Duet Sri Sultan HB X-Pakde Karwo Menguat

16-Pakde-Karwo-terlihat-berbincang-serius-dengan-Sri-Sultan-Hamengku-Buwono-XPemprov, Bhirawa
Jelang pendaftaran calon presiden dan calon wakil presiden (capres dan cawapres) pada 18 Mei, suhu politik nasional kian dinamis. Khususnya partai politik yang belum menentukan sikap seperti Partai Demokrat, Partai Golkar, Partai Hanura maupun PKS.
Meski Partai Golkar disebut-sebut akan berlabuh bersama PDIP mengusung Capres Joko Widodo (Jokowi), namun internal Partai Beringin menegaskan selama belum ada deklarasi resmi, semua kemungkinan masih bisa terjadi. Termasuk bergabung dengan poros baru yang digagas Partai Demokrat.
Partai yang dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu memunculkan nama baru sebagai capres, yaitu Gubernur Jogjakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X. Munculnya nama Sri Sultan ini memang di luar dugaan dan banyak pihak menilai bisa menjadi calon alternatif yang mampu menyaingi capres Jokowi maupun Prabowo Subianto. Seiring capres dari konvensi Partai Demokrat dianggap kurang mampu bersaing dengan dua capres tersebut.
Di Jatim, tampaknya sosok Sri Sultan mendapat tempat dan langsung disangkut pautkan dengan nama Dr H Soekarwo sebagai cawapresnya. Bahkan di media sosial sudah beredar poster duet Sri Sultan dan Pakde Karwo (sapaan lekat Soekarwo). Poster yang berlatar belakang warna biru muda dan ada gambar dua gubernur ini, tertuliskan ‘Abdi Negara’ Sri Sultan – Soekarwo Presiden – Wakil Presiden Indonesia Raya.
Internal Demokrat Jatim menyebut, duet ini tinggal menunggu restu SBY. Munculnya poros baru ini akan menambah seru Pilpres 9 Juli nanti. “Lihat saja nanti pada 18 Mei. Kalau duet ini jadi, Jawa selesai. Tinggal menggarap luar Jawa,” kata sumber tersebut.
Sementara itu, saat Gubernur Jatim ini berkunjung ke Jogjakarta dalam pelantikan pengurus PA GMNI (Persatuan Alumni Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia) periode 2013-2017 di Graha Kunthi Jogjakarta, Kamis (15/5), Pakde Karwo dan Sri Sultan menyempatkan diri terlibat perbincangan serius.
Pertemuan khusus tersebut dilakukan sebelum Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo datang di acara pelantikan tersebut. Dari kejauhan sesekali keduanya terlihat saling melontarkan canda dan manggut-manggut dengan mimik yang tampak serius.
Karuan saja, para wartawan yang memperhatikan mereka langsung meminta tanggapan mengenai isu yang mulai menggeliat di dunia maya yang menyebutkan Sri Sultan akan nyapres dan Pakde Karwo  sebagai cawapres. “Oooh itu kan di twitter. Saya malah nggak tahu menahu,” ungkapnya.
Saat terus didesak tentang kesediaannya maju sebagai cawapres, Pakde Karwo tetap mengelak. “Saya ndak tahu. Seumpama handuk terus sampean peres, yo gak metu banyune wong pancen saya ndak ngerti. Lagi pula saya barusan dilantik sebagai gubernur periode kedua oleh rakyat Jatim. Nanti gimana ? Sampean ini ada-ada saja,” elaknya sambil bercanda.
Sementara itu, dalam sambutan pelantikan PA GMNI tersebut, Pakde Karwo melontarkan gagasannya tentang demokrasi musyawarah sebagai jawaban atas persoalan kesejahteraan rakyat. Distorsi demokrasi yang berubah menjadi demokrasi transaksional yang hanya diukur secara kuantifikasi belaka.
“Dalam demokrasi, sebuah nilai tidak bisa dikuantifikasi. Kecenderungan mengkuantifikasi ini berbahaya dan bisa mendistorsi. Misalnya, ada sepuluh orang dimana yang sembilan gila, sedangkan yang satu waras. Lalu atas nama suara terbanyak, si waras kalah suara dan ikut menjadi gila. Ini kuantifikasi yang salah kaprah dan berbahaya. Dan inilah kecenderungan yang terjadi saat ini,” tegasnya.
Lebih lanjut dijelaskan, untuk mengatasi hal ini maka konsep musyawarah dalam demokrasi menjadi penting dalam modernisasi dan peningkatan kesejahteraan karena nilai dipahami dan diaplikasikan secara substansial. Sebab,ini juga terletak dalam konsep tri sakti yang telah dirumuskan pendahulu kita, di mana secara substansial aplikatif  mendorong mereka yang termarjinalkan untuk berdaya. Berbeda dengan liberalisme yang justru menghisap rakyat.  [iib]

Tags: