Tolak Penambangan, Aktivis Mahasiswa Sumenep Demo Bappeda

Sumenep, Bhirawa
Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Sumenep (AMS) melakukan aksi unjuk rasa di kantor Bappeda setempat. Mereka menyoroti soal upaya penambahan lokasi penambangan fosfat dengan merevisi Perda nomor 12 tahun 2023 tentang RTRW tahun 2013-2033.

Salah satu pasal yang dinilai akan ada penambahan lokasi tambang dari 8 ke 17 lokasi adalah pasal 40 ayat 2 terkait kawasan pertambangan. Dimana pada pasal tersebut, pemerintah daerah menginginkan penambahan lokasi penambangan fosfat yang semula 8 menjadi 17 titik. Pasal tersebut diduga bertentangan dengan pasal 32 tentang kawasan rawan bencana alam dan pasal 33 tentang kawasan lindung geologi pada Perda yang sama. “Harusnya ayat 2 pasal 40 RTRW itu dihapus, bukan justru memberi peluang penambahan titik tambang yang baru menjadi 17 titik,” kata salah satu orator aksi, Sutrisno, Selasa (9/3).

Selain berorasi secara bergantian, mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Sumenep juga membawa poster yang bertuliskan penolakan terhadap upaya tambang fosfat di Kota Keris ini. Bahkan, salah satu poster bertuliskan “Copot Kepala Bappeda” dan “Tolak Tambang Fosfat”. “Tambang fosfat ini dampak negatifnya sangat banyak. Pemerintah jangan hanya asal membuat program dengan alasan peningkatan ekonomi masyarakat, tapi dampaknya tidak dipikirkan,” jelasnya.

Ia berharap, pemerintah daerah tidak hanya melihat positifnya, tapi juga dampak negatifnya dipikirkan agar tidak menyengsarakan rakyat dikemudian hari. Sebab, penambangan ini sangat berpengaruh pada struktur tanah yang ada disekitar penambangan. “Dampak limbahnya juga harus dipikirkan oleh pemerintah. Bukan hanya yang bagus-bagusnya disampaikan pada masyarakat,” harapnya.

Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Sumenep, Yayak Nurwahyudi menyampaikan, aspirasi mahasiswa akan diproses menjadi bahan kajian. “Ini bagian dari aspirasi masyarakat dan akan kami proses. Prosesnya ada di daerah, provinsi dan pusat,” terang Yayak.

Ia menegaskan, proses kajian di tingkat nasional akan final pada bulan Juni 2021 ini dan pihaknya berharap pada bulan Maret ini proses kajiannya selesai. “Namun, prosesnya itu bisa saja molor. Kita tunggu saja,” jawabnya.

Soal tambang fosfat, pihaknya mengaku tidak memiliki kemampuan dalam mendeteksi pertambangan. Daerah hanya bisa mengkonsultasikan kepada provinsi. “Kami sifatnya konsultasikan ke Provinsi Jatim,” tukasnya. [sul]

Tags: