Urgensi Komitmen Pemerintah Berantas Korupsi

Korupsi menjadi salah satu tantangan bangsa yang terus diperangi. Menjadi logis adanya, jika arah kebijakan nasional dalam upaya mensinergikan program dan inisitaif pencegahan korupsi yang dilakukan pemerintah perlu mendapat perhatian dan pengawalah publik secara kolektif. Komitmen pemberantasan korupsi merupakan tonggak penting dalam pemerintahan sebuah negara. Pemerintahan boleh berganti rezim, berganti pemimpin, namun rakyat Indonesia menginginkan pemimpin yang benar-benar berkomitmen besar dalam pemberantasan korupsi.
Terlebih, Presiden Joko Widodo meminta agar aksi pencegahan korupsi tidak lagi sebatas seremonial, disampaikan saat peluncuran Aksi Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK) 2023-2024, di Jakarta pada Selasa (20/12/2022). Oleh sebab itu, sudah semestinya Pemerintah serius memberantas korupsi di sektor yang lebih luas, khususnya sektor politik dan birokrasi, yang sangat berpotensi menaikan skor IPK Indonesia akan signifikan.
Menurut data Indonesia Corruption Watch (ICW), Kejaksaan Agung menangani 371 kasus korupsi sepanjang 2021 dengan 814 tersangka. Jumlah kasus dan tersangka tersebut menjadi yang tertinggi dalam lima tahun terakhir. Sedangkan, tersangka korupsi yang dijerat Kejaksaan Agung pada 2021 meningkat 61,19% dibandingkan pada tahun sebelumnya yang sebanyak 505 orang. Angkanya pun merupakan yang tertinggi selama 2017-2021. Adapun, tersangka kasus korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung paling banyak dari unsur aparatur sipil negara (ASN) pada 2021, yakni 242 orang. Sebanyak 162 tersangka korupsi berasal dari swasta. Sedangkan, 101 tersangka lainnya merupakan kepala desa.
Itu artinya, terdapat catatat buruk terkait integritas PNS dan kegagalan pemerintah dalam memahami semangat zero tolerance untuk kejahatan korupsi. Upaya pembenahan birokrasi di Indonesia masih jauh panggang dari api. Rendah dan lambatnya komitmen Pemerintah dalam agenda pemberantasan korupsi dari keengganan memecat PNS koruptor sangat disayangkan. Mestinya, tanggung jawab untuk memberhentikan PNS diserahkan kepada menteri, pimpinan lembaga, sekretaris jendral dan kepala daerah. Hal tersebut tertuang dalam Pasal 53 UU Nomor 5 Tahun 2014. Untuk itu, sudah semestinya, pemerintah serius memberantas korupsi di sektor yang lebih luas, khususnya sektor politik dan birokrasi.

Ani Sri Rahayu
Dosen Civic Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.

Tags: