Suara Rakyat itu Suara Tuhan

nurudin7Oleh :
Nurudin
Penulis adalah Dosen Fisip Universitas Muhammadiyah Malang (UMM)

Dukungan masyarakat luas agar presiden Jokowi membatalkan pencalonan Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri semakin luas. Tidak saja dari kalangan akademisi, budayawan, mahasiswa, pegiat anti korupsi,  tetapi juga masyarakat umum yang peduli pada pemerintahan bersih. Tim 9 di lingkar kekuasaan presiden juga sudah mengusulkan untuk menunda. Hanya beberapa partai politik yang tetap mendukung (untuk tak mengatakan memaksa agar BG segera dilantik). Jokowi terperangkap dalam pilihan dilematis.
Pilihan Dilematis
Hanya ada  dua opsi yang dihadapi presiden Joko Widodo (Jokowi) menerima atau membatalkan. Tentu saja pilihan dilematis ini mempunyai plus minusnya. Seandainya  presiden tetap mengangkat BG sebagai kepala Polri, ada beberapa   konsekuensi yang menyertainya; pertama, ia dianggap tidak konsisten karena tidak jujur dalam pemberantasan korupsi sebagaimana yang dijanjikan sebelum pelantikan presiden. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun telah menetapkan BG sebagai tersangka kasus korupsi.
Penerimaan BG sebagai Kapolri juga akan dianggap mengingkari harapan publik. Publik dalam kurun waktu lama sangat berharap adanya pemberantasan korupsi yang sudah mengakar di linglar elit politik bisa dipangkas habis.  Selama ini pula, masyarakat selalu berharap pada pemberantasan kasus korupsi sementara proses pemberantasan pada pemerintahan sebelumnya gerakannya terlalu lambat. Kecurigaan masyarakat bahwa elit politik ikut bermain dalam pemberantasan kasus korupsi bisa kian menjadi-jadi.
Kedua, perseteruan antara KPK melawan Polri yang populer dengan  istilah “cicak vs buaya” akan semakin heboh dan memakan banyak korban. Jika Jokowi menerima BG, itu jelas akan menyinggung wibawa KPK yang belum sempurna menemukan indepensinya karena masih kuatnya indikasi keterlibatan elite politik dalam  penetapan kasus.
Ketiga, jika Jokowi ngotot melantik BG, tidak saja akan mengecewakan para pendukungnya, tetapi semakin membuat rasa “benci” orang yang sebelumnya berseberangan. Para pembenci itu akan menemukan saluran untuk melampiaskan ketidaksukaannya. Sementara itu,  permasalahan bangsa dan negara ini masih banyak yang harus diselesaikan. Masyarakat harus bersama-sama bahu-membahu membangun negeri.   Bersatu tidaknya masyarakat juga sangat ditentukan bagaimana perilaku presiden bisa dijadikan teladan.
Sebenarnya, presiden Jokowi sangat mudah untuk   membatalkan pencalonan BG. Namun demikian, hal itu akan sulit dilakukan jika terjadi pertarungan kepentingan antar  politisi. Bahkan PDIP sebagai pendukung utama Jokowi ngotot tetap mengusulkan agar BG dilantik.
Sementara itu, juga ada beberapa konsekuensi jika presiden Jokowi membatalkan BG. Pertama, kepercayaan publik pada presiden akan semakin kuat. Ini tidak saja akan “membungkam” mereka yang selama ini meragukan kepemimpinannya, tetapi juga menunjukkan niat baik dan konsistennya dalam pemberantasan korupsi, terutama yang berkaitan dengan lingkar kepentingan presiden.
Kedua, ketegasan menolak BG menjadi Kapolri juga menepis bahwa Jokowi selama ini hanya menjadi “petugas” partai sebagaimana dikatakan elit politik PDIP. Pernyataan itu telah ikut menurunkan wibawa dirinya sebagai presiden. Seolah, dia menjadi presiden hanya sebagai “boneka”. Atas dasar itu pulalah merebak pendapat bahwa pencalonan BG atas desakan dan dorongan lingkaran yang selama ini menjadi tim suksesnya.  Dengan kata lain, pembatalan  pencalonan BG jelas akan menepis adanya kecurigaan pesan “sponsor” dalam pengusulan BG.
Ketiga, kepresidenan adalah lembaga publik dan bukan wakil partai politik. Sudah barang tentu ia akan mewakili kepentingan publik. Karenanya, meskipun kadang sulit, “baju” dirinya sebagai wakil partai atau partai hasil koalisi harus segera dibuang. Kalau tidak ia akan tetap berada dalam bayang-bayang partai dan koalisinya tersebut. Ini hanya bisa dilakukan jika seandainya presiden bertindak selama ini bukan berdasar pencitraan semata.
Suara Rakyat
Sebenarnya, jika Jokowi punya kemampuan mendengar suara rakyat, blunder memilih BG sebagai calon Kapolri tidak akan terjadi. Atau Jokowi sebenarnya punya perhitungan lain soal itu? Sebagai seorang yang sudah malang melintang dalam dunia politik tentu paham bagaimana cara merangkul lawan dan memukul kawan.
Politik itu adalah bagaimana cara agar orang lain bertindak sesuai dengan keinginan dirinya. Ada 2 kemungkinan, BG memang dipilih Jokowi atau BG diusulkan oleh elit politik kuat di sekitar presiden.  Pilihan pertama jelas blunder politik. Jika pilihan 2 yang terjadi, Jokowi sengaja menerima BG sebagai calon Kapolri dengan terpaksa. Jokowi tahu betul bahwa mengangkat BG akan menimbulkan protes masyarakat. Ia mau menolak usulan “titipan” itu tidak kuasa, menerima bulat-bulat juga akan menjadi blunder dirinya lima tahun ke depan sebagai “petugas partai”
Maka, ia memakai kekuatan lain untuk menolaknya. Istilah dalam bahasa Jawa “Nabok nyilih tangan” (memukul dengan meminjam tangan orang lain). Buktinya, keinginan akan diangkatnya BG menjadi pejabat teras Polri menimbulkan protes di sana-sini. Jokowi punya dua keuntungan sekaligus. Menolak BG  yang memang tidak dikehendaki karena akan menyulitkan kinerjanya di masa datang  dan menolak usulan pihak lain itu dengan meminjam kekuatan rakyat.
Buktinya, BG yang sudah harus diangkat sebagai Kapolri untuk sementara ditunda dan menunjuk Komisaris Jenderal Badrodin Haiti sebagai Pelaksana Tugas Kepala Polri. Kalau ini terjadi, Jokowi memang seorang “pemain” politik yang ulung. Untuk sementara, pengangkatan Badrodin menjadi bukti bahwa Jokowi bisa mendengar keberatan rakyat atas usulan pengangkatan BG.
Yang penting untuk diperhatikan adalah bukan pada sosok Jokowi, tetapi bagaimana kekuatan rakyat itu mempunyai daya dobrak dan desak yang kuat. Kebijakan publik saat ini hanya bisa diputuskan secara sepihak, rakyat tentu harus ikut dilibatkan. Karena rakyat mempunyai mata dan telinga.
Jika pengangkatan seorang pejabat penuh dengan rekam jejak negatif, rakyat akan menggugatnya. Penolakan BG menjadi bukti bagaimana kekuatan rakyat bekerja memengaruhi keputusan presiden. Jadi jangan sepelekan suara rakyat, karena “Suara Rakyat adalah Suara Tuhan”.

                                                                                    ———————- *** ———————-

Rate this article!
Tags: