Sutiyah Berharap Bupati Pamekasan Memperbaiki Rumahnya agar Layak Huni

Kondsi rumah Nenek Sutiyah warga Dusun Torbalangan, Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan-Madura.

Rumah Nenek Sutiyah Berdinding Bambu dan Berlantai Tanah

Pamekasan, Bhirawa.
Nenek Sutiyah, warga Dusun Torbalangan, Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan, Pamekasan-Madura berharap belas kasihan dari Bupati Baddrut Tamam agar rumahnya bisa diperbaiki karena tempat tinggalnya belum tersentuh program Rumah Tidak Layak Huni (RTLH).

Alasan Sutiyah meminta dibangunkan rumah layak huni, karena ruangan ukuran 2 X 3 meter ia tempati itu menebeng (nyempit, Red) dengan rumah induk yang ditempati anak, menantu dan dua orang cucunya.

Ruangan berdinding bambu, berlantai tanah dan berplafon platik tipis menahan debu dan angin. Kondisi ini membuat nenek Sutiyah hidup prihatin dan tidur beralas selimut. “Saya menempati ruangan kecil ini. Sejak cucu pertamanya ada, hingga kini sudah dua orang cucu. Rumah sekecil ini tidak cukup untuk dua keluaga. Saya mengalah menempati ruang kecil itu demi anak, menantu dan cucu,” kata Sutiyah, ditemui Bhirawa dikediamannya.

Sutiyah, berharap, Pememerintah khususnya bupati Baddrut Tamam mau membangunkan rumah. Keinginan saya satu mas, agar cucu-cucu saya bisa hidup dan tumbuh sehat anak lainnya.

“Saya berkeingina punya rumah layak dan sehat, sudah lama. Sejak almarhum masih ada Sekarang ini, untuk anak, menantu dan cucu aja. Kalau sudah tua, kapan lagi bisa membahagiakan anak cucu ,” ucapnya, sambil mengusap linangan air mata jatuh dipipinya.

Sutiyah berusia 70 tahun yang masih tegar bekerja sebagai buruh tani, bercerita dalam memenuhi kebutuhan hidup belum pernah mendapat bantuan, hingga sekarang tidak terdaftar menerima PKH. Kecuali bantuan saat Covid 19.

“Saya dan anak ini bekerja dalam memenuhi kebutuhan hidup. Tidak pernah ada bantuan pemerintah, baik berupa uang maupun sembako. Saya seorang diri untuk menghidupi anak saat masih kelas 3 SD, bapaknya meninggal karena sakit,” kata Sutiyah, mengaku bahwa setengah hari ini mengambil upah memetik lombok (Cabe).

Abdul Alwi, anak Sutiyah juga menemui wartawan Bhirawa mengatakan, ia sudah memaksa ibunya untuk tinggal di rumah induk dengan sekat kamar. Beliau bersikukuh mengalah menempati ruangan yang menempel itu.

“Rumah induk ini ukuran 4 X 5 meter, semua termasuk emper rumah. Kondisi seperti ini atap genteng, dinding bambu dan sebagian harbot. Dari dalam sampai emperan masih berlantai tanah. Sebenar saya kasihan sama ibu,” ucapnya.

Atas keprihatinan yang dihadapi nenek Sutiyah, Alwi berharap ada kepedulian. “Saya minta pak bupati peduli akan nasib ini. Saya sudah lama dengar ada program RTLH, tidak satu pihak baik dari aparat desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan dan Pemkab Pamekasan yang datang,” keluhnya. [din.wwn]

Tags: