Harus Berani Terapkan Subsidi Silang

Rizal RamlJakarta, Bhirawa
Mantan Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur Dr Rizal Ramli mengusulkan agar  rakyat tetap bisa meniknati BBM subsidi, harus dilakukan subsidi silang. Caranya, kalangan menengah keatas harus dipaksa mengkonsumsi BBM dengan harga produksi (harga ke-ekonomian yang lebih mahal dibanding harga subsidi). Sementara rakyat ekonomi lemah tetap mengkonsumsi BBM bersubsidi dengan harga yang ada sekarang.
“Sebaiknya BBM yang beredar di pasar dibagi jadi 2 jenis. Pertama jenis BBM rakyat yang ber-oktan 80/83. Kedua, jenis BBM super yakni Pertamax dengan oktan 92, dan Pertamax plus dengan oktan 94. Saat ini yang dikonsumsi rakyat adalah premium dengan oktan 88. Amerika, memakai general gasolin dengan oktan 86 dan di negara bagian Colorado ber-oktan 83,” ungkap Rizal Ramli usai berdiskusi dengan Ketua MPR RI Sidarto Danusubroto, membahas BBM Rakyat & Subsidi Silang.
Lebih jauh Rizal, memaparkan; Nilai oktan dalam BBM berhubungan dengan “ketukan” (knocking), yang mempengaruhi kinerja mesin. Semakin rendah nilai oktan, mesin akan lebih sering mengalami ketukan. Sebaliknya semakin tinggi nilai oktan, semakin jarang mengalami ketukan. Kondisi macam ini mempercepat kerusakan mesin. Hal yang tidak disukai pemilik kendaraan kalangan berduit. Mereka akan memilih BBM ber-oktan tinggi, walaupun mahal. Demi ke-awetan mesin kendaraannya.
“Untuk meringankan beban rakyat, harga BBM yang dikonsumsi mereka tidak perlu dinaikkan, yaitu harga subsidi Rp6.500/ L. Sekitar 100 juta rakyat miskin yang ada sekarang biarlah tetap menikmati BBM subsidi. Tapi kalangan menengah atas harus mengkonsumsi BBM dengan harga ke-ekonomian Rp8.400/ L,” tandas Rizal.
Disebutkan, mengambil  data BPH Migas tahun 2013, kelompok menengah kebawah mengkonsumsi 55% dari quota BBM. Jika quota BBM pada 2015 sebesar 50 juta kilo liter (kl), maka jatah 55% adalah 27,5 juta kl. Sisanya sebesar 45% atau 22,5 juta di konsumsi kalangan menengah atas. Kalangan ini layak mengkonsum si BBM non subsidi dan BBM super seharga Rp12.500/ L.
“Pemerintah memang harus men subsidi BBM rakyat sebesar 27,5 juta kl X Rp 1,900,- = Rp 52,25 triliun. Namun pada saat yang sama, peme rintah meraih laba dari penjualan BBM super yang 22,5 juta kl X Rp 4.100= Rp92,25 triliun.
Dengan begitu pemerintah masih mengantongi selisih positif sebesar Rp40 triliun per tahun,” cetus Rizal.  [ira]

Teks foto : Rizal Ramli

Rate this article!
Tags: