Trump dan Kegelisahan Umat Islam

Oleh:
Ozik Ole-olang
Penulis adalah mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Maliki Malang

Setelah ungkapan “Merdeka Atau Mati” berdengung pada zaman penjajahan dahulu kala yang dipelopori oleh Bung Tomo, kemudian muncul ungkapan “NKRI Harga Mati” yang banyak bergaung di mana-mana sebagai tanda keteguhan hati bahwa kemerdekaan Indonesia sudah tercapai dan patut dipertahankan.Kiranya, saat inilah Indonesia harus menggemakan ungkapan “Harga Mati”-nya itu bagi kemerdekaan bangsa lainnya.
Setelah beberapa hari pasca dilontarkannya pengakuan Trump atas Jerussalem sebagai ibu kota Israel, dunia menjadi gempar. Bila diungkapkan dengan sedikit majazi, suara Trump memiliki resonansi yang sangat tinggi sehingga membuat seluruh dunia heboh dan banyak nama-nama tokoh internasional yang muncul di koran dengan komentar-komentar simpatiknya. Begitu pula dengan presiden Jokowi.
Hal ini benar saja jika melihat sosok Trump sebagai orang yang memiliki kedudukan tinggi di negara yang namanya sudah sangat melegenda. Presiden di negara yang kerap dijadikan kiblat globalisasi ini mendapat banyak kecaman dan tekanan-tekanan diplomatis.
Dengan spirit aqidah dan keyakinan, banyak negara-negara Islam atau yang mayoritas penduduknya beragama Islam kemudian menyorotkan pertentangan ke arah Trump. Jerussalem dengan kondisi status-quo tempat asal dari sejumlah peradaban agama-agama monoteistik kembali menjadi perebutan.
Bukan heran kemudian bila banyak umat Islam yang resah dan mencoba dengan segala kemampuan mereka mendorong para pemerintah sebagai penyampai aspirasi ke tingkat internasional untuk melangkah melawan keputusan tersebut. Tinggal menunggu hari sebelum keputusan pemindahan kedubes Amerika dari Tel Aviv ke Jerussalem terealisasi. Oleh karena itu, sejumlah tindakan politik diplomatis yang dilontarkan ke permukaan dunia sungguh sangat berarti.
Lantas kegelisahan umat Islam yang kemudian berbuah sikap simpatik ini jangan sampai mengarah pada tindakan yang kurang bijaksana. Kondisi boleh teramat mencekik, tapi tindakan bijaksana juga perlu dipikirkan matang-matang.
Tidak hanya sampai pada titik spirit keagamaan saja, sejumlah pihak yang berlatar belakang non-Islam juga turut menyuarakan penolakan mereka. Hal ini membuktikan konflik Palestina-Israel bukan hanya perkara perbedaan iman dan keyakinan, akan tetapi juga tentang kondisi HAM internasional yang mulai tercemar.
Banyak pihak yang mengatakan bahwa lontaran keputusan Trump ini berat sebelah dan diputuskan secara sepihak. Trump seolah memberikan pion super kepada pihak Israel untuk menyelesaikan percaturan konflik dengan konflik yang lebih besar. Bila kemudian kemungkinan buruklah yang terjadi (Jerussalem ditetapkan sebagai ibu kota Israel) upaya-upaya penolakan diplomatis yang diserukan oleh berbagai pihak tersebut akan percuma saja. Dan perseteruan antara Palestina dan Israel yang berlangsung bertahun-tahun lalu hanya akan terselesaikan secara klise dengan sebuah perintah perpindahan kedutaan besar.
Hal ini tidak boleh terjadi. Sebab jika memang pada akhirnya melalui pengakuan dan perintah perpindahan kedubes yang dititahkan Trump menjadi sebab kuat diakuinya Jerussalem secara resmi oleh dunia, maka dikemudian hari Amerika yang dalam hal ini dimotori oleh Trump akan melakukan hal sama untuk menyelesaikan konflik internasional secara sepihak dan semena-mena. Kemudian Amerika seolah mendapat kedudukan istimewa di antara negara-negara yang lain.
Kedudukan ekonomi dan kemajuan suatu negara boleh bertingkat-tingkat, tapi secara institusi perpolitikan internasional, semua negara berposisikan sama dan setara tanpa ada yang menjadi tuan dan budak (seharusnya).
Oleh karena itu, baik berlandaskan aqidah atau kemanusiaan kita patut menghipun suara-suara bahwa penyelesaian konflik Palestina-Israel itu harus dilakukan dengan perundingan dan tanpa melahirkan konflik baru lagi sebagaimana yang saat ini dilakukan oleh Trump. jangan lupa, dengan sembari mengumandangkan dalam spirit jiwa bahwa kemerdekaan palestina adalah harga mati.
Wallahu a’lam.

—————– *** ——————-

Rate this article!
Tags: