Tidak Pilih Sekolah Mahal

tamanbukucomBulan (Juni 2014) akan menjadi masa paling sibuk ke-ekonomi-an orangtua, dan meningkatkan belanja rumahtangga. Inilah periode tahun ajaran baru, saat pendaftaran sekolah, memasukkan anak-anak sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Lebih dari 1,2 juta peserta didik telah sukses mengikuti ujian nasional (Unas) dan Usek (Ujian Sekolah, SD). Sebagian terbesarnya (90%) diperkirakan bakal melanjutkan. Tetapi sisanya, sekitar 300-an ribu anak, tidak dapat melanjutkan sekolah. Rata-rata penyebabnya karena kesulitan ekonomi orangtua.
Bahkan banyak pula lulusan SD dan SMP tahun ini, terpaksa langsung bekerja untuk menyokong perekonomian keluarga. Berdasarkan catatan APM (Angka Partisipasi Murni) Jawa Timur tahun 2012/2013, masih cukup memprihatinkan. Yakni, masih sebanyak 270 ribu anak usia SMP (12-15 tahun) tidak bersekolah. Sedangkan anak usia SLTA (16-18 tahun) yang tidak bersekolah masih sebanyak 800-an ribu anak. Karena itu rata-rata tingkat pendidikan masyarakat di Jawa Timur masih 8,1 tahun.
Artinya, rata-rata warga Jawa Timur sampai kelas 2 SMP. Ini menjadi kewajiban Pemerintah Daerah untuk menuntaskan amanat wajib belajar 9 tahun, sebagaimana amanat UU 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas. Lebih lagi terdapat amanat UUD pasal 31 ayat (4) tentang anggaran pendidikan sebesar 20% dari APBD. Saat ini beberapa Pemda masih bebal, karena mengira alokasi itu terlalu besar. Padahal, andai ditaati, pastilah problem pendidikan bisa diselesaikan dengan baik.
Andai Pemda konsekuen dengan anggaran pendidikan sebesar 20%, banyak hal bisa dilakukan. Bukan hanya meng-gartiskan seluruh peserta didik SD/MI sampai SMA/SMK. Melainkan juga seluruh buku, seragam sekolah (plus kaos kaki) bisa dibeli dengan uang BOS. Pemda juga bisa menerapkan sanksi, manakala orangtua tidak menyekolahkan anaknya.
Jika alasannya untuk membantu (kerja) orangtua, maka Pemda bisa membuat program khusus Gakin (keluarga miskin) dari BOS pula. Misalnya bantuan program peternakan, sehingga murid-murid bisa angon selepas sekolah. Saat ini, tahun ajaran baru masih terasa bagai beban berat perekonomian keluarga. Sekolah negeri memang umumnya sudah tidak memungut biaya. Kalau nekad bisa dikategorikan pungutan liar atau korupsi.
Namun pada sisi lain, lembaga pendidikan  kini pintar merekayasa kebutuhan sekolah untuk bisa “mengeruk” dana BOS. Yakni melalui RAPBS (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah). BOS di-mark-up untuk hal-hal diluar kebutuhan murid. Antaralain menaikkan gaji guru, serta menggaji personel yayasan sekolah. Selain itu banyak pos pembiayaan baru dalam RAPBS, misalnya pengeluaran untuk Komite Sekolah serta pembuatan baliho dan pemasangan iklan.
Dus seolah-olah, sekolah tetap memungut pembayaran uang sekolah cukup besar, walau sudah terdapat alokasi BOS. Padahal seharusnya, seluruh sekolah (negeri dan swasta) tidak boleh memungut biaya pendaftaran, karena sudah ditunaikan oleh pemerintah. Begitu pula penghasilan guru kini sudah sangat memadai dengan berbagai tunjangan, melalui APBN dan APBD.
Tetapi sekolah swasta seluruh kebutuhan biaya dibebankan kepada orangtua murid. Inilah yang menyebabkan ongkos pendidikan menjadi “me-langit.” Padahal tidak terbukti, bahwa sekolah mahal ber-korelasi dengan mutu pendidikan yang baik. Sekolah mahal, hanyalah akal-akalan pihak penyelenggara (yayasan sekolah), karena seluruh biaya dibebankan kepada orangtua murid.
Sektor pendidikan dijadikan sebagai ajang mengeruk sebesar-besarnya keuntungan. Kenyataannya, seluruh sekolah mahal (termasuk yang berlabel internasional) selalu kalah dalam perolehan nilau ujian nasional. Juga  tidak pernah menang dalam berbagai kontes kompetensi (mata pelajaran) lain. Sehingga boleh dikatakan, bahwa sekolah mahal rata-rata nihil prestasi. Cuma gedungnya yang besar, hasil dari memeras orangtua murid selama bertahun-tahun.
Karena itu, Pemerintah Propinsi seyogianya menetapkan batas maksimal biaya (total) pendidikan per-tahun. Persis seperti tarif angkutan lebaran, terdapat plafon atas.
———   000   ———

Rate this article!
Tidak Pilih Sekolah Mahal,5 / 5 ( 1votes )
Tags: