Warga Nganjuk Masih Lestarikan Tradisi ‘Nyadran’

Pembukaan acara nyadran Desa Kurungrejo Kecamatan Prambon ditandai dengan penyerahan sesaji kepada Bupati Nganjuk Drs H Taufiqurrahman oleh sesepuh desa.(ristika/bhirawa)

Pembukaan acara nyadran Desa Kurungrejo Kecamatan Prambon ditandai dengan penyerahan sesaji kepada Bupati Nganjuk Drs H Taufiqurrahman oleh sesepuh desa.(ristika/bhirawa)

Nganjuk, Bhirawa.
Berbagai cara dilakukan oleh masyarakat untuk melestarikan budaya leluhur bangsa. Salah satunya seperti yang dilakukan masyarakat Desa Kurungrejo Kecamatan Prambon dengan menggelar serangkaian ritual sedekah bumi atau yang lebih dikenal dengan sebutan nyadran.
Acara seperti ini merupakan agenda rutin yang digelar satu tahun sekali pasca panen raya atau biasanya diambil pada hari-hari tertentu dalam penaggalan Jawa. Beberapa ritual dilakukan untuk meminta keselamatan dan kemakmuran. Terlihat puluhan dayang-dayang beriringan mengantar sesaji berupa hasil bumi ke punden desa.
Lokasi yang dipilih atau biasa disebut punden dalam ritual nyadran merupakan petilasan tokoh yang konon menurut cerita adalah orang pertama yang mendiami desa, sehingga sampai sekarang tetap dikenang. Setelah sesepuh desa membacakan doa dengan disertai bakar kemenyan di sekitar punden, warga yang hadir saling berebut sesaji berupa hasil bumi.
Masyarakat berkeyakinan jika makanan maupun barang-barang yang sudah diarak oleh dayang-dayang hingga sampai ke punden memiliki manfaat tersendiri. Selain melakukan ritual, acara juga diisi dengan hiburan-hiburan khususnya yang bernuansa seni daerah.
Menurut Satimo, sesepuh Desa Kurungrejo, tradisi Nyadran adalah ritual untuk memperingati asal muasal didirikannya suatu desa oleh orang yang pertama kali membuka lahan desa. Tradisi nyadran masih dilestarikan sampai sekarang di berbagai desa di Kabupaten Nganjuk. Konon tradisi ini sudah berumur sangat kuno, yaitu sejak jaman Kerajaan Mataram Hindu.
Prosesi nyadran biasanya diawali dengan ritual selamatan di kuburan atau punden desa tempat leluhur dimakamkan. Warga desa beriring-iringan sambil mengusung tandu kencana yang berisi berbagai hasil bumi dan makanan khas untuk selamatan. Tandu kencana tersebut diibaratkan sebagai tandu untuk mengusung raja pada masa lampau.
Perjalanan iring-iringan nyadran diarahkan menuju punden yang kemudian diadakan upacara selamatan bersama para sesepuh desa. Dalam acara selamatan itu dilakukan doa bersama lalu berkat selamatan dibagi-bagikan lagi kepada warga yang hadir.
Setelah itu, biasanya prosesi nyadran dilanjutkan dengan pagelaran wayang kulit maupun wayang timplong dan tarian tayub selama semalam suntuk. “Ritual nyadranan merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah diberi panen dan rejeki yang melimpah,” ujar Satimo, sesepuh desa setempat.
Sementara itu Bupati Nganjuk Drs H Taufiqurrahman yang hadir dalam acara nyadran di Desa Kurungrejo mengatakan, Pemkab Nganjuk akan terus mendorong pelestarian seni dan budaya local. Terutama ritual nyadran sebagai salah satu bentuk untuk kegiatan melestarikan budaya yang berkembang ditengah-tengah masyarakat.
“Acara sedekah bumi yang diadakan oleh masyarakat menggambarkan wujud puji syukur kepada sang pencipta dan juga sebagai salah satu bentuk kepedulian terhadap pelestarian budaya, agar tidak punah di tengah pesatnya kemajuan jaman dan teknologi,” jelas Bupati Taufiqurrahman. [ris]

Tags: