Warek II Unair Diangkat Jadi Guru Besar Akuntansi

Prof Retna Apsari (kiri), Prof Moh Nasih, dan Prof Djoko Agus Purwanto tiga guru besar baru Universitas Airlangga.

Prof Retna Apsari (kiri), Prof Moh Nasih, dan Prof Djoko Agus Purwanto tiga guru besar baru Universitas Airlangga.

Surabaya, Bhirawa
Universitas Airlangga (Unair) kembali mengangkat tiga guru besar di bidang Akuntansi, Biooptika dan Kimia Farmasi. Salah satu yang berhasil meraih gelar guru besar itu ialah Wakil Rektor (Warek) II Unair Prof Mohammad Nasih.
Ketiga guru tersebut akan dikukuhkan pada Sabtu (29/11) mendatang. Selain Prof Nasih di bidang ilmu Akuntansi, guru besar baru lainnya ialah Prof Djoko Agus Purwanto bidang ilmu Kimia Farmasi dan Prof Retna Apsari dalam bidang ilmu Biooptika. Masing-masing merupakan guru besar ke-430, 431, dan 432.
Pengangkatan Nasih sebagai guru besar ini dikabarkan akan menjadi penguat dalam pencalonannya sebagai Rektor Unair. Namun hal ini segera dibantah Nasih. Dia mengatakan, dikukuhkannya sebagai Guru Besar Unair tidak ada kaitannya dengan pencalonannya sebagai calon Rektor Unair yang dimulai awal 2015 mendatang.
“Kalau soal guru besar saya akan rebutan dengan rekan-rekan yang lain, tapi kalau soal itu (pencalonan rektor) tidak boleh rebutan. Tapi kalau ada amanah, saya tidak apa-apa,” ungkap Nasih, Kamis (27/11). Dalam orasi ilmiahnya Prof Moh Nasih mengangkat tema ‘Membangun Human Capital Meraih Indonesia Makmur Sejahtera’. Sementara itu, Prof Djoko Agus Purwanto bakal mengangkat judul ‘Peran Kimia Farmasi dalam Pengembangan Obat Nasional.’
Prof Djoko  menjelaskan, pemerintah Indonesia masih perlu membenahi sisi produksi dan kebijakan obat nasional. Sebab, lebih dari 96 persen bahan baku sediaan farmasi yang beredar di negara ini merupakan produk impor. “Kebanyakan dari Tiongkok yang mencapai 60 persen,” kata dia.
Padahal, kata pria yang juga Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Unair ini, Indonesia kaya akan bahan baku obat. Salah satu potensi yang layak dikembangkan menjadi obat adalah daun teh. Daun teh memunyai kandungan utama senyawa epigalokatekin galat (EGCG). Senyawa ini memiliki potensi kuat untuk menurunkan insiden kanker di Indonesia.
Dia menjelaskan, EGCG maupun teh hijau telah terbukti dapat mencegah terjadinya kanker. Mekanismenya EGCG terhadap pencegahan kanker dapat melalui aktivitasnya dalam meningkatkan sistem perbaikan DNA, immunosurveillance dan sifat antioksidannya yang tinggi. Sifat antioksidan EGCG mencapai 100 kali dari vitamin C atau 25 kali dari Vitamin E, sehingga EGCG dikenal dapat menyembuhkan kanker, anti HIV, meningkatkan sistem kekebalan tubuh, anti penuaan dini dan masih banyak lagi khasiatnya. “Keuntungannya lagi, teh bisa diminum terus-menerus. Kalau minum obat selam satu bulan saja bisa kelenger. Jadi, tingkat kepatuhan terhadap minum teh bakal tinggi dibandingan dengan minum obat,” jelasnya.
Sedangkan Prof Retna Apsari dalam pengangkatannya sebagai guru besar, orasinya akan mengangkat tema ‘Peran Biooptika dan Laser dalam Mewujudkan Kemandirian Bangsa di Bidang Kesejahteraan’. Prof Retna berhasil membuat alat Photodynamic Therapy(PDT) yang berfungsi untuk menggeser metode kemoterapi yang biasa digunakan sebagai  terapi  pengobatan  kanker.  “Jika  biasanya  rangkaian  pengobatan  kanker menggunakan X-ray, maka alat ini menggunakan sinar laser,” tutur ibu tiga anak ini. [tam]

Tags: