AJI Tegaskan Pentingnya Perlindungan Jurnalis dari Ancaman Kriminalisasi

Kota Malang, Bhirawa
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Malang menggelar diskusi bertajuk Kebebasan pentingnya perlindungan terhadap jurnalis dan masyarakat sipil dari ancaman kriminalisasi.Berekspresi Versus Kriminalisasi. Diskusi ini melahirkan kesepahaman bersama pentingnya perlindungan terhadap jurnalis dan masyarakat sipil dari ancaman kriminalisasi.
Ketua AJI Malang, Mohammad Zainuddin mengatakan, para jurnalis maupun kelompok masyarakat sipil rentan mengalami kekerasan, persekusi, intimidasi sampai kriminalisasi. Karena itu semua pihak harus saling berkolaborasi saling menguatkan.
“Kita ini hidup di dunia nyata dan dunia maya. Tapi sayangnya dua kehidupan itu sama – sama berbahayanya,” kata Zainuddin di Sahid Montana Hotel, Kota Malang, Senin (28/10/2019).
Saat gelombang unjuk rasa di berbagai daerah menolak berbagai perundangan itu pada September 2019, tidak sedikit jurnalis jadi korban kekerasan. Tercatat saat itu ada lebih dari 10 jurnalis di berbagai daerah jadi korban kekerasan aparat saat meliput aksi unjuk rasa.
AJI Malang juga mencatat masih ada pelarangan dan sensor terhadap kerja jurnalis di Malang pada 2019 ini. Pelaku pelarangan pemuatan dan sensor berita itu adalah adalah oknum kepolisian maupun institusi pemerintah.
UU ITE dan RUKUHP juga berpotensi menjerat jurnalis maupun warganet. Ini harus disikapi bersama. Zainuddin berharap forum diskusi akan terus berlanjut dan menghasilkan komitmen bersama.
“Karena di sini tidak hanya membahas tentang kekerasan terhadap wartawan, tapi semuanya rentan terhadap kriminalisasi atau korban kekerasan terkait kebebasan berekspresi,” tuturnya.
Sejumlah perusahaan media, organisasi jurnalis seperti PWI Malang, IJTI Korda Malang Raya, PFI Malang, akademisi ilmu komunikasi dan lembaga konsultasi hukum dari sejumlah perguruan tinggi serta organisasi masyarakat sipil hadir dalam diskusi ini. Masing – masing memberikan pandangan tentang situasi kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers.
Himawan Sutanto, Kepala Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang mengatakan, ada kesenjangan kemerdekaan pers yang cukup tinggi. Skor Indeks Kemerdekaan Pers di Jawa Timur mencapai 70, angka yang cukup lumayan.
‘Dari tinjauan kritis kondisi kemerdekaan pers sebenarnya jauh lebih buruk dari itu. Butuh riset mendalam, juga gerakan literasi tidak ada kekerasan terhadap jurnalis,” ujar Himawan.
Kepala Jurusan Ilmu Komunikasi UB Malang, Antoni mengatakan, jurnalis dan masyarakat rentan dijerat dengan UU ITE. Ini harus jadi kajian yang serius agar kebebasan berekspresi tidak dikebiri.
“Negara masih sering menggunakan perundangan itu, jadi teror terhadap kebebasan berekspresi,” kata Antoni.
Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Widyagama Malang, Sulthon Miladiyanto mengatakan, harus ada kerjasama antara pusat bantuan hukum perguruan tinggi dan Lembaga Bantuah Hukum (LBH) untuk mendorong perlindungan terhadap kebebasan berekspresi.
“Bila perlu semua organisasi jurnalis bersatu untuk membentuk lembaga bantuan hukum. Kami siap membantu,” kata Sulthon.
Hal senada dikatakan Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Merdeka Malang, Hartarto Pakpahan. Lembaganya, siap membantu bila para jurnalis berperkara atau mengalami kekerasan. “Secara prinsip kami siap membantu,” tuturnya.
Diskusi ini sendiri rencananya akan digelar secara rutin dan bergantian dari satu lembaga ke lembaga lainnya. Ada kesepakatan bersama untuk mendukung kebebasan berekspresi dan membantu perlindungan terhadap jurnalis maupun masyarakat sipil. [mut]

Tags: