Waspada Harga Bawang

Foto Ilustrasi

Iklim politik, dan isu kenaikan harga pangan, tidak mempengaruhi harga riil di pasar tradisional. Harga tetap stabil. Namun pada sepekan mendatang perlu siaga menghadapi kenaikan harga. Penyebabnya, “budaya memborong” bahan pangan jelang Ramadhan. Maka TPID (Tim Pengendalian Inflasi Daerah) mesti bekerja lebih keras mengekang kendali harga, agar tidak meliar. Saat ini harga bawang putih sudah mulai melesat sampai 50%. Bawang merah, tak mau kalah.
Bawang putih nasional masih bergantung pada impor sampai 95%. Harus diakui, hingga kini petani lokal belum mampu menghasilkan bawang putih sebaik komoditas impor (dari China). Tanaman bawang putih sangat cocok tumbuh di kawasan beriklim sub-tropis (seperti China, dan India). Penanaman di Indonesia tumbuh tidak sesuai pengharapan, kerdil, aromanya kurang semerbak. Walau tidak kalah rasa getirnya.
Sehingga terlambat impor bisa mempengaruhi ketersediaan. Pedagang akan kekurangan pasokan. Dus, harga bawang putih melesat naik. Harga bawang putih berfluktuasi, berada pada kisaran Rp 43.663,- per-kilogram. Biasanya berkisar Rp 25 ribu. Meroket (72%) sejak pekan kedua bulan April. Konon disebabkan pemerintah (Kementerian Pertanian) belum menerbitkan RIPH (Rencana Impor Produk Hortikultura). Produksi bawang putih lokal selalu tidak sebanding dengan kebutuhan.
Panen bawang putih dengan hasil terbaik, hanya menghasilkan 21 ribu ton (terjadi pada tahun 2017). Berdasar catatan konsumsi pertanian (tahun 2018), kebutuhan bawang putih nasional mencapai 500 ribu ton. Pertumbuhan konsumsi diperkirakan sebesar 7,88%. Sehingga kebutuhan bawang putih pada tahun 2019, akan mencapai 540 ribu ton. Impor menjadi keniscayaan. Tak jarang, harga bawang putih menjadi “permainan” pedagang besar. Harganya pernah setara dengan daging sapi.
Tetapi sejak dua tahun lalu telah diatur melalui Permendag Nomor 30 tahun 2017 tentang Tata Tertib Impor Produk Hortikultura. Di dalamnya termasuk bawang putih. Bawang putih didatangkan dari China, dan India. Dengan volume sekitar 480-an ribu ton, nilainya bisa mencapai US$ 450 juta (sekitar Rp 6,4 trilyun). Berdasar perhitungan usaha ke-pertani-an, impor lebih murah. Bisa pula melalui “imbal barter” dengan komoditas asal Indonesia. Misalnya, kelapa sawit, atau batubara, yang dibutuhkan China.
Harga hortikultura yang lain, bawang merah, juga tak kalah melaju. Pekan ini harganya mencapai Rp 36.600,- per-kilogram. Bahkan jelang coblosan mencapai Rp 40 ribu. Padahal biasanya berkisar Rp 25 ribu. Sudah mengalami penurunan dibanding hari Minggu kemarin, setelah dilakukan operasi pasar. Pedagang tidak berani “nyetok” bawang dalam jumlah besar, karena khawatir segera terkoreksi. Pemerintah (melalui Kementerian Perdagangan) telah mengizinkan impor bawang putih sebanyak 100 ribu ton.
Menjelang bulan Ramadhan (sepuluh hari lagi), harga telur dan daging ayam, serta gula, diperkirakan masih landai. Sedangkan harga produk hortikultura (termasuk cabai) tetap harus diwaspadai. Hortikultura, telah sering menjadi “mesin” pendorong utama inflasi. Tetapi pada Ramadhan tahun (2019) ini, cuaca ekstrem telah mereda. Tiada hujan besar, tanaman sayur dan buah, akan bersemi subur. Begitu pula tiada badai di laut, sehingga nelayan bisa berlayar lebih tenang.
Kenaikan harga (dan besarnya nilai impor) bawang putih, bisa “digoreng” menjadi isu politik. Lebih lagi bersamaan dengan belum tuntasnya perhitungan suara pemilu (pilpres maupun pileg). Juga diharapkan, pemerintah tidak latah turut menaikkan harga publik (administered price). Terutama tarif dasar listrik (TDL), gas (Elpiji), dan BBM.
TPID seyogianya kukuh menjaga IHK (Indeks Harga Konsumen) tidak melambung liar. Serta telah meng-agendakan operasi pasar murah, dengan cakupan lokasi lebih luas.

——— 000 ———

Rate this article!
Waspada Harga Bawang,5 / 5 ( 1votes )
Tags: