Harga BBM Bisa Turun

Pemerintah telah menaikkan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) bersubsidi rata-rata sebesar 31%. Juga BBM jenis RON 92 (untuk menghindari migrasi dari konsumen BBM non-subsidi). Harga baru berlaku mulai Sabtu (3 September) sore. Tapi bukan tidak mungkin harga BBM dalam negeri akan turun lagi, setelah naik. Pemerintah dibawah presiden Jokowi (juga SBY) beberapa kali menurunkan harga BBM. Lebih berkeadilan, disesuaikan dengan harga minyak global. Saat ini harga minyak global sedang tren turun.

Selama 15 tahun terakhir pemerintah menetapkan harga BBM sesuai asas kejujuran, dan ke-ekonomi-an. Jujur, karena harga BBM dalam negeri ditentukan berdasar fluktuasi harga minyak dunia. Juga asas ke-ekonomi-an dengan mencabut subsidi BBM. Namun uniknya, kali ini pemerintah menurunkan harga BBM pada saat harga minyak dunia sedang menurun sejak bulan Juli. Perdagangan minyak dunia seharga US$ 96,31,- per-barrel. Harga yang tergolong sangat tinggi, memicu inflasi seluruh negara di dunia.

Meroketnya harga minyak dunia disebabkan kekhawatiran ancaman perang Rusia vs Ukraina, yang melibatkan Amerika Serikat beserta Sekutunya (Eropa). Serta ancaman perang di semenangjung Tiongkok. Hubungan RRC-Taiwan semakin mencekam. Juga terdapat kekhawatiran kerusuhan sosial di Irak, dan Libya. Masing-masing faksi tentara suku di Irak, dan Libya, akan menjaga ladang minyak masing-masing. Bisa mengurangi pasokan minyak global.

Sejak tahun 2008, Indonesia bukan lagi menjadi anggota OPEC (organisasi negara peng-ekspor minyak). Karena nyata-nyata bukan lagi sebagai negara peng-ekspor minyak. Melainkan sebaliknya, telah menjadi peng-impor minyak. Karena produksi dalam negeri tidak mencukupi. Maka wajar, harga BBM di dalam negeri, bergantung pada minyak global. Walau tidak sepenuhnya sangat bergantung minyak impor.

Indonesia coba kembali menjadi anggota OPEC tahun 2016 untuk menyerap informasi harga minyak. Namun keluar lagi untuk menghindari iuran sebesar US$ 2 juta per-tahun. Beberapa syarat keanggotaan OPEC akan semakin melilit produksi minyaj dalam negeri. Karena harus memangkas produksi minyak mentah di luar kondensat. Serta diminta memotong sekitar 5% dari total produksi minyak (setara 37 ribu barel per-hari).

Kenaikan harga BBM bersubsidi (Pertalite, dan solar) niscaya bakal memicu kenaikan harga barang dan kebutuhan. Inflasi tak terhindarkan. Berdasar sigi BPS (Badan Pusat Statistik), inflasi bulan Agustus mencapai 4,69% (year on year). Sedikit dibawah inflasi bulan Juli, sebesar 4,94% (tercatat sebagai inflasi tertinggi selama 80 bulan). Setelah terjadi kenaikan harga BBM pada 3 September, maka dipastikan terjadi inflasi lebih tinggi pada bulan September. Pemerintah sudah siaga.

Konon kenaikan harga BBM tidak bisa ditunda lagi, untuk “mengamankan” APBN. Diharapkan APBN akan tetap reponsif, dan akomodatif (termasuk dampak kenaikan harga BBM bersubsidi). Pemerintah menetapkan harga ke-ekonomi-an Pertalite naik 30,72%. Harga Solar subsidi naik 32,04%. Serta harga Pertamax naik 16%, sebagai antisipasi konsumen BBM kaya yang “nakal.”

Harga minyak global telah menunjukkan tren menurun. Sehingga masyarakat boleh berharap BBM dalam negeri, akan turun. Selama masa presiden Jokowi terjadi 3 kali. Yakni, 1 Januari 2015, bagai “kado” tahun baru. Penurunan terjadi lagi pada 19 Januari 2015, lebih mendalam. Pada 1 April 2016, Jokowi kembali menurunkan harga BBM bersubsidi. Hal yang sama dilakukan presiden SBY, 3 kali menurunkan harga BBM di penghujung akhir jabatan.

Pemerintah bisa menurunkan harga BBM bersubsidi manakala harga minyak global mencapai sekitar US$ 70,- per-barel. Penurunan harga BBM niscaya akan diapresiasi, sebagai keberhasilan pemerintah melakukan efisiensi sistemik.

——— 000 ———

Rate this article!
Harga BBM Bisa Turun,5 / 5 ( 1votes )
Tags: