Warga Medokan Ayu Saling Klaim Lahan

Salah satu warga yang memiliki tanah di Medokan Tambak Gang III, Kelurahan Medokan Ayu, Kecamatan Rungkut membongkar pembatas tanah kavling yang telah diklaim orang lain, Selasa (5/1) kemarin. [Gegeh Bagus/bhirawa]

Salah satu warga yang memiliki tanah di Medokan Tambak Gang III, Kelurahan Medokan Ayu, Kecamatan Rungkut membongkar pembatas tanah kavling yang telah diklaim orang lain, Selasa (5/1) kemarin. [Gegeh Bagus/bhirawa]

Surabaya, Bhirawa
Tanah seluas 897 meter persegi di Kelurahan Medokan Ayu, Kecamatan Rungkut menjadi rebutan dua kelompok warga. Hal ini setelah adanya surat kepemilikan tanah ganda antara warga yang memiliki lahan salah satu warga bernama Fauzi.
Dari pantauan Bhirawa di lapangan tepatnya di Medokan Tambak Gang III tersebut telah di beri batas oleh warga yang mengklaim miliknya. Tak tanggung-tanggung, meski tanah tersebut sudah diurug dan dipondasi, namun oleh warga bernama Fauzi di tutup dengan plengsengan seng secara memanjang.
Hal ini membuat sejumlah warga yang merasa memiliki tanah yang lengkap dengan surat-suratnya berang. Mereka membongkar pembatas tersebut yang dikasih patokan. Selain itu, akses jalan menuju tanah warga juga ditutup dengan pembatas seng.
Seperti warga Medokan Ayu Tambak yang memiliki tanah berukuran 8×6 meter persegi, Mughni Labib membongkar pembatas tersebut. Menurutnya, pemberian pembatas tersebut dirasanya sebagai terror terhadap dirinya bersama warga yang telah memiliki tanah tersebut.
“Pada mulanya saya tidak tahu sama sekali. Saya seperti kena terror, kaget kan. Kan saya yang punya tanah kok malah dipagari orang atas nama Fauzi (mengklain memiliki tanah, red) yang mematoki semua tanah di sini,” kata Mughni saat ditemui di lokasi tanah kavlingnya, Selasa (5/1) kemarin.
Setelah mengetahui tanahnya dipatoki oleh orang lain, dirinya langsung menanyakan ke Yuli pembeli tanah tangan ke empat ini. Dari pertemuan tersebut, Mughni menjelaskan bahwa tanahnya telah dipatoki orang lain.
“Bu Yuli juga tidak percaya kalau tanah yang saya beli dipatoki orang lain. Selama ini kan rumah saya juga dekat sini dan kemudian saya urug,” ujarnya.
Ia menerangkan, bahwa semua warga yang memiliki tanah telah memiliki surat tanahnya. Bahkan, dirinya pun telah memiliki surat tanah yang induknya berbentuk sertifikat. “Jadi cukup akta jual beli tanah dari notaries,” tambahnya.
Selain Mughni, pemilik tanah berukuran 7×10 meter persegi, Ari Sugiharto warga Kupang Krajan VII tersebut juga mengalami permasalahan yang sama. Bahkan ia juga telah mengantongi sertifikat induk tanahnya.
“Saya beli tanah ini pada Januari akhir 2015 dari Kusuma Wahyudi. Intinya saya memiliki tanah selama satu tahun dan tidak ada masalah. Dan akhir-akhir ini diklaim milik Fauzi. Saya cek siapa itu Fauzi di Polsek Rungkut juga punya catatan buruk,” ceritanya.
Sugiharto juga membeberkan, bahwa tiga rumah yang berdekatan dengan tanahnya yang telah ditempati sejak tahun 2001 silam juga tak luput dicaploknya. “Mangkanya, ini kan aneh masak rumah yang sudah ditempati sejak lama juga diklaim miliknya,” herannya.
Sementara itu, Camat Rungkut, Ridwan Mubarun juga telah mengetahui akan adanya kedua belah pihak warga saling klaim memiliki tanah tersebut. Ia juga mengakui bahwa keduanya juga sama-sama memiliki surat tanahnya.
“Kedua pihak warga tersebut memang sama-sama memiliki surat. Dari sekitar 800 meter persegi tanah tersebut statusnya petok D,” kata Ridwan saat dikonfirmasi Bhirawa.
Ridwan menerangkan bahwa di wilayahnya banyak pengkavling tanah yang nakal. Bahkan, jual beli tanah tersebut dirasa perlu diselesaikan dengan cara kekeluargaan. Dengan adanya permasalahan ini, pihak Kelurahan Medokan Ayu telah mengundang kedua pihak warga tersebut.
“Besok (hari ini, red) Jam 10.00 WIB Pak Lurah telah memanggilnya untuk dibahas bersama. Jalan keluarnya memang dengan cara kekeluargaan,” urainya.
Untuk mengantisipasi kalau permasalahan ini belum menemukan titik terang, Ridwan akan meminta petunjuk ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Kalau tidak ada jalan keluarnya kita minta petunjuk BPN dan sejumlah pihak menyangkut persoalan tanah tersebut. Dan prinsip, kami tidak menginginkan ada pihak yang dirugikan dari persoalan ini,” tambahnya.
Demikian juga soal status tanah milik sejumlah warga kelurahan Medokan Ayu, menurut Ridwan juga masih belum bisa diselesaikan. Ini dikarenakan sertifikat yang dimiliki warga ternyata menggunakan dasar lansiran tahun 1960. Padahal seharusnya sertifikat tanah itu menggunakan lansiran tahun 1974.
Dengan demikian sertifikat tanah yang dimiliki warga itu asli tapi dasar yang digunakan pembuatannya oleh Badan Pertanahan Negara (BPN) yang salah. Karena tanah persil yang disertifikat sesuai lansiran tahun 1960 lokasi tanah bukan disitu dan yang sesuai lokasi tanahnya adalah  lansiran tahun 1974. (geh)

Rate this article!
Tags: