DPRD Surabaya Diwaduli Warga MBR Wajib Beli Kain Seragam

Imam Syafi’i

DPRD Surabaya, Bhirawa
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Jatim Tahun Ajaran 2022/2023 untuk jenjang SMA/SMKN telah selesai sejak tanggal 2 Juli 2022 kemarin.

Namun masih saja meninggalkan kesan yang berat bagi warga, khususnya para warga MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah, red) di Surabaya.

Dari warga MBR Kota Surabaya, anggota Komisi A DPRD Kota Surabaya, Imam Syafi’i mengaku menerima banyak laporan keluhan terkait seragam pendidikan di SMA atau SMK negeri.

Dalam laporan keluhan kali ini, warga MBR kota Surabaya disuruh membeli kain seragam oleh pihak sekolah negeri, dengan harga yang variatif. Mulai dari seharga Rp2,25 juta hingga Rp3 juta.

“Saya kedatangan tamu salah satu warga MBR. Tamu tersebut mewakili dari para orang tua wali murid, yang anak-anaknya diterima di sekolah menengah lanjutan atas (SMA/SMK) negeri,” ungkap Imam Syafi’i kepada wartawan, Selasa (12/07/2022).

Imam Syafi’i mengatakan, ada laporan keluhan dari para orang tua wali murid yang anaknya diterima di sekolah SMAN 6, SMKN 2, dan SMKN 4 Surabaya.

“Ironisnya, para orang tua wali murid tersebut adalah warga MBR Kota Surabaya yang juga memiliki KIP, KIS, PIP dan PKH. Namun dibebankan untuk harus membeli kain seragam oleh pihak sekolah, dengan kisaran harga sekitar Rp2.25 juta hingga Rp3 juta,” kata Imam.

Dari data laporan sementara, saat ini masih ada tiga sekolah negeri yang mewajibkan para wali murid warga MBR harus membeli kain seragam. Yaitu SMAN 6, SMKN 2, dan SMKN 4 Surabaya.

Imam Syafi’i meminta kepada Pemerintah Kota Surabaya untuk turut memikirkan bersama. Terkait siswa/siswi warga MBR yang baru awal masuk ke sekolah menengah lanjutan ke atas. Terkendala karena mahalnya harga kain seragam yang diwajibkan oleh pihak sekolah.

“Untuk siswa/siswi warga MBR memang sudah banyak yang dibantu oleh Pemerintah Kota Surabaya melalui beasiswa. Namun ini catatan baru bagi saya kepada Pemerintah Kota Surabaya untuk siswa/siswi dini yang baru awal masuk di sekolah menengah lanjutan ke atas,” ucap Imam.

“Bayangkan mahalnya kain seragam SMA/SMKN dengan kisaran harga sekitar Rp2.25 juta hingga Rp3 juta, belum lagi ongkos untuk menjahit kain tersebut agar menjadi seragam dan celana sekolah dengan kisaran 300 hingga 600 ribu. Dan itu harus kita pikirkan bersama Pemkot Surabaya,” imbuh Imam.

Untuk itu, Imam Syafi’i juga menghimbau kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur, agar memberikan kelonggaran kepada para warga MBR di Kota Surabaya. Terlebih lagi masih dalam situasi pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

“Saya mohon kepada Gubernur dan Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk memberikan kelonggaran toleransi kepada para warga MBR di Kota Surabaya. Jangan terlalu ditekan dengan dipaksa, untuk harus membeli kain seragam dengan kisaran harga sekitar 2.25 juta hingga 3 juta rupiah. Karena nominal (harga, red) segitu pasti sangat berat bagi para warga MBR,” ujar Imam.

Sementara itu, salah satu warga MBR yang enggan menyebutkan namanya kepada awak media bertanya kepada Imam Syafi’i. Bagaimana bila dilarang bersekolah, jika tidak membeli kain seragam yang diwajibkan oleh pihak sekolah?

Menurut Imam Syafi’i, dalam Pasal 11 ayat (1) pada UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) berbunyi ‘Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi’.

“Terkait pengadaan kain seragam sekolah juga tidak boleh dikaitkan dengan penerimaan peserta didik baru atau pun kenaikan kelas. Pada Pasal 6 Permendikbud 45/2014 mengatur bahwa: Sekolah yang melanggar ketentuan dalam Peraturan Menteri ini akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” tegas Imam.

“Dan seharusnya pihak sekolah wajib memegang teguh kelima sendi utama dari Pancasila dalam perumusan setiap kebijakan, karena pendidikan merupakan hak konstitusional setiap warga negara Indonesia yang dilindungi sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia.

Hal tersebut sesuai dengan Pasal 31 UUD 1945,” tandasnya. [dre.hel]

Tags: