.000 per kilogram.
Kalangan DPRD Jatim juga meminta Pemprov Jatim memperhatikan dengan serius kenaikan harga beras dalam beberapa hari terakhir. Bahkan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (F-PPP) mendesak Pemprov Jatim supaya melakukan langkah-langkah strategis guna menstabilkan harga beras di Jatim misalnya dengan menggelar operasi pasar.
“Gubernur bersama dinas terkait harus segera melakukan operasi pasar, dan melakukan pengawasan ketat supaya produk beras Jatim tak dimainkan oleh para mafia sehingga Jatim mengalami kelangkaan,” ujar HM. Musyaffa’ Noer selaku Ketua F-PPP DPRD Jatim, Selasa (24/2).
Menurut Musyaffa’ Jatim adalah lumbung beras nasional, sehingga tidak sepatutnya jika beras di Jatim lebih mahal dibanding provinsi lain di Indonesia. “Meskipun banyak daerah di Jatim mengalami banjir,  tapi hal itu tak mempengaruhi produktivitas beras di Jatim,” ungkap mantan Cawabup Gresik ini.
Kepala Dinas Pertanian (Distan) Jatim Wibowo Eko Putro menjelaskan bahwa pada aran II (Oktober 2014-Januari 2015) produksi Gabah Kering Giling (GKG) yang dihasilkan petani Jatim mencapai 12,307 juta ton GKG atau setara dengan 8 juta ton beras. Sedangkan pada MK I (Maret-Mei 2015) diprediksi ada sekitar 718 ribu hektare lahan yang akan menghasilkan 420 ribu ton GKG.
“Itu artinya target produksi 12,8 juta ton GKG pada 2015 yang dibebankan ke Jatim akan terpenuhi karena total produksi Jatim tahun ini diperkirakan mencapai 13,1juta ton GKB,” terangnya.
Diakui Eko, kebutuhan beras di Jatim mencapai 3,4 juta ton, sehingga Jatim mengalami surplus atau mampu menyumbang kebutuhan beras nasional hampir 4,5 juta ton.  “Jatim surplus beras 4,5 juta ton beras atau setara dengan konsumsi 50 juta masyarakat. Jadi untuk stok beras di Jatim masih banyak,” pungkasnya.

Pemerintah Lebih Antisipatif
Wakil Ketua Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional, Viva Yoga Mauladi menyatakan pemerintah harus lebih proaktif dalam mengendalikan harga beras di pasaran. Ia menilai lonjakan harga beras yang terjadi akhir-akhir ini merupakan cerminan kelambanan pemerintah mengantisipasi aksi para spekulan beras. “Pemerintah seharusnya lebih antisipatif dalam mengendalikan harga beras,” ujar Viva di Jakarta.
Kenaikan harga beras, katanya disebabkan oleh kekurangan pasokan beras kepada pedagang. Faktor pemicunya adalah kekeringan dan kemarau panjang pada tahun lalu, sehingga banyak petani gagal panen dan berujung pada persediaan beras di gudang para pedagang kian menipis.
Namun, Viva mempertanyakan langkah antisipasi pemerintah terhadap persoalan kemarau panjang dan gagal panen tersebut. Mengapa pemerintah tidak sejak jauh harus menginstruksikan Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk menggelar operasi pasar untuk meredam inflasi harga beras.  Padahal, Komisi IV mencatat pemerintah mempunyai persediaan yang cukup untuk enam bulan, cadangan beras nasional di gudang Bulog sebanyak 1,8 juta ton.  “Sudah mengetahui bahwa terjadi penurunan volume panen, sudah mengetahui bahwa penerima raskin itu akan menyerbu pasar-pasar, tapi kenapa tidak dilakukan penambahan kuota ke pasar-pasar? Dalam kondisi sekarang pemerintah harus segera perintahkan Bulog melepas beras,” kata Viva.
Wakil Presiden Jusuf Kalla juga menegaskan bahwa kenaikan harga beras yang terjadi dalam beberapa waktu belakangan ini dipicu oleh pasokan yang berkurang di pasar. Pemerintah mulai kemarin menggencarkan penyaluran cadangan beras nasional melalui Bulog.
Kalla menyatakan, bulan ini Bulog siap menggelontorkan cadangan berasnya hingga 400 ribu ton untuk stabilisasi harga pasar. Bahkan, apabila diperlukan, pemerintah bersedia melepas seluruh persediaan berasnya sebanyak 1,4 juta ton yang tersimpan di gudang Bulog untuk didistribusikan kepada masyarakat.  “Jangan khawatir soal beras,” ujar Kalla di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal Jakarta.
Ia melanjutkan, opsi impor untuk memenuhi cadangan nasional belum akan dilakukan. Sebab, persediaan beras pemerintah diperkirakan bulan depan kembali meningkat, seiring dengan beberapa daerah sentra produksi beras memasuki masa panen. [iib, cty, ira]

Tags: