UN, Pendidikan Karakter dan Perlindungan Profesi

Oleh :
Nur Chasanah, SPd
Penulis Adalah Pemerhati Pendidikan

Pelaksanaan Ujian Nasional dan Ujian sekolah sudah di depan mata.  Diakui atau tidak, Ujian Nasional menjadi momok tersendiri bagi sebagian siswa dan orang tua.Di setiap tahun pasti terulang katakutan dan kepanikan yang sama. Peliknya masalah Ujian Nasional seolah menjadi syndrome kekhawatiran musiman yang menjangkit seluruh pelaku dan pemangku pendidikan.
Ujian Nasional selalu menjadi perbincangan yang tak pernah usang.Selalu ada saja topik yang mencuat saat pelaksanaan Ujian Nasional.Mulai dari kasus bocornya soal, kasus siswa menyontek, kasus kecurangan, dan kasus-kasus lainnya.Tahun ini Ujian Nasional akan dilaksanakan tanggal 3 sampai 6 April 2017 untuk jenjang SMK, 10 sampai 13 April 2017 untuk jenjang SMA/MA, 2 sampai 5 Mei 2017 untuk jenjang SMP/MTs, dan 8 sampai 12 Mei 2017 untuk jenjang SD/MI.
Seluruh siswa di kelas VI, IX, dan XII sudah mempersiapkan diri jauh-jauh hari untuk menghadapi uijan.Di pagi hari berlatih soal-soal, saat siang mengikuti kelas tambahan hingga sore, dan dilanjutkan belajar sampai larut di malam hari.Semua itu dilakukan untuk mendapatkan nilai bagus pada saat Ujian Nasional. Orang tua tak mau kalah, dengan sekuat tenaga mereka berusaha ke sana ke mari untuk mencarikan tempat tambahan belajar bagi anaknya. Menitipkan kepada guru kelas atau wali kelas untuk mau memberi tambahan belajar bagi anaknya.Menanyakan perkembangan anaknya dengan intens.
Merupakan suatu kewajaran, jika itu dilakukan oleh orang tua yang merasa khawatir jika anaknya tidak lulus atau mendapat nilai buruk. Ambisi ingin menyekolahkan anaknya ke sekolah favorit, membuat orang tua rela melakukan segala cara. Tak terkecuali dengan intervensi dan intimidasi yang selalu diberikan orang tua kepada guru.Sehingga iming-iming nilai baik seolah menjadi hantu bagi guru.Tuntutan demi tuntutan dilontarkan begitu saja seolah mengabaikan perasaan guru.
Tentu saja yang demikian merupakan contoh sebagian kecil betapa guru telah didzolimi.Hak mendapat kenyamanan dalam menjalankan tugas sebagai seorang guru telah dirampas.Suatu penindasan profesi yang dilakukan secara tidak sengaja oleh walimurid.Yang demikian acapkali terjadi, namun hal ini dianggap suatu kewajaran.sehingga gurupun tidak berkutik dalam ketidakberdayaannya.
Sebagaimana kita ketahui, kerap kali diberitakan di media tentang kasus guru yang dilaporkan oleh orang tua karena memberikan sanksi pada siswa yang melakukan tindakan indisipliner.Tentu saja maksud dan tujuan guru hanya satu yakni mendidik dan memberikan pembelajaran pada siswa.Pada zaman dulu, pemberian sanksi berupa jeweran, pukulan, hukuman lari mengelilingi lapangan, membersihkan toilet, dijemur dilapangan dalam kondisi yang panas, dan lain sebagainya merupakan suatu kewajaran. Namun, jika itu semua dilakukan saat ini, tentu saja guru akan mendapatkan masalah besar. dan bisa saja menjadipelanggaran hukum terhadap Undang-undang Perlindungan Anak (UUPA)
Pasal yang dijadikan rujukan dalam pelaporan tindakan kekerasan pada anak oleh guru adalah Pasal 54 UU No. 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak yang menyatakan bahwa “Anak di dalam dan di lingkungan sekolah wajib dilindungi dari tindakan kekerasan yang dilakukan oleh guru, pengelola sekolah, atau teman-temannya, di dalam sekolah yang bersangkutan atau di lembaga pendidikan lainnya.
Tindakan disiplin kepada siswa oleh guru di waktu dulu merupakan hal biasa.Namun, saat ini menjadi tindakan yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM). Pada akhirnya, guru saat ini hanya memberikan pelajaran dan menyampaikan materi di dalam kelas, dengan kata lain sekadar untuk menggugurkan kewajibannya. Guru saatini terkesan apatis dengan perkembangan karakter anak. Guru khawatir jika memberikan sanksi pada siswa, Ia akan dilaporkan ke pihak berwajib. Tindakan pembiaran oleh guru terhadap siswa yang melanggar norma dan peraturan di sekolah, membuat siswa semakin besar kepala.Hal ini berakibat jatuhnya wibawa guru sebagai pendidik.Sedangkan perilaku siswa saat ini semakin tak terkendali.
Pendidikan karakter yang harus diajarkan kepada peserta didik sering terabaikan. Perasaan was-was jika memberikan teguran dan sanksi kepada siswa akan berdampak buruk bagi guru. Sehingga laju peningkatan karakter menjadi terhambat.Proses pendidikan yang seharusnya mancakup tiga ranah yakni pengetahuan, keterampilan, dan sikap, kini berkutat dengan penyampaian materi saja. Guru hanya memperhatikan peningkatan intelektual siswa ketimbang karakter siswa.  Akibatnya, banyak anak pintar namun karakternya memprihatinkan.Kenakalan remaja semakin merajalela, angka kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak semakin meningkat.Tentunya akan menjadi dilematis berkepanjangan jika ini dibiarkan.
Adanya pergeseran paradigma di masyarakat terkait perlindungan profesi guru maupun peserta didik harus segera dicarikan titik temunya.Abduhzen (2008) mengemukakan bahwa sebagai profesi, dalam bekerja guru memerlukan jaminan dan perlindungan perundang-undangan dan tata aturan yang pasti.Hal ini sangat penting agar mereka selain memperoleh rasa aman.Juga memiliki kejelasan tentang hak dan kewajibannya.Apa yang boleh dan tidak boleh mereka lakukan, serta apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh pihak lain kepada mereka, baik sebagai manusia, pendidik, dan pekerja. Undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen secara keseluruhan pada dasarnya merupakan jaminan dan perlindungan bagi guru dan dosen dalam profesinya.
Dalam PP nomor 74 Tahun 2008Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.Dengan demikian sudah menjadi tanggung jawab guru untuk mengembangkan pendidikan karakter pada peserta didik.
Dibutuhkan kesamaan persepsi dari semua pihak dalam menafsirkan PP nomor 74 tahun 2008 tentang Guru dan Undang-undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak. Perlu adanya sinergi yang baik dari pendidik maupun stakeholder dengan tujuan untuk membangun pendidikan yang berkualitas.Pemberian motivasi pada profesi guru maupun peserta didik mutlak harus dilakukan.Segala bentuk intimidasi, kriminalisasi, dan politisi dalam pendidikan harus segera dihilangkan.
Sehingga pada akhirnya mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan yang tertuang dalam Tujuan Pendidikan Nasional akan tercapai dengan baik.

                                                                                       ———— ooo ————-

Tags: