Angkat Cerita Dolly jadi Motif Batik

Theresia Monica (kanan), Febrina, dan Aniendya Christianna menunjukkan karya masing-masing yang di lombakan pada karya cipta motif batik, Surabya Fashion Parade beberapa waktu yang lalu.

Surabaya, Bhirawa
Jika mendengar kata “Dolly”, masyarakat akan dengan mudah mengkaitkan dengan lokalisasi terbesar di Asia Tenggara. Yah, Dolly dulu, yang dipandang sebelah mata dengan simbol “kupu-kupu” dan Daun Jarak nya, ternyata menarik perhatian mahasiswa Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Kristen (UK) Petra. Pasalnya, konotasi kata “kupu-kupu” yang tersemat dalam benak masyarakat menimbulkan persepsi negatif bagi mereka. Namun, hal tersebut dianggap berbeda oleh Dosen Art and Craft DKV UK Petra Aniendya Christianna. Bersama ke dua dosen lainnya, yaitu Maya dan Inggrid, Aniendya mencoba inovasi penggunaan motif “Kupu-kupu” dan Daun Jarak dalam sebuah lomba cipta batik yang diadakan oleh Surabaya Fashion Parade (SFP) dan Indonesia Fashion Chamber (IFC) dalam peringatan hari jadi kota Surabaya beberapa waktu yang lalu. Nindy menilai jika simbolis “Kupu-kupu” yang ia tekankan dalam lomba cipta batik khususnya bagi mahasiswa Petra merupakan bagian dari metamorfosa yang dialami kampung Dolly.
Dari kampung yang menuai polemik hingga menjadi kampung yang menjelma menjadi sendi-sendi kehidupan kota Surabaya dengan Perekonomian Kreatif nya. Diungkapkan Nindy sapaan akrab Aniendya keikut sertaanya dalam ajang cipta batik 2018 ini, merupakan hasil kerjasama yang telah ia rajut bersama kampung Dolly beberapa tahun belakangan, khususnya dalam inovasi batik.
“Kami sudah lama menjalin kerjasama dengan UKM batik di Dolly untuk membuat alternatif motif batik yang identik dengan Dolly banget nih atau bisa dibilang komponen-komponen yang identik dengan Dolly dan ceritanya,” ungkapnya. Lebih lanjut, mengapa kita bantu mereka membuat alternatif batik, karena kami menilai bahwa mereka membutuhkan inovasi-inovasi batik yang bisa menceritakan Dolly saat ini. Terlebih lagi, kebanyakan pecanting batik tidak memiliki background sebagai orang seni dan desain.
Terlepas dari hal tersebut, mulanya cipta motif batik ala Dolly merupakan bagian dari Ujian Tengah Semester (UTS) mata kuliah Art and Craft yang mengangkat tema batik. Dengan kerjasama yang di bangun oleh antara UKM batik Dolly dengan DKV sebelumnya, Nindy ingin mengeksplorasi Dolly lebih dalam lagi.
“Keikutsertaan saya bersama mahasiswa saya dalam ajang cipta batik merupakan tindak lanjut dari kerjasama yang kami bangun dengan UKM batik Dolly sebelumnya” jelasnya
Selain itu, lanjut dia, keikutsertaan mahasiswa DKV semester 6 juga sebagai upaya mendorong para mahasiswa untuk lebih berani berekspresi dan bersaing dengan dunia luar. “Kebetulan ada kompetisi membuat desain batik dengan tema kota Surabaya dan Cryptic maka kami kemudian menghimbau para mahasiswa untuk mengikuti kompetisi tersebut” Sahut dosen berusia 31 tahun yang lalu ini.
Sementara itu, dalam ajang tersebut, Nindy membuat batik yang ia namakan “Batik Rujak”. Tentu saja, bukan sembarang nama ia sematkan dalam karya berharganya ini. Lebih lagi, selama ini ia memberi perhatian lebih pada Eks lokalisasi Dolly. Ia menilai, jika pemberian nama “Rujak” tidak lepas dari filosofi yang ia angkat terkait cerita Dolly.
“Sepiring RUJAK saya analogikan sebagai perjalanan lika-liku kehidupan manusia. Dengan manisnya kebahagiaan, asamnya penderitaan dan pedesnya tantangan” paparnya.
Namun sebenarnya, Batik RUJAK merupakan gabungan dari Risma, Kupu-Kupu dan Daun Jarak. Nindy menceritakan jika terlukisnya sosok Walikota Surabaya Tri Risma Harini dalam bentuk siluet, menurutnya sebagai sebuah penghormatan dirinya terhadap satu-satunya Walikota perempuan yang dimiliki Surabaya, dengan kebijakan yang bisa dibilang cukup berani dalam menutup Eks Lokalisasi Dolly.
“Saya melihat, dari keseluruhan pemimpin yang berani menutup Dolly, adalah satu-satunya perempuan dan itu ibu Risma. Sehingga dari segi Cryptic (penyamaran) saya menggunakan bentuk siluet Risma di antara Kupu-Kupu dan Daun Jarak” pungkas Nindy yang sukses menyabet juara tiga pada ajang Lomba Cipta Batik.
Kedepan, Nindy dibawah naungan program study Art and Craft ingin mengolah motif batik yang dia buat dan mahasiswa buat kedalam batik tulis untuk dijadikan bahan utama, dompet, tas dan sebagainya.

Ingin Angkat Wajah Multikultural Kota Surabaya
Ingin membawa pesan kota Surabaya sebagai kota yang indah dengan keragaman masyarakat multikulturalnya dalam sebuah simponi yang indah, membawa mahasiswi Desain Komunikasi Visual semester enam UK Petra, Theresia Monica yang sukses meraih peringkat pertama dalam ajang cipta batik yang diselenggarakan oleh Surabaya Fashion Parade (SFP) dan Indonesia Fashion Chamber (IFC) beberapa waktu yang lalu. Batik Soera, nama itulah yang tersemat dari cipta motif batik yang ia buat. Theresia mengungkapkan jika kata Soera merupakan bagian dari Soera ing Baya yang berarti berani melawan kejahatan.
“Dalam desain ini, saya ingin menunjukan keberagaman dalam dinamisme yang disatukan oleh keberanian semangatpersatuan,” ungkap mahasiswi yang menggarap ide dasarnya ini hanya dalam waktu 1 hari saja. Lebih lanjut, batik Soera sendiri merupakan gabungan dari empat komponen utama, yaitu Bunga Jarak, Beluntas, Biduri, dan Kenanga. Ia menuturkan jika ke empat tumbuhan tersebut merupakan representatif dari bebeberapa nama jalan di Surabaya.
Seperti Jl.Jarak, Jl.Embong kenongo, Jl.Biduri Pandan, Jl.Nyamplungan. selain itu, Theresia juga menambahkan jika konsistensi kota Surabaya yang menjunjung nilai penghijauan dan ke dinamisan kota di era modern menjadi faktor kuat diangkatnya empat komponen tersebut.
“Sehingga banyak bermunculan taman yang menjadi identitas kota Surabaya” sahutnya
Berbeda dengan Theresia Monica, Febrina yang juga teman sekelas Theresia mengangkat bambu runcing dan daun semanggi untuk di jadikan satu komponen dengan kupu-kupu dan daun jarak. Febrina menuturkan jika bambu rincing merupakan simbolis kekuatan kota Surabaya dan menjadi identitas kuat kota Pahlawan. Selain bambu runcing, daun semanggi juga dinilai mempunyai keberuntungan dalam kepercayaan masyarakat Surabaya.
“Dengan sentuhan warna hijau yang menjadi dominasi warna batik pada daun semanggi memberi aksen bahwa kota Surabaya mempunyai area penghijauan yang luas. Sedangkan biru donker, memberikan aksen elegan dari kupu-kupu dan daun jarak” pungkasnya peringkat dua dalam ajang cipta motif batik ini. [ina]

Rate this article!
Tags: