Tebu, Komoditas Tanaman Alternatif Menjanjikan

6Sampang, Bhirawa
Pengembangan tebu di Madura telah dimulai sejak 2009 lalu dengan sejumlah kegiatan penelitian dan pengkajian telah dilakukan oleh instansi pemerintah. Namun dalam perkembangannya usaha tani tebu di Madura dinilai masih sangat lambat, karena menemui berbagai kendala di lapangan mengingat komoditas tanaman tersebut terbilang baru.
Kendala tersebut antara lain, keterbatasan tenaga kerja akibat jaraknya cukup dekat dengan kota besar di Jawa Timur, sehingga banyak tenaga kerja produktif berurbanisasi ke Surabaya. Selain itu kondisi sosial budaya masyarakat yang belum mengenal budidaya tebu, terutama umur tanaman yang agak panjang mencapai 1 tahun, membuat petani enggan bercocok tanam tebu.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan (Dishutbun) Sampang, Singgih Bektiono, menjelaskan, bahwa pengembangan tebu di Madura haruslah dengan mekanisasi akibat terbatasnya tenaga kerja, namun terkendala dengan nilai-nilai historis pematang-pematang di lahan kering sebagai batas kepemilikan.
Di samping itu lahan-lahan kering tergolong marginal, sehingga mengakibatkan rendahnya produktivitas tebu, rata-rata tingkat produktivitasnya hampir 50 persen dibandingkan dengan produktivitas tebu di luar Madura, walaupun tingkat rendemennya relatif tinggi berkisar 7 – 8 persen.
”Lahan persawahan di Madura khususnya di Kabupaten Sampang memiliki curah hujan terbatas, berkisar 1000-1500 mm/tahun. Sehingga untuk meningkatkan akselerasi pengembangan tebu tersebut, maka tantangan dan permasalahan usaha tani tebu di Madura perlu dicarikan solusinya. Dalam kaitan itu, BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Jawa Timur perlu berkonstribusi melakukan kegiatan yang diarahkan untuk mengkaji aspek-aspek sosial-ekonomi, peningkatan kapasitas dan penyediaan serta penyebarluasan teknologi usaha tani tebu spesifik lokasi, termasuk sistem tumpang sari tebu dengan tanaman pangan yang telah biasa diusahakan oleh petani setempat,” jelas Singgih.
Pengembangan tebu di Sampang, lanjut Singgih memanfaatkan kondisi sumberdaya alam yang tersedia, dengan mengikuti keberhasilan pengembangan tebu di Jawa Timur yang telah lama berkembang. Sejalan dibangunnya jembatan Suramadu serta rencana Kementerian BUMN untuk membangun pabrik gula di Madura, maka diperlukan dukungan dalam penyediaan dan pengembangan teknologi usahatani spesifik lokasi.
”Kita telah dilakukan kegiatan demoplot varietas unggul dan teknologi produksi tebu spesifik lokasi dengan cara tanam juring ganda ditumpangsari dengan komoditas bawang merah. Kegiatan demoplot tersebut sudah dilaksanakan Desember 2013 lalu, tanaman bawang merah sebagai tanaman sela dipanen Januari 2014, sedangkan tanaman tebu diperkirakan dapat panen Oktober 2014 nanti,” terangnya.
Lebih jauh dia menyampaikan, pihaknya telah melakukan pendekatan ke tokoh masyarakat informal maupun formal, sosialisasi budidaya tebu, agar masyarakat Sampang dapat memahami usaha tani tebu, baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya, dalam upaya mendukung keberhasilan pengembangan tebu tersebut.  Upaya pengkajian dan diseminasi inovasi teknologi tebu melalui demoplot agar masyarakat dapat melihat secara langsung di lapangan.
Bahwa usaha tani tebu yang ditanam dengan cara juring ganda hasil panen bawang merah sebagai tanaman sela mampu meningkatkan pendapatan pendapatan petani selama tanaman tebu belum panen. ”Tanaman bawang merah varietas lokal Rubaru sebagai tanaman sela pada tanaman tebu menghasilkan produksi 2.766 kg/ha, serta mampu menghasilkan pendapatan sebesar  Rp 11 juta. Tentu saja hasil tersebut sangat menarik petani, karena dapat memperoleh tambahan pendapatan, sebelum tanaman tebu dipanen,” pungkasnya. [lis,adv*]

Keterangan Foto: Salah satu kelompok tani panen tebu di Sampang. [Nurkholis/Bhirawa]

Tags: