Dispenda Kota Malang Terus Cari Objek Pajak Baru

bangunan menara(Menara Sutet dan BTS Jadi Target)
Kota Malang, Bhirawa
Optimalisasi Pajak terus dilakukan oleh Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kota Malang dengan membidik bangunan menara atau tower yang berada di wilayahnya sebagai objek pajak baru.
Kepala Dispenda Ade Herawanto, kepada wartawan Rabu (7/9) kemarin menuturkan, upaya peningkatan pajak ini, mengacu pada Peraturan Daerah (Perda) Kota Malang Nomor 7 Tahun 2015 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) Perkotaan tentang perubahan atas Perda Nomor 11 Tahun 2011 .
Menurut Ade Herawanto, dalam Pasal 3, bahwa menara termasuk dalam kategori bangunan objek pajak, bersama objek-objek lain seperti misalnya jalan tol, kolam renang, pagar mewah, tempat olahraga hingga tempat penampungan minyak serta penampungan air dan gas.
“Artinya, bangunan Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) milik PT PLN (Persero) dan menara Base Transceiver Station (BTS) bakal kena pajak,” tuturnya.
Wacana tersebut, lanjut Ade Herawanto, sedang matangkan. Karena potensinya cukup besar dan selama ini menara-menara tersebut belum kena kewajiban membayar pajak. Selama ini, bangunan SUTET serta sejumlah aset milik BUMN sejenis, belum masuk dalam daftar objek pajak, padahal potensinya cukup besar. Jika nantinya bangunan tower-tower tersebut dikenai tagihan pajak, tentu dapat menggenjot pendapatan asli daerah (PAD) yang selama ini belum digarab dengan maksimal. Berangkat dari wacana tersebut, upaya-upaya ekstensifikasi juga akan digalakkan sembari terus menggali potensi-potensi objek pajak baru yang prospektif.
“Sekarang sedang kami matangkan dulu konsepnya. Kami data dan buat daftar objek-objek sejenis yang bisa ditarik pajak,”imbuh peria yang juga dedengkot De Kros itu. Jika mengacu Perda terkait, seharusnya kewajiban serupa juga mengikat pipa-pipa milik Pertamina, jika kategorinya digeneralisasikan karena sama-sama melintas di teritorial Kota Malang.
“Asumsi penunjangnya, perusahaan besar sekelas Pertamina tidak akan mengalami pailit ketika pemerintah daerah menarik pungutan pajak dari pipa yang mereka bangun,”tambahnya.
Ini jelas berbeda halnya dengan pipa-pipa Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). Meski sama-sama milik perusahaan plat merah, PDAM bisa kesulitan jika semua pipanya ditarik pajak.
Di sejumlah daerah, strategi dan kebijakan macam ini sudah dijalankan. Bahkan PT Kereta Api Indonesia (KAI) tak luput kena tagihan. Di Cimahi, Jawa Barat misalnya, mereka wajib membayar rel yang membentang di wilayah tersebut berikut bangunan seperti stasiun atau aset mereka yang disewakan. Kontribusi yang dihasilkan dari objek pajak PT KAI tersebut juga sangat besar.
“Ide ini juga muncul setelah kami melakukan kunjungan kerja ke Medan, beberapa waktu lalu. Di sana, mekanisme pemungutan terhadap objek-objek pajak menara sudah berjalan dan hasilnya cukup signifikan. Konsep tersebut yang bisa kita adopsi di Kota Malang,”tukas Ade yang juga mantan Kabag Humas Pemkot Malang itu. Hanya saja, meski bukan kebijakan baru, wacana ini juga bukan isu populis di sejumlah daerah Tanah Air. Maklum, yang terjadi selama ini pihak perusahaan BUMN terkait memang tidak ditarik pajak karena banyak pihak belum menyadari bahwa hal itu bisa dilakukan.
Persoalannya, lanjut dia, mengutip kebijakan ini tidak mudah dan pasti banyak penolakan sehingga harus ada aturan sebagai payung hukumnya, berupa Perda yang dituangkan dalam Peraturan Walikota (Perwal).
“Perda nya sudah ada. Nanti kami juga konsultasi dan koordinasi dengan pimpinan dan jajaran samping serta pihak-pihak terkait. Lalu kemudian dituangkan dalam Perwal. Tahapan sosialisasi juga penting,” lanjutnya. Pasalnya, dalam memungut pajak, Pemkot Malang juga harus memiliki dasar penghitungan PBB sesuai Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). [mut]

Tags: