Waspada KKN pada PPDB

mahalTahapan tahun ajaran baru 2014/2015, sudah dimulai dengan pembukaan pendaftaran murid baru. Tetapi berbagai Pemerintah Daerah (kabupaten dan kota) melaksanakan kebijakan berbeda-beda. Ironisnya hampir seluruhnya menyulitkan orangtua murid. Padahal, sudah terdapat regulasi, berupa Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur PPDB (Penerimaan Peserta Didik Baru). Beberapa kebijakan pemerintah daerah nyata-nyata melanggar UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas.
Berdasar pengalaman PPDB tahun lalu, pendaftaran murid baru patut diwaspadai adanya praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme). Beberapa kebijakan yang rawan KKN diantaranya adalah sistem pagu kuota rekomendasi, serta tes bakat skolatik. KKN terutama terjadi pada sekolah-sekolah favorit. KKN selalu berujung pada kejengkelan orangtua murid. Andai tetap terjadi pada tahun ini, bisa dipastikan berakibat pada pelaporan yang berujung konsekuensi hukum.
Tak dapat dipungkiri, sekolah negeri masih menjadi favorit utama orangtua murid. Sehingga kelas rombel (rombongan belajar) berjejalan. Tak lain, karena sekolah negeri (SD sampai SMU, MA dan SMK) dibiayai oleh negara. Itulah awal keruwetan. PPDB bukan hanya merugikan orangtua murid, tetapi juga merugikan sekolah. Bahkan beberapa sekolah Negeri (SD, SMP dan SLTA) mengalami kerugian karena “paceklik” murid.
Seluruh SD dan SMP dan SLTA Negeri di Jawa Timur, sudah dilarang memungut uang pendaftaran maupun biaya daftar ulang pada setiap tahun ajaran baru. Bahkan uang buku pun dilarang, sejak tahun (2013) lalu, karena sudah disediakan melalui APBN. Setiap murid akan menerima buku paket wajib secara cuma-cuma. Hanya biaya seragam yang masih dilayani oleh (koperasi) sekolah.
Tetapi masuk sekolah negeri bukan mudah. Juga tak cukup hanya mengandalkan nilai ujian nasional (UN) yang tinggi, maupun rapor yang baik (untuk mendaftar ke SMP dan SLTA Negeri). Melainkan juga harus mempertimbangkan rayonisasi. Kriteria rayonisasi, sebenarnya juga dituangkan dalam PP Nomor 17 tahun 2010 pasal 70 ayat ayat (2), tetapi kriteria tersebut hanya untuk jenjang SD/MI.
Kriteria rayon (kedekatan dengan tempat tinggal) merupakan kriteria terakhir, diatur pada pasal 69 ayat (5). Yakni setelah persyaratan hasil tes kemampuan membaca, menulis, dan berhitung, atau bentuk tes lain. Itupun diberlakukan manakala daya tampung sekolah (SD Negeri) melebihi kapasitas pendaftar, sehingga harus diberlakukan peringkat-an. Tetapi di Surabaya, kriteria kedekatan tempat tinggal menjadi pertimbangan utama.
Pada PPDB SD, panitia menafsirkan kriteria kedekatan berdasarkan data KSK (Kartu Susunan Keluarga orangtua murid). Secara faktual, banyak warga Surabaya memiliki alamat tempat tinggal yang berbeda dengan alamat di KTP/KSK. Banyak PNS, pekerja swasta dan kalangan buruh, memilih kontrak sewa rumah mendekati pekerjaan, tanpa pindah KTP/KSK.
Agaknya, pemerintah daerah tak siap benar mengantisipasi PPDB. Lebih lagi untuk SD, diberlakukan sistem on-line, tetapi panitia pendaftar di sekolah tidak dibekali kemampuan memadai. Sedangkan pada jenjang SMP, daftar ulang (setelah diterima di SMPN) masih harus membawa KSK asli dan SKHUN serta ijasah. Persyaratan administratif remeh-temeh seharus tidak diperlukan lagi. Toh pada saat mendaftar awal secara on-line seluruh data sudah disigi melalui data-base.
Bahkan untuk jenjang SLTA, persaingannya makin ketat dengan tes kemampuan akademik. Uji akademik oleh sekolah merupakan amanat PP Nomor 17 tahun 2010. Pada pasal 82 ayat (5) menyatakan: “satuan pendidikan dapat melakukan tes bakat skolastik untuk seleksi penerimaan peserta didik baru dikelas 10 (sepuluh).” Tapi bisa rawan KKN, jika hasil tes bakat tidak diumumkan secara terbuka.
Prinsipnya, seluruh peraturan PPDB harus berdasar pada pasal 82 ayat (1). Dinyatakan: “Penerimaan peserta didik pada satuan pendidikan menengah dilakukan secara objektif, transparan, dan akuntabel.”

———   000   ———

Rate this article!
Waspada KKN pada PPDB,5 / 5 ( 1votes )
Tags: