Bersatu Menuntaskan Buta Aksara

Oleh :
Ani Sri Rahayu
Dosen dan Trainer
Universitas Muhammadiyah Malang

Setiap tanggal 8 September, masyarakat dunia memperingati Hari Aksara Internasional (HAI). Peringatan hari aksara saat ini sudah yang ke-54, sejak disepakatinya konferensi para menteri pendidikan dunia pada 1965. Adapun, peringatan hari aksara ini dimaksudkan agar masyarakat dunia menjadi melek aksara, dan akhirnya melek pengetahuan.
Melek aksara kemudian menjadi salah satu hak asasi manusia yang disepakati oleh bangsa-bangsa dunia. Berangkat dari tujuan dasar itulah, pemerintah mengapresiasi seruan dari makna yang terkandung dalam Hari Aksara Internasional tersebut sebagai semangat tersendiri untuk membebaskan warga bangsanya agar terbebas dari buta huruf.
Data angka buta aksara
Seiring dengan berjalannya waktu, pemerintah melalui upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dalam menjalankan beragam program dan kegiatan untuk menuntaskan buta aksara patut kita apresiasi. Pasalnya, melalui berbagai penguatan program pendidikan keaksaraan dengan budaya, keterampilan, dan bahasa, angka buta aksara bisa terus dilakukan penekanan atau penguarangan.
Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional BPS tahun 2018, jumlah penduduk buta aksara turun menjadi 3,29 juta orang, atau hanya 1,93 persen dari total populasi penduduk. Pada 2017, jumlah penduduk buta aksara tercatat 3,4 juta orang. Penuntasan buta aksara ini rupanya sudah menjadi salah satu fokus program pemerintah. Pada awal kemerdekaan tahun 1945 jumlah penduduk buta aksara mencapai 97 persen. Namun pada 2015, jumlah penduduk buta aksara telah berkurang menjadi 3,4 persen atau sebanyak 5,6 juta orang.
Rupanya tidak cukup berhenti diangka-angka, pemerintah melalui kinerja Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus berusaha merelalisasikan berbagai program dalam rangka menekan angka buta huruf di negeri ini. Adapun, program keaksaraan dari Kemendikbud yang penulis langsir dari sindonews.com (29/8) Kemendikbud melaksanakan program keaksaraan dalam dua tingkatan, yaitu keaksaraan dasar bagi warga yang masih buta aksara, dan keaksaraan lanjutan bagi yang telah menyelesaikan program keaksaraan dasar. Kemendikbud juga menggulirkan program-program keaksaraan dengan memperhatikan kondisi daerah, seperti program keaksaraan dasar padat aksara, program keaksaraan dasar bagi komunitas adat terpencil/khusus, program keaksaraan usaha mandiri, dan program multikeaksaraan.
Selain itu, Kemendikbud juga melakukan pemberantasan buta aksara dengan sistem blok atau klaster, yaitu memusatkan program di daerah-daerah padat buta aksara seperti Papua (22.88%), Sulawesi Selatan (4,63%), Sulawesi Barat (4,64%), Nusa Tenggara Barat (7,51%), Nusa Tenggara Timur (5,24%), dan Kalimantan Barat (4,21%). Kemendikbud juga melaksanakan program paska buta aksara. Program tersebut diantaranya pendidikan keaksaraan usaha mandiri (KUM) dan pendidikan multikeaksaraan. KUM berorientasi pada pemeliharaan keberaksaraan dengan fokus keterampilan usaha mandiri, (Kemendikbud, 29/8).
Setidaknya upaya-upaya yang tengah dilakukan oleh Kemendikbud saat ini sekiranya patut kita apresiasi bersama. Apalagi saat ini Indonesia melalui salah satu visi yang bapak Presiden Joko Widodo usung, yakni mewujudkan SDM unggul, Indonesia maju. Tentu saja menjadi konsekwensi logis bagi negeri ini agar warga bangsanya terbebas dari buta aksara sebagai langkah yang mendasar perlu mendapat perhatian dari semua pihak.
Komitmen berantas buta aksara
Memang banyak analisis kebijakan menganggap kemampuan baca tulis adalah tolok ukur penting dalam mempertimbangkan kemampuan sumber daya manusia disuatu daerah. Dan pada umumnya orang-orang yang mampu baca tulis memiliki status sosial, kesehatan, dan prospek meraih peluang kerja yang lebih baik. Berdasarkan sebuah penelitian, orang-orang yang menyandang buta aksara/buta huruf lebih tertinggal dan lebih terbelakang daripada orang-orang yang pandai dan bisa membaca.
Upaya pemberantasan buta aksara saat ini dilakukan berdasarkan Instruksi Presidenno.5 tahun 2006 tentang Gerakan Nasional Perencanaan Penuntasan Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 tahun dan Pemberantasan Buta Aksara. Demi masa depan bangsa, buta aksara harus kita berantas. Sebab, bagaimanapun juga pembebasan buta huruf atau aksara adalah bagian dari pelayanan dan hak pentingnya mendapat pendidikan.
Pentingnya pendidikan sudah termuat sejak Indonesia berdiri melalui Undang-Undang Dasar 1945. Dalam pasal 31A UUD 1945 disebutkan bahwa negara wajib menyediakan pendidikan bagi warga negara, seluruh warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar, mengusahakan dan menyelenggarakan sistem pendidikan nasional, dan memajukan ilmu pengetahuan, dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai agama.
Selain itu, amanat yang tak kalah penting adalah negara harus menyediakan sekurang-kurangnya anggaran sebanyak 20 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) demi pendidikan. Wajibnya ketentuan ini diatur pada pasal 49 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, alokasi anggaran pendidikan dalam lima tahun terakhir terus meningkat. Pada 2015, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan Rp390,3 triliun atau 21,56 persen dari realisasi APBN 2015 sebesar Rp1.810 triliun. Namun, anggaran ini turun di tahun 2016 meski belanja pemerintah terus menanjak. Hasilnya, dengan angka Rp370,8 triliun, anggaran pendidikan pas menyentuh 20 persen dari be;anja pemerintah kala itu Rp1.859,46 triliun.
Masih merujuk data Kementerian Keuangan rupanya anggaran pendidikan kembali naik ke angka Rp406 triliun atau 20,28 persen dari total belanja pemerintah 2017 sebesar Rp2.001,6 triliun. Sementara di tahun lalu, anggaran pendidikan sebesar Rp435 triliun mengambil porsi 19,75 persen dari total realisasi belanja Rp2.202,2 triliun. Sementara itu, dalam APBN 2019, pemerintah menganggarkan belanja pendidikan sebesar Rp492,5 triliun atau 20,01 persen dari total belanja negara sebesar Rp2.461,1 triliun.
Sayang, anggaran yang tinggi tak menjadi jaminan kualitas pendidikan yang dihasilkan sudah mumpuni. Oleh sebab itulah, realitas tersebut perlu menjadi renungan dan tanggungjawab bersama terutama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satunya adalah melalui refleksi dari kita peringatinya Hari Aksara Internasional ini, menjadi cambuk menuju warga bangsa yang melek aksara.
Melek aksara adalah bagian penting pemenuhan hak asasi manusia (HAM). Peringatan hari aksara sedunia menjadi cacatan penting bagi Indonesia untuk terus berbenah menyongsong mimpi visi Indonesia 2030 yang maju dan berkeadaban. Untuk mewujudkan semua itu mari kita bersatu perkuat komitmen seluruh pemangku kepentingan pendidikan, baik tingkat pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota dalam penuntasan buta aksara.

———- *** ————

Rate this article!
Tags: