Unair Surabaya Tambah Lagi Tiga Guru Besar

Tiga calon guru besar Unair yang akan dikukuhkan besok, Sabtu (16/1). Ketiganya ialah Prof Sri Pantja Madyawati, Prof I Made Narsa dan Prof Anwar Ma'ruf.

Tiga calon guru besar Unair yang akan dikukuhkan besok, Sabtu (16/1). Ketiganya ialah Prof Sri Pantja Madyawati, Prof I Made Narsa dan Prof Anwar Ma’ruf.

Surabaya, Bhirawa
Universitas Airlangga (Unair) kembali akan menambah daftar guru besarnya. Mereka yang akan dikukuhkan itu ialah Prof Sri Pantja Madyawati dan Prof Anwar Ma’ruf dari Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) serta Prof I Made Narsa dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB). Ketiganya akan dikukuhkan besok, Sabtu (16/1).
Dalam pengukuhannya, Prof I Made Narsa akan mengusung topic terkait pergeseran dalam akuntansi dan peran strategis akuntan. Menurut dia, akuntan tidak boleh terkungkung dalam peran yang sempit sebagai auditor atau penyedia informasi.
“Harus lebih dari itu,” ujar dia kemarin. Akuntan, lanjutnya, memiliki peran penegak integritas, pengawal transparansi dan akuntabilitas, serta penjaga etika. Namun, dalam mewujudkan good governance dan clean governance, akuntan belum berperan optimal.
Dia merinci, dalam audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap 522 laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) dari tahun 2010-2014, hanya 34 pemerintah daerah yang meraih wajar tanpa pengecualian (WTP). Atau hanya sekitar 6,5%. Namun, tahun 2014 mengalami peningkatan peraih WTP. Dari 504 LKPD, sekitar 251 provinsi maupun kabupaten/kota meraih WTP.
“Tapi opini WTP dari akuntan independen ini belum tentu menjamin pemerintah itu bersih dari korupsi. Beberapa daerah yang laporan keuangannya memperoleh WTP dari BPK, beberapa bulan kemudian terungkap ada kasus korupsi,” jelasnya. Bila yang memperoleh opini WTP saja belum bersih, bagaimana dengan daerah yang belum memperoleh WTP. “Akuntan harus mampu berperan optimal untuk mempercepat proses perubahan menuju tata kelola yang good dan clean,” tandas guru besar Unair ke 445 ini.
Sementara itu, dalam pengukuhan guru besarnya, Sri Pantja mengangkat penguatan ilmu fisiologi reproduksi veteriner untuk mempertahankan diversitas fauna dalam mencapai swasembada ternak sapi Indonesia. Menurutnya, tingkat konsumsi daging sapi masyarakat Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga.
Dia menyebutkan data. Tahun 2009 ketika tingkat konsumsi daging sapi di Indonesia sebesar 1,88 kilogram (kg) per kapita per tahun, Filipina punya tingkat konsumsi daging sapi dua kali lipat lebih besar yakni 4 kg per kapita per tahun. Australia malah 18 kali lebih besar (35 kg).
Fenomena itu tak lepas dari harga daging sapi yang begitu mahal di Indonesia. Harga mahal ini karena ketersediaan daging yang begitu terbatas, meski tidak merata di seluruh wilayah Indonesia. “Rendahnya tingkat konsumsi daging sapi cukup berpengaruh terhadap asupan protein hewani masyarakat,” ungkap guru besar Unair ke 444 ini dan ke 152 saat Unair PTN BH.
Untuk meningkatkan produktifitas dan populasi sapi di Indonesia perlu ditunjang dengan tiga faktor, yaitu breeding, feeding, dan manajemen. Pantja menjelaskan, breeding terkait dengan reproduksi seekor sapi betina untuk menghasilkan pedet yang unggul dari sapi-sapi lokal yang ada di Indonesia.
Di sisi lain, Prof Anwar Ma’ruf bakal mengangkat inovasi pengendalian penyakit dan peningkatan produksi ternak melalui komunikasi sel secara fisiologi veteriner. “Dengan mencermati komunikasi sel, maka elemen dalam komunikasi sel yang dapat mempengaruhi produksi dapat ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya sesuai tujuan pengembangan produk,” pungkasnya. [tam]

Tags: