Di Sisa Waktu, Pemkot Dituntut Habiskan Rp45,6 M

Narasumber dari Bagian Perekonomian Pemprov Jatim, Shoviatus Sholihah, saat memberikan penjelasan penggunaan DBHJT kepada pejabat Eselon Pemkot Batu.

Narasumber dari Bagian Perekonomian Pemprov Jatim, Shoviatus Sholihah, saat memberikan penjelasan penggunaan DBHJT kepada pejabat Eselon Pemkot Batu.

Kota Batu, Bhirawa
Para pelaksana kebijakan di Pemkot Batu dituntut harus mempercepat laju roda pembangunan, terutama pelaksanaan program/proyek yang didanai dari Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBHCT). Di tahun anggaran 2016 yang hanya menyisakan 7 bulan ke depan, ada dana DBHCT sebesar Rp 45,6 miliar yang harus terserap. Jika tidak terpenuhi, Pemkot Batu bisa terancam terkena sangsi.
Banyaknya dana DBHCT Kota Batu yang belum terserap ini terungkap dalam sosialisasi UU nomor 14 tahun 2015 tentang DBHCT, dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 28 tahun 2016 oleh Bagian Perekonomian Pemprov Jatim, Senin (23/5). Dalam sosialisasi yang dilaksanakan di Ruang Rapat Balaikota Batu ini dikupas masalah kelonggaran bagi daerah dalam memanfaatkan dana DBHCT yang diatur dalam regulasi baru tersebut.
Dalam peraturan yang baru ini, 50 persen dana DBHCT digunakan untuk mendanai kegiatan yang spesifik (kegiatan yang ada hubunganya dengan cukai tembakau).
“Dan saat ini 50 persen dana DBHCT bisa digunakan untuk mendanai kebutuhan daerah, termasuk beberapa kegiatan yang bersifat pembangunan fisik,” ujar narasumber dari Bagian Perekonomian Pemprov Jatim, Shoviatus Sholihah.
Kelonggaran regulasi pengunaan DBHCT ini tentu saja memberikan motivasi baru kepada Pemkot Batu. Karena dalam melaksanakan program pembangunan di tahun ini, Pemkot memiliki silpa dan program yang belum dianggarkan mencapai Rp 45,6 miliar. Artinya, dana sebesar itu harus dihabiskan (terserap) dalam pelaksanaan pembangunan yang menyisakan waktu 7 bulan.
Menanggapi hal ini, Kepala Inspektorat Kota Batu, Endang Triningsih, mengakui bahwa selama ini banyak ketakutan dan kekhawatiran pada SKPD sebagai pelaksana kebijakan, dalam memanfaatkan DBHCT. Selain itu antar SKPD juga acapkali terjadi kesamaan program. Akibatnya, seringkali dana DBHT digunakan untuk mendanai dua program yang sama di SKPD yang berbeda.
“Selain akibat tidak sinerginya program antar kementrian yang menyebabkan tumpang tindih,ditambah pula adanya ancaman yang membuat kita khawatir. Pemerintah Pusat memang pandai membuat aturan tapi tidak membuat kami menjadi mudah, malah merasa terancam,”keluh Endang.
Keluhan ini bisa dipahami oleh Shovi panggilan dari Shoviatus Sholihah. Apalagi, meskipun pejabat eselon hanya ikut bertanda tangan dan tidak ikut dalam pelaksanaan tetap bisa jadi terpidana, jika ada yang tidak sesuai dengan regulasi yang ada.
“Saya sepakat, dan Kita di Pemerintah Provinsi juga mendorong agar peraturan penggunaan DBHCT bisa lebih fleksibel,”ujar Shovi. Dengan adanya peraturan baru ini, Shovi menyarakan kepada Pemkot Batu untuk memanfaatkan DBHCT untuk membiayai program yang memiliki daya serapan tingi. Yaitu, program yang bersifat fisik dan diperbolehkan secara regulasi. Misalnya, pembangunan jalan, sanitasi, pembangunan saluran limbah, maupun pembangunan/ renovasi puskesmas dan poliklinik desa.  Dengan pelaksanaan program seperti ini maka Pemkot Batu yang terbebani dengan DBHCT Rp 45,6 miliar yang teratasi.
“Jika serapan tidak tercapai, maka akan ada sangsi penundaan untuk DBHCT tahun berikutnya. Dan kalau dinilai tidak mampu, maka sangsi bisa diberikan berupa pencabutan terhadap jatah DBHCT yang dimiliki,”pungkas Shovi.  [nas]

Tags: