Dindik Jatim Siapkan Sekolah Klaster

Dr Saiful Rachman

Dr Saiful Rachman

Bidik Beasiswa Luar Negeri untuk Siswa SMA
Dindik Jatim, Bhirawa
Persiapan jelang pelimpahan wewenang SMA/SMK dari kabupaten/kota ke provinsi tidak hanya membuat Dinas Pendidikan (Dindik) Jatim sibuk seputar pembiayaan dan aset. Tetapi juga program yang mampu menunjang pengembangan pendidikan di Jatim. Di antaranya pemetaan sekolah untuk dijadikan pilot project kerjasama internasional.
Kepala Dindik Jatim Dr Saiful Rachman menuturkan, kerjasama internasional akan dilakukan untuk sekolah di klaster-klaster tertentu. Targetnya ialah penguatan kompetensi bahasa asing bagi calon lulusan. Jika penguatan kompetensi ini berhasil, maka gol terakhir adalah membidik beasiswa dari perguruan tinggi ke luar negeri. “Karena targetnya adalah beasiswa S1, maka yang akan kita bidik adalah sekolah-sekolah SMA,” tutur dia saat dikonfirmasi, Rabu (26/8).
Setiap sekolah yang masuk dalam klaster akan difokuskan pada penguasaan bahasa asing. Hanya satu bahasa untuk setiap sekolah. “Tergantung minatnya, kalau minat bahasa Jepang, kita dukung untuk pengembangan bahasa Jepang di sana (sekolah). Kalau seperti itu jelas, tujuannya beasiswa S1 dari Jepang,” ungkap Mantan Kepala Badan Diklat Jatim ini.
Saat ini, Saiful mengaku telah menjajaki sejumlah kerjasama dengan beberapa negara yang siap menawarkan beasiswa S1. Seperti Jepang, Korea dan Tiongkok. Program ini, lanjut dia, merupakan salah satu rencana untuk menyambut implementasi UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah. Di sisi lain, penguasaan bahasa asing juga diperlukan untuk penguatan daya saing calon lulusan menyambut Masyarakat Ekonomi ASEAN. “Sekolah klaster tidak harus menunggu Januari 2017 seperti halnya pelimpahan SMA/SMK. Tapi bisa kita mulai secepatnya dengan rintisan,” tutur dia.
Dengan sekolah klaster ini, Saiful berharap tidak ada diskriminasi yang muncul antara sekolah kejuruan dengan sekolah umum. Sebab, sejauh ini pemerintah gencar melakukan sertifikasi kompetensi untuk siswa SMK dalam menghadapi MEA. Sedangkan SMA belum terkesan diperhatikan. Padahal pemerintah tetap berusaha dengan memberi perhatian seimbang.
“Biar perhatian kita untuk sekolah ini seimbang. SMK kita perhatikan, SMA juga kita perhatikan. Jadi tidak ada yang diabaikan ” tandasnya. Diakuinya, lulusan SMA memang harus melanjutkan ke perguruan tinggi sebelum terjun ke dunia kerja. Berbeda dengan SMK yang sejak sekolah sudah disiapkan untuk menjadi tenaga kerja kelas menengah.
Sekolah mana saja yang akan dipilih? Saiful mengaku masih akan melakukan pemetaan lebih dulu. Tapi yang jelas, program ini bisa diakses oleh seluruh sekolah yang memenuhi kualifikasi. Tidak hanya di wilayah perkotaan saja, di pelosok pun bisa. “Kita bisa dukung anggaran, atau mengirimkan tutor yang kompeten ke sekolah agar program ini dapat berjalan,” tutur dia. [tam]

Rate this article!
Tags: