Sudah 13 Tahun, Namun Lumpur Lapindo Terus Menyembur

Sidoarjo, Bhirawa
Lumpur Lapindo yang menyembur di wilayah Kab Sidoarjo selama 13 tahun ini, atau sejak 29 Mei 2006 lalu, masih terus menyembur hingga kini. Akibat semburan lumpur panas dari dalam tanah itu, menurut data ada sebanyak tujuh desa tenggelam menjadi korbannya.
Bupati Sidoarjo, Saiful Ilah mengatakan, tahun 2006 lalu diawal – awal semburan Lumpur Lapindo itu mencapai sampai 160 ribu kubik per hari. Namun semakin lama, semburan lumpur panas pekat dan kental itu tidak sebanyak itu lagi.
”Sekarang mulai berkurang,” jelas Bupati Saiful Ilah, kepada anggota tim Dewan Ketahanan Nasional RI, yang sempat datang ke Kab Sidoarjo, akhir pekan lalu.
Bupati Saiful Ilah, mengatakan tujuh desa itu diantaranya Desa Kedung Bendo Kec Tanggulangin, Desa Mindi, Kel Jati Rejo, Desa Renokenongo, Desa Siring Kec Porong dan Desa Pejarakan dan Desa Besuki Kec Jabon.
Dari tujuh desa itu, lanjut Bupati Saiful Ilah, ada empat desa yang tenggelam karena semburan Lumpur Lapindo yang panas dan pekat itu. Sementara ada tiga desa yang terpaksa ditenggelamkan karena harus dipakai untuk membuang semburan lumpur panas itu. Bahkan juga sampai dibuang ke Kali Porong, yang termasuk dalam aliran Sungai Brantas.
”Luasan tanah yang jadi korban lumpur Lapindo itu luasnya mencapai 671 ha dan ganti rugi untuk warga desa yang jadi korban mencapai sekiyar Rp871 miliar, tapi ganti rugi untuk perusahaan yang jadi korban belum semua,” jelas Bupati Saiful Ilah.
Salah satu anggota Tim Dewan Ketahanan Nasional RI, dari unsur pakar gempa ITS Surabaya, Dr Amin menambahkan, bila dari sumber Kementerian PUPR, di wilayah Jatim ada daerah yang menjadi titik sasar dari bencana gempa. Diantaranya Kota Surabaya, Kab Sidoarjo dan Kab Pasuruan.
Sehingga menurut Dr Amin, semua pihak diharapkan harus memberikan perhatian khusus untuk melakukan upaya mitigasi (mengurangi) terjadinya bencana gempa. Kalau menurut data Kementerian PUPR, kemunculan gempa ini dulu hanya di wilayah Prov Jawa Tengah saja, tidak sampai di wilayah Prov Jatim. Ketika terjadi bencana gempa bumi di Prov Jateng tahun 2006 lalu sebesar 5.6 skala richter, telah menelan korban jiwa sekitar 6 ribu orang meninggal dunia dan 3 ribu rumah rusak.
”Ini harus jadi catatan kita bersama, yang bisa dilakukan mungkin melakukan sosialisasi tempat – tempat mana yang tak boleh dipakai tempat perumahan dan sosialisasi membangun rumah tahan gempa, sehingga bisa meminimalisir jatuhnya korban jiwa,” katanya.
Wilayah Indonesia, kata Dr Amin, dianggap rawan terjadi gempa bumi karena berada di lempengan dua Samudra dan satu Benua. Yakni Samudra Hindia dan Samudra Pasifi serta Benua Australia. Patahan lempengan dua Samudra dan satu Benua itu bisa menimbulkan gempa bumi sewaktu-waktu dalam kurun waktu ratusan tahun.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kab Sidoarjo, Ir Dwijo Prawiro MT menegaskan, untuk bisa melakukan mitigasi bencana di wilayah Kab Sidoarjo, pihaknya berharap kepada OPD dan masyarakat Sidoarjo yang akan membangun rumah atau gedung hendaknya disetting agar tahan dari gempa.
”Agar bisa menghindarkan dari korban materi yang banyak dan tentunya bisa menghindari korban jiwa,” kata Dwijo. [kus]

Tags: