Studi Perbandingan; Usaha Merawat Perbedaan

Oleh :
Moh Rofqil Bazikh
Mahasiswa Perbandingan Mazhab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Dalam perkembangan hukum Islam mutlak tidak akan pernah terlepas dari namanya perbedaan. Ia adalah sesuatu hal yang secara lapang dada diterima. Perbedaan pandangan dalam hukum Islam adalah hal yang wajar saja. Perbedaan tersebut juga sudah mengalami sejarah yang panjang. Hanya di zaman nabi sendiri, perbedaan tidak begitu kentara. Sedangkan sesudah nabi perbedaan-perbedaan itu makin mencolok, meski juga seringkali diabaikan. Dalam realitas mutakhir, kita lihat betapa banyak orang yang risih ketika melihat orang yang berbeda. Itu merupakan replika nyata, bahwa perbedaan di dalam hukum Islam khususnya masih seringkali tidak bisa diterima.

Jika mau menoleh sedikit lebih jauh ke belakang, kita akan menemukan empat mazhab yang sama kuat. Empat mazhab tersebut yang sudah diseleksi secara alamiah sekaligus ilmiah mampu bertahan sampai sekarang. Tentunya, mereka diikuti oleh banyak orang dari beragam bangsa dan negara. Sejatinya, dari ilustrasi tersebut yang bisa diambil adalah satu; hukum Islam akan terus melanggengkan dirinya dengan sebuah perbedaan temuan di dalamnya. Dalam menyikapi satu persoalan saja, empat imam mazhab juga berbeda. Dari situ, kita tidak lagi bisa menafikan bahwa perbedaan harus senantiasa dirawat. Tidak ada satu alasan yang bisa menghapus adanya entitas perbedaan dalam hukum Islam.

Karena saya sedang menempuh studi di program perbandingan-secara spesifik perbandingan mazhab, saya akan mencoba mengulas bagaimana kesan saya secara personal terhadap program yang saya jalani. Pertama, di program studi perbandingan kita tidak akan hanya belajar satu hal. Ada banyak hal yang dipelajari sama-sama kemudian dikomparasikan. Itulah sebabnya, saya bisa bersesumbar bahwa entitas bernama perbedaan akan semakin terawat di sana. Orang-orang yang berkecimpung di studi perbandingan-lebih-lebih sebagai dosen-akan menyadari kemajemukan itu. Dan kesan yang saya terima, di sana hendak merawat atau bahkan sudah dalam proses merawat macam-macam pandangan dalam hukum Islam. Ini menarik, sebab kita tidak akan disuguhi satu pandangan terkait hukum Islam. Kita akan melihat dari banyak sisi, sekaligus.

Dalam konteks Indonesia, saya melihat bahwa ada satu kecenderungan. Yakni, mayoritas muslim di Indonesia masih menggunakan atau berkiblat pada mazhab Syafi’i. Tak ayal jika mazhab-mazhab lain serasa tidak memiliki tempat. Lagi-lagi program studi perbandingan(mazhab) mencoba untuk mengatasi itu, secara tidak langsung. Sebagaimana saya jabarkan di muka, bahwa banyak hal yang dikaji dalam program studi perbandingan. Utamnya, hal-hal yang berkelindan erat dengan perspektif empat mazhab paling masyhur. Usaha merawat tersebut yang saya kira tidak bisa dipandang remeh oleh siapapun. Tidak semua orang paham akan urgensi dari perbedaan dan multiperspektif-dalam hukum Islam secara spesifik. Hanya orang yang konsisten di bidang itu yang mampu memahami.

Dalam pikiran saya, studi perbandingan akan menjemput suatu arah baru dalam hukum Islam. Di mana, gema terkait hukum Islam tidak hanya satu pihak. Secara kasar tidak hanya dimonopoli oleh para penganut mazhab Syafi’i. Seluruh pandangan, akan ditampung dan dihargai seluas-luas atas nama kedinamisan hukum Islam. Hal tersebut akan menggering kita keluar dari jurang ketakutan, takut untuk berbeda. Seyogianya, pandangan-pandangan yang berbeda harus meluncur deras dari mulut siapa saja tanpa harus ada beban apapun. Kebebasan dalam mengemukakan perspektif selama tidak keluar dari domain al-Qur’an dan sunnah adalah hal yang patut diapresiasi bersama.

Selanjutnya, kajian-kajian tentang hukum Islam dari arah yang berbeda(berseberangan sekalipun) akan nyaman dan tidak ketakutan. Studi yang menekankan pada prinsip komparatif, dengan mengolah banyak perspektif, bagi saya cenderung inklusif. Orang yang bergelut di bidang itu benar-benar paham bagaimana ragam pandangan ihwal satu persoalan. Anda bisa membantah bahwa hal tersebut akan menjadikan seseorang yang bergelut di sana tidak spesialis, melainkan generalis. Memang, di sini yang ditekankan adalah berkaitan dengan generalitas itu. Bukannya orang yang paham secara mendalam tentang banyak persoalan juga bisa dijadikan sebagai seorang spesialis? Akhirnya, studi yang mengadopsi banyak perspektif itulah yang membantu kita merawat banyak kacamata untuk memandang dunia.

———– *** ———–

Tags: