Tersangka Anak Meningkat di Perkara Penganiayaan Libatkan Perguruan Silat

Kasat Reskrim Agung berdialog dengan tersangka penganiayaan yang melibatkan perguruan silat saat konferensi pers, Senin (13/3).

Tulungagung, Bhirawa.
Kasus penganiayaan atau pengeroyokan yang melibatkan perguruan silat dan dilakukan anak di bawah umur di Tulungagung terus meningkat. Di awal tahun ini saja sudah tercatat 14 tersangka anak, sementara di dua tahun terakhir sebanyak 15 tersangka dan 23 tersangka.

Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Agung Kurnia Putra, mengakui jika tersangka anak terus meningkat di kasus penganiayaan yang melibatkan perguruan pencak silat. “Tahun 2021 dari 26 kasus, jumlah tersangka dewasa sebanyak 37 orang serta anak-anak sebanyak 15 anak. Dan tahun 2022 dari 39 kasus jumlah tersangka dewasa sebanyak 75 orang serta anak-anak sejumlah 23 anak,” ujarnya usai konferensi pers di Mapolres Tulungagung, Senin (13/3).

Untuk tahun 2023 ini, menurut dia, dari awal tahun sampai tanggal 13 Maret 2023 terus juga bertambah. Termasuk yang terbaru dalam kasus penganiyaan yang terjadi di Desa Podorejo Kecamatan Sumbergempol pada Sabtu (11/3) dini hari lalu dengan korban dua orang.

“Dari kasus terbaru tersebut kami mengamankan tujuh tersangka. Ketujuh tersangka itu empat orang dewasa dan tiga anak-anak,” paparnya.

Dengan adanya kembali anak di bawah umur yang menjadi tersangka dalam kasus penganiayaan yang melibatkan perguruan pencak silat itu, lanjut Kasat Reskrim Agung membuat jumlah tersangka anak dalam kasus serupa di tahun ini bertambah menjadi 14 anak. “Kalau melihat jumlahnya cukup banyak. Hampir 40 persen pelakunya anak-anak,” terangnya.

Perwira pertama polisi ini menandaskan Polres Tulungagung sudah berupaya maksimal agar bentrokan antar perguruan pencak silat di Tulungbagung tidak terjadi. Terlebih dalam bentrokan itu melibatkan juga anak di bawah umur.

“Upaya preventif terus kami lakukan dengan imbauan pada adik-adik perguruan pencak silat. Kami pun komunikasi dengan pimpinan perguruan setiap hari tanpa mengenal waktu. Selain dalam sebulan terakhir terus melakukan operasi terkait atribut pencak silat dan operasi minuman keras,” paparnya.

Kasat Reskrim Agung menyebut rasa fanatisme yang berlebihan atas perguruan pencak silat yang diikuti memicu terjadinya bentrokan antar perguruan silat.

“Rasa fanatisme yang berlebihan kemudian memunculan kebanggaan berlebih sehingga melihat perguruan lain sebagai musuh atau perguruan lain ibarat tidak sejalan dan kalau melihat terpancing emosinya,” bebernya.

Ia pun berharap proses hukum yang dilakukan Polres Tulungagung pada para tersangka dapat dijadikan atensi bagi semua anggota perguruan silat. Apalagi selama ini Polres Tulungagung tidak pula menerapkan restorative justice (RJ) dalam kasus tersebut.

“Tidak pernah ada RJ.Tetap diproses sebagaimana mestinya. Untuk tersangka anak sesuai peradilan anak dan proses tetap berlanjut,” pungkasnya. (wed.hel)

Tags: