Tinjau Ulang Sekolah Tatap Muka

Seiring dengan terus meningkatnya kasus Covid-19 terutama varian Omicron belakangan ini, menjadikan pelaksanaan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas terus mendapat sorotan publik sekaligus menuai pro dan kontra. PTM yang awalnya sebagai target bisa mengejar ketertinggalan pelajaran akibat pembelajaran daring yang berkepanjangan, justru kini menjadi dilemma. Pasalnya, sebagian orang tua khawatir terkait dengan aktivitas belajar tatap muka di sekolah karena para siswa masih menghadapi risiko terpapar virus akibat interaksi secara fisik.

Sedangkan di satu sisi secara nasional kualitas pendidikan di negeri ini sudah tertinggal, bahkan bisa dimungkinkan masih ada anak-anak yang belum bisa membaca, ditambah dengan pandemi lagi. Sehingga, PTM adalah jawaban untuk mengejar ketertinggalan. Namun sayang, positivity rate Indonesia sudah mencapai 12 persen. Bahkan peringkat jumlah kasus baru mingguan di negeri ini sudah mengalahkan Afrika Selatan dan mendekati Malaysia di Worldometers.

Itu artinya, PTM 100 persen berpotensi memicu klaster sekolah dan keluarga. Hal ini juga tidak lepas dari menyebarnya varian Omicron di Indonesia yang sangat cepat, dengan bukti dalam satu hari kasus baru tembus 10 ribuan. Satuan Tugas Penanganan Covid-19 mencatat 52.555 kasus aktif di Indonesia pada Sabtu (29/1/2022). Penambahan kasus positif Covid-19 sebanyak 11.588 kasus dalam 24 jam terakhir. Dengan demikian, total kasus Covid-19 di Indonesia sejak pengumuman kasus pertama pada 2 Maret 2020 mencapai 4.330.763 kasus, (Kompas, 29/1/2022).

Berangkat dari kenyataan itu, kini saatnya pemerintah meninjau ulang kebijakan PTM di sekolah, seiring dengan meningkatnya kasus Covid-19 akibat penularan varian Omicron tersebut. Kalaupun, dipaksakan PTM maka kegiatan pada sekolah perlu memperhatikan angka positivity rate hasil surveilans epidemiologis. Artinya, jika angka positivity di bawah 5 persen PTM bisa dilaksanakan PTM terbatas, Namun, sebaliknya jika angka positivity rate sebesar 5 persen atau lebih bahkan masuk dalam notifikasi hitam pada aplikasi PeduliLindungi maka kegiatan pada sekolah dengan kriteria tersebut perlu dilaksanakan dengan pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Masyhud
Pengajar FKIP Universitas Muhammadiyah Malang.

Rate this article!
Tags: