Tak Lagi Khawatir Pasien BPJS Dianggap Pasien Kelas Dua

Dokter Sonya Selly (kiri) dengan ramah mendengarkan keluhan sakit yang diderita pasien yang menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.

Dokter Sonya Selly (kiri) dengan ramah mendengarkan keluhan sakit yang diderita pasien yang menggunakan fasilitas BPJS Kesehatan.

Kekhawatiran akan mendapatkan layanan  ‘kelas dua’ kalau menggunakan fasilitas BPJS, awalnya sempat menghinggapi benak ibu dua anak ini. Namun begitu, setelah mengalami sendiri layanan BPJS saat putrinya Almira (4) sakit, kekhawatiran itu pun sirna. Bahkan kini, Ny Retno Susilowati (39) demikian nama ibu muda  ini, mengaku tidak akan ragu lagi menggunakan fasilitas BPJS saat membutuhkan layanan kesehatan suatu saat nanti.

Wahyu Kuncoro SN, Wartawan Harian Bhirawa

Semua anggota keluarganya sudah terdaftar sebagai peserta asuransi kesehatan yang dikelola Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan sejak lebih dari setahun yang lalu. Namun belum sekalipun kartu BPJS tersebut dimanfaatkan. Bukan karena anggota keluarganya tidak pernah ada yang sakit, namun lebih karena kekhawatiran akan kualitas layanan yang diperolehnya nanti.
“Kalau ada anak yang sakit, saya selalu membawa berobat ke dokter spesialis anak. Kalaupun harus rawat inap ya pakai jalur umum,” jelas Ny Retno Susilowatie saat sedang antre menunggu pemeriksaan anaknya Almira yang harus kontrol di Rumah Sakit Wiyung Sejahtera, Surabaya, Jumat (9/9) kemarin.
“Saya hanya sering dengar kabarnya kalau pakai layanan BPJS itu nanti akan dianggap sebagai pasien kelas dua. Susah dapat kamar, dapat obat murahan dan layanan dokternya tidak sama atau beda kelas dengan pasien yang umum,” kata Retno menuturkan alasan keengganan menggunakan layanan BPJS. Namun semua kekhawatiran tersebut terbantahkan ketika kemudian dirinya mencoba menggunakan BPJS Kesehatan saat anak keduanya Almira harus rawat inap di RS Wiyung Sejahtera selama dua hari 5-6 September 2016 lalu.
“Saya awalnya hanya coba-coba pakai BPJS. Pikiran saya, kalau sekiranya nanti proses BPJS itu ruwet dan berbelit-beluit saya akan pakai jalur umum,” jelas Retno. Ternyata apa yang ditakutkan tidak terjadi. Memang saat mendaftar dengan menggunakan kartu BPJS sempat diminta menunjukkan Kartu Keluarga (KK) karena anaknya masih kecil, tetapi ketentuan administrasi tersebut juga tidak merepotkan karena KK boleh diserahkan di keesokan harinya.
“Kata petugas administrasi, yang penting anaknya mendapatkan perawatan kesehatan. Soal masalah kelengkapan administrasi bisa diselesaikan belakangan,” tutur Retno mengisahkan dirinya saat akan mengurus rawat inap bagi putrinya di RS Wiyung Sejahtera. Begitu diputuskan dokter kalau Almira  harus opname  jelas Retno, ternyata dirinya juga tidak kesulitan untuk mendapatkan kamar.
“Semua mudah dan tidak ada yang mempersulit. Anak saya dapat jatah kamar kelas 1 sesuai kelas yang tertera dalam kartu BPJS. Begitu juga layanan dokter tidak ada bedanya dengan pasien yang jalur umum,” karta Retno lagi.
Keyakinan kalau tidak ada pembedaan layanan itu menurut Retno bisa dirasakan karena sebelum pakai kartu BPJS dirinya sudah terbiasa menggunakan fasilitas jalur umum saat ada anaknya sakit.
“Ketika anak pertama saya Risyad (11) sakit, juga biasa dirawat di Rumah Sakit ini dengan pakai jalur umum dan dokternya juga sama dengan anak yang merawat anak yang kedua ini. Jadi saya bisa merasakan bahwa tidak ada perbedaan layanan antara pasien BPJS dnegan pasien  umum,” kata Retno lagi.
Berangkat dari pengalaman itulah, kini Retno menyadari bahwa kabar yang sering didengar kalau pasien BPJS akan dianggap sebagai pasien kelas dua dan akan mendapat perlakuan berbeda dengan pasien umum adalah tidak benar.
“Menggunakan BPJS Kesehatan jelas lebih mudah dan murah. Semua gratis kecuali ada obat yang memang tidak tercover BPJS. Menggunakan layanan BPJS,  tidak perlu bingung lagi memikirkan biayanya,” tambah ibu yang saat ditemui mengenakan kerudung ungu bermotif kotak-kotak. Bahkan lanjut Retno, ketika akan menyelesaikan administrasi dirinya keheranan saat tidak satu sen rupiah pun harus dibayarkan.
“Rasanya bagaimana gitu, saat pulang dari rumah sakit tanpa bayar sama sekali. Biasanya kan harus bayar jutaan rupiah kalau menggunakan jalur umum,” kata Retno dengan wajah keheranan.
Kepada Bhirawa Ny Retno juga mengungkapkan banyak hal yang sebelumnya tidak tahu, namun begitu menjalaninya sendiri baru mengerti. Misalnya terkait, prosedur harus melewati fasilitas kesehatan (faskes) kelas 1 dulu sebelum ke rumah sakit.
“Awalnya saya berpikir kalau semua penyakit itu harus ke puskesmas dulu baru kemudian bisa dirujuk ke Rumah Sakit. Ternyata untuk penyakit yang darurat seperti anak saya yang muntah-muntah terus bisa langsung ke Rumah sakit tanpa perlu pakai rujukan,” jelasnya. Dan menurut cerita dokter, layanan di puskesmas pun sekarang ini sudah jauh lebih bak, tidak seperti yang diperkirakan banyak orang.
“Dan yang pasti rumah sakit yang menerima BPJS Kesehtaan juga semakin banyak. Jadi kalau sakit apapun dan berada dimanapun tidak khawatir lagi. karena ada BPJS yang akan menjamin,” jelas Ny Retno lagi.
Ketika dikonfirmasi terkait kualitas layanan yang diberikan, salah satu dokter di RS Wiyung Sejahtera dr Anies mengatakan bahwa semua pasien akan diperlakukan sama.
“Tugas dokter adalah melayani pasien dengan sama dan tidak memikirkan apakah pasien itu lewat jalur umum atau jalur BPJS,”jelas doketr Anies. Sehingga kalau kemudian ada yang menilai kalau pasien BPJS akan dianaktirikan itu jelas salah.
“Dokter BPJS pun bisa memilih dokter yang akan merawatnya, sama seperti pasien jalur umum. Jadi tidak dibeda-bedakan,” tambahnya.
Dikonfirmasi terpisah, salah seorang dokter di RSUD Prof Dr Soekandar Kemlagi Mojokerto dr Sonya Selly menyampaikan hal yang senada. Menurut dokter Sonya, demikian dokter cantik ini biasa dipanggil, dalam hal pelayanan tidak ada perbedaan, hanya pemerintah yang membatasi berbagai hal mengenai BPJS semisal obat-obatan, baik secara jumlah maupun kualitas.
“Contoh sederhananya jumlah obat dibatasi, jenis obat dibatasi, pemeriksaan dibatasi dan lain-lain. Jadi bukan kami yang membatasi tapi pemerintah sendiri yang mengaturnya,” jelas dr Sonya. Kondisi inilah yang membuat hampir semua layanan yang bekerja sama dengan BPJS mengeluhkan hal ini.
“Iya, sekali lagi ujung-ujungnya adalah keterbatasan anggaran yang dimiliki pemerintah,” kata dokter Sonya lagi.  Namun demikian, Sonya meyakini bahwa keberadaan BPJS Kesehatan ini akan sangat membantu masyarakat.
“Masyarakat tidak perlu lagi mengeluarkan biaya yang mahal kalau harus menjalani perawatan di rumah sakit, apalagi bagi pasien yang mengalami penyakit yang berat dan  membutuhkan operasi misalnya,” kata Sonya lagi. Namun demikian Sonya juga mengakui bahwa sistem dalam BPJS tetap harus diperbaiki agar pihak rumah sakit berikut tenaga medisnya mendapatkan perhatian yang lebih baik dari pemerintah yang dalam hal ini adalah BPJS Kesehatan.
“Harapannya, tidak akan ada lagi rumah sakit atau dokter yang mengeluh saat melayani pasien BPJS,” tegas dokter yang juga aktif dalam gerakan sosial khususnya dalam sosialisasi bahaya narkoba ini.

                                                                                                                    ———– *** ————

Tags: