APBD 2013 Diterima Aklamasi

Karikatur-Calo-AnggaranLaporan Pertanggungjawaban pelaksanaan (perhitungan) APBD Jawa Timur tahun 2013, diterima oleh DPRD. Umumnya fraksi-fraksi memberikan beberapa catatan rekomendasi sesuai dengan temuan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Kinerja Gubernur mengenai Laporan Keuangan Pemerintah Provinsi kembali mendapat opini Wajar Tanpa Perkecualian (WTP) dengan “paragraf penjelasan.” Sudah baik, tetapi belum steril benar dari kesalahan.
Fraksi-fraksi mengharapkan penilaian (opini) oleh BPK tidak diembel-embeli dengan “paragraf penjelesan.” Agaknya, untuk mencapai itu diperlukan kerja keras seluruh SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah). Terutama dalam hal memahami perbedaan antara belanja modal dengan belanja barang dan jasa. Pembedaan itu masih sulit, terbukti setiap tahun masih terjadi kesalahan yang sama. Potensi kesalahan pencatatan (akuntansi) memang wajar terjadi. Namun kesalahan serupa selama bertahun-tahun, patut dicarikan jalan keluar.
Boleh jadi, diperlukan kursus (semacam bintek, bimbingan teknis) dengan tutor auditor dari BPK. Pada saat sesi studi kasus, bendaharawan SKPD dapat menyodorkan kesulitan riil pembukuan pada APBD berjalan (APBD 2014). Sehingga pada APBD 2014 telah diperoleh titik temu dengan auditor. Dus pada APBD 2014 (mulai di-audit Januari 2015) bisa diraih opini WTP murni (tanpa embel-ebel dengan paragraf penjelasan).
Berbagai catatan dan paragraf penjelasan yang disampaikan BPK mengenai perhitungan APBD 2013 telah menjadi perhatian fraksi-fraksi, dan kritisinya telah disampaikan dalam Pemandangan Umum Fraksi. Selanjutnya, diminta agar seluruh temuan BPK yang tercantum LHP segera direspons secara sungguh-sungguh. Respons tersebut sangat penting, mengingat terdapat konsekuensi secara keuangan (harus diganti), atau berlanjut ke ranah hukum (KPK).
Laporan Pertanggungjawaban Gubernur terhadap pelaksanaan APBD merupakan kewajiban mandatory UU 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Khususnya terhadap pasal 30, 31 dan pasal 32 Undang-Undang tersebut menyatakan: “Gubernur menyampaikan Laporan Keuangan kepada DPRD. Yakni laporan yang memuat Realisasi Anggaran (RA), Neraca, Arus Kas serta Catatan atas Laporan Keuangan.”
Secara spesial disebut, bahwa seluruh laporan keuangan tersebut harus tersusun sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Kenyataannya, dalam Laporan Keuangan banyak ditemukan pelanggaran terhadap asas akuntansi, Tim audit BPK menginvestigasi APBD dalam dua term utama, yakni: Kepatuhan Terhadap Peraturan Perundang-undangan, serta term Sistem Pengendalian Intern. Dari kedua term ini, masih terdapat banyak catatan kesalahan yang wajib diperbaiki.
Yang terpenting dalam pertanggungjawaban (perhitungan) APBD, adalah per-angka-an final. Yakni, Belanja Daerah pada pelaksanaan APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2013 sebesar Rp 16,738 trilyun lebih. Sedangkan nilai Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA)-nya sebesar Rp 1,846 trilyun lebih. Angka inilah yang akan menjadi klausul utama dalam Peraturan Daerah tentang Pelaksanaan (Perhitungan) APBD 2013.
Selain itu SiLPA ini juga akan diperhitungkan dalam penyusunan Rancangan Perubahan APBD Provinsi Jawa Timur Tahun Anggaran 2014 setelah dikurangi kewajiban-kewajiban pada tahun sebelumnya yang harus dibayar. Umumnya, SiLPA diperoleh dari penghematan SKPD, antaralain beberapa program yang urung dilakukan. Juga penghematan karena nilai kontrak proyek yang lebih murah dibanding estimasi awal.
Meski diterima secara aklamasi, namun terdapat beberapa catatan untuk perbaikan kinerja SKPD. Misalnya, realisasi penyelesaian rekaman e-KTP. Selain itu Dinas Kependudukan seyogianya segera menyesuaikan perbedaan jumlah kependudukan yang masih belum satu data. Berdasarkan DAK2 (Data Agregat Kependudukan per-Kecamatan), penduduk Jawa Timur, ternyata sudah sebanyak 41,437 juta jiwa lebih. Selama ini masih diasumsikan sekitar 38 juta jiwa.
Keniscayaan, bahwa pertambahan penduduk memerlukan penyesuaian APBD. Jika tidak, APBD akan tidak tepat data, sehingga tidak valid dalam analisis. Pasti pula berujung pada kesalahan kebijakan, karena terdapat rakyat yang nyata-nyata “tidak terlihat”  dalam data base kependudukan.

———- 000 ————

Rate this article!
Tags: