Berburu Medali Olympiade

foto ilustrasi

Prestasi dunia sedang diburu kontingen Indonesia dalam ajang perhelatan olahraga sedunia, Olympiade, (musim panas di Tokyo), Jepang. Sebanyak 28 atlet telah dilepas presiden, membawa martabat bangsa dan negara Indonesia. Seluruh anggota kontingen telah dinyatakan lolos uji swab PCR dengan hasil negatif CoViD-19. Semakin banyak pula cabang olahraga yang diikuti. Selain berburu medali “tradisii” (bulutangkis), juga menyertakan nomor paling bergengsi (atletik).

Olympiade Tokyo 2020, akan berlangsung mulai 24 Juli hingga 9 Agustus 2021, dalam suasana pandemi. Memperebutkan 339 nomor medali dalam 37 cabang olahraga (Cabor). Bisa jadi tanpa penonton di Tokyo, karena dalam keadaan darurat CoViD-19. Sedangkan pertandingan di luar Tokyo harus mempertimbangkan rekomendasi gubernur setempat. Misalnya, masyarakat telah dihimbau tidak menonton pertandingan atletik (marathon) di Hokkaido. Biasa dalam setiap Olympiade, marathon menjadi hiburan masyarakat.

Even Olympiade (musim bukan sudah rutin diikuti kontingen “Garuda” sejak tahun 1952, di Helsinki. Hanya absen pada Olympiade 1964, dan 1980, karena problem politik. Selama 15 kali berlaga (sampai tahun 2016 di Rio de Janeiro, Brasil), telah diperoleh 32 medali. Yakni, 7 emas (semuanya dari Bulutangkis), 13 perak, dan 12 perunggu. Peringkat tertinggi diperoleh saat mengikuti Olympiade Barcelona (1992), menempati posisi ke-24. Meraih 2 emas, 2 perak, dan 1 perunggu. Semua dari cabor (Cabang Olahraga) Bulutangkis.

Berdasar pengalaman panjang, tidak mudah meraih medali Olympiade. Sebagai ajang olahraga prestasi tertinggi di dunia, setiap negara telah mempersiapkan atlet secara cermat, detil, dan sistemik. Juga dalam waktu cukup lama. Bukan sekadar melatih otot, melainkan juga asupan gizi, pembiasaan ketrampilan, sampai teknologi Cabor secara khusus. Berkonsekuensi dengan anggaran yang disediakan Negara, juga bakat dan potensi yang berkembang.

Berdasar situs kantor berita resmi Xinhua pernah menurunkan artikel berjudul “Berapa harga sebuah medali emas?” Ternyata, tidak murah. Antara tahun 2000 dan 2004, anggaran tahunan untuk olahraga sebesar lima milyar Yuan atau sekitar US$785 juta. Jumlah anggaran dalam empat tahun itu lebih dari US$3 miliar (sekitar Rp 31 trilyun). Hasilnya, diperoleh 32 medali emas di Olympiade Atena 2004. Jadi, untuk setiap medali emas setara 600 juta yuan atau sekitar Rp 900 milyar.

Saat ini anggaran pembinaan olahraga prestasi (pagu APBN 2021) masih sekitar 0,03% total APBN (sekitar Rp 825 milyar. Komisi X DPR baru mendorong bisa mencapai 2,5% (rencana menjadi sekitar Rp 68,75 trilyun). Realisasi anggaran ke-olahraga-an, yang memadai, bisa jadi menunggu hingga satu dekade mendatang. Namun sesungguhnya anggaran ke-olahraga-an bisa bekerjasama dengan kalangan usaha swasta nasional. Sudah banyak perusahaan menyokong prestasi olahraga.

Beberapa BUMN (Badan Usaha Milik Negara) juga bisa berpartisipasi. Bukan sekadar pasang iklan pada kostum atlet. Melainkan juga mendatangkan pelatih kualifikasi (bersertifikat) level global. Banyak potensi atlet Cabor bisa digali. Antara lain angkat besi, panjat tebing, dayung, dan cabang-cabang beladiri. Cabor Renang (37 medali dalam Olympiade Tokyo 2020), dan Atletik (48 medali) patut menjadi “incaran” pembinaan. Saat ini atletik hanya bergantung pada Muhammad Zohri.

Paradigma kemajuan (dan kemakmuran) negara kini dinilai dari prestasi olahraga level internasional. Maka wajar kenaikan peringkat perolehan medali menjadi target. Indonesia menduduki peringkat ke-46 pada Olympiade 2016 lalu. Tetapi pernah menduduki peringkat ke-24. Sehingga tidak sulit menembus posisi 40 besar. Niscaya harus dilakukan dengan beburu sebanyak-banyaknya medali, terutama podium tertinggi (emas). Mengangkat simbol martabat bangsa melalui olahraga.

——— 000 ———

Rate this article!
Berburu Medali Olympiade,5 / 5 ( 1votes )
Tags: