Idul Ad-ha Membangun Ke-setiakawan-an Sosial

Meraih Mabrur Tanpa Ibadah Haji

Oleh : Yunus Supanto
Wartawan Senior, Penggiat Dakwah Sosial Politik

Musim haji tahun 632 masehi (tahun ke-10 Hijriyah), Kanjeng Nabi Muhammad SAW, baru saja menunaikan tugas sebagai amirul haj, yang sekali-kalinya sepanjang hidup.
Beliau ditanya: Apakah haji mabrur itu?
Beliau Nabi SAW menjawab, “Memberi pangan dan menyebarluaskan kedamaian.”
(Al-Hadits, Riwayat Imam Ahmad, dan Imam Al-Hakim).

Serangkaian rukun (ritual) ibadah haji tahun (1442 Hijriyah) ini, baru saja usai dilaksanakan di Makkah. Berpuncak pada wukuf, berdiam diri (ber-kontemplasi) di bukit jabal Rahmah, Arofah. Walau secara resmi tidak terdapat delegasi resmi jamaah calon haji dari Indonesia. Tetapi masih terdapat tanda “merah-putih” pada 327 jamaah WNI (Warga Negara Indonesia). Rombongan dipimpin Atase Kepolisian RI, Komisaris Besar Erick Hermawan, SIK, MH, mewakili Duta Besar RI untuk Kerajaan Arab Saudi.

Pemerintah Arab Saudi membatasi pelaksanaan ibadah haji tahun (1442 Hijriyah) ini, sebanyak 60 ribu jamaah calon haji (JCH). Kuota ini sudah 600% lebih besar dibanding tahun lalu, hanya 10 JCH. Tiada negara yang memperoleh kuota haji. Tak terkecuali negara-negara anggota OKI (Organisasi Konferensi Islam). Termasuk Mesir, Kuwait, Irak, Brunai Darussalam, Malaysia, dan Indonesia, juga tiada yang memperoleh jatah kuota haji.

“Panitia” haji di Makkah, dan Madinah (era ke-khalifah-an hingga modern saat ini) telah berpengalaman mengurus ibadah haji. Selama hampir 1400 tahun! Pertimbangan keselamatan jiwa ((hifdz al-nafs) selalu menjadi aspek utama, dan bersifat wajib. Tahun ini, seluruh JCH harus lolos tes kesehatan, dan karantina, yang berlaku sebelum dan sesudah ibadah haji tahun 1442 Hijriyah. Pembatasan jumlah calon jamaah haji berkait wabah pandemi CoViD-19.

Waktu pelaksanaan ibadah dipersingkat. Hanya melaksanakan rukun (ritual wajib) haji. Haji tahun 1442 H, tidak akan diikuti ibadah sunnah arba’in (shalat fardlu berjamaah selama 8 hari tanpa lowong). Juga tanpa ziarah ke masjid Nabawi (di Madinah). Tetapi rukun ibadah haji, tetap bisa diselenggarakan komplet di area dalam masjidil Haram, Makkah. Yakni, thawaf (mengililingi Ka’bah tujuh kali putaran), dan sa’i (berjalan cepat dari bukit Shofa ke bukit Marwah, tujuh kali trip). Serta wukuf.

Wukuf (berdiam diri, introspeksi) di padang Arofah, merupakan “puncak” (wajib tak tergantikan) dalam ritual ibadah haji. Biasanya, setiap musim haji, padang Arofah akan disesaki lebih dari 2,5 juta jiwa jamaah haji dari seluruh dunia. Namun tahun ini, dibatasi hanya 60 ribu jamaah. Bisa jadi, haji tahun 1442 Hijriyah, hanya diikuti kalangan keluarga kerajaan, dan warga negara Arab Saudi, plus diplomat dari negara-negara muslim. Juga mukimin (warga asing) yang tinggal di Arab Saudi. Termasuk mahasiswa, dan pekerja migran.

Meraih Makna Mabrur

Tidak mudah bisa lolos mengikuti ibadah haji tahun 2021. Pemerintah Kerajaan Saudi Arabia (KSA) memberlakukan protokol WHO (World Health Organization) untuk perjalanan luar negeri, diperlukan karantina selama 14 hari di luar kota Makkah. Juga syarat wajib negatif hasil swab PCR ((Polymerase Chain Reaction) oleh otoritas kesehatan Arab Saudi. Sulitnya mengikuti ibadah haji tahun ini, diperberat dengan ongkos haji sebesar 13.930 riyal (sekitar Rp 53 juta). Tergolong sangat mahal walau untuk kalangan warga Arab Saudi.

Tetapi faktor kesulitan (dan kemahalan) ibadah haji akan terbayar dengan predikat “mabrur.” Nilai cumlaude ibadah haji bisa diperoleh manakala telah komplet melaksanakan seluruh rukun (ritual) haji. Juga tanpa perilaku rofatsa, dan fusuqa. Makna rofats, mencakup semua perkataan kotor, jorok, hubungan seksual, dan hal-hal yang tidak senonoh . Sedangkan fusuq (menurut hadits riwayat Ibnu ‘Abbas RA) adalah semua bentuk kedurhakaan dan kemaksiatan. Seperti menipu, berdusta, dan tidak melakukan shalat.

Dalam hadits riwayat imam Ahmad, disebutkan, haji mabrur, yaitu “memberi makan dan santun dalam berkata.“ Ganjaran haji mabrur, adalah pengampunan dari segala dosa, dikembalikan pada keadaan sama seperti bayi baru lahir dari rahim ibunya. Hakikat haji, dan berkurban hewan ternak, sebagai upaya me-napak tilas ritual ibadah yang dilakukan oleh nabi Ibrahim a.s,. Serta pengurbanan keluarganya (nabi Ismail, as.a., anaknya, dan Siti Hajar, istrinya).

Ritual (serangkaian rukun berhaji): thawaf, sa’i, lempar jumroh, dan berpuncak pada wukuf di padang Arofah. Seluruhnya dilakukan oleh keluarga nabi Ibrahim a.s., pada sekitar tahun 2.400 tahun sebelum masehi. Tujuannya, mengukuhkan prasetya (sumpah) meng-hamba kepada Ilahi. Sekaligus kesetiaan antar-anggota rumahtangga. Juga ke-setiakawan-an sosial kepada tetangga.

Ke-taqwa-an nabi Ibrahim a.s., (beserta keluarga) telah kokoh teruji. Termasuk perintah meninggalkan istri dan anak bayinya (yang baru berusia beberapa hari) di padang tandus, Makkah. Tetapi Siti Hajar (istrinya) yakin, bahwa lokasi ini penuh berkah. Serta suaminya (nabi Ibrahim a.s.) tidak bermaksud menelantarkan istri beserta bayinya. Tetapi berkah, tidak pernah datang secara gratis serta-merta, melainkan wajib diupayakan gigih. Upaya keras dilakukan Siti Hajar, berlari-lari antara bukit Shofa ke bukit Marwah, untuk mencari air.

Muslimah Terkaya Sedunia

Ke-berkah-an mulai terlihat. Ternyata, ditemukan genangan air di balik bokong bayinya (nabi Ismail a.s.). Setelah digali, genangan menjadi sumber air yang sangat berlimpah. Kelak, sumber air bawah tanah ini dikenal sebagai zam-zam, sumber air yang tak pernah susut. Siti Hajar, menjadi penguasa zam-zam, semacam SPBU (stasiun pengisian bahan bakar) satu-satunya di padang pasir. Setiap kafilah (rombongan dagang) selalu istirahat mengisi perbekalan utama perjalanan di padang pasir.

Setiap kafilah menyerahkan ”mahar” untuk memperoleh air zam-zam. Tak lama, Siti Hajar menjadi perempuan terkaya di padang pasir, mampu membangun rumah tempat tinggal, dan membangun infrastruktur di area zam-zam. Kisah upaya keras Siti Hajar mencari air (berlari-lari) tujuh trip dari bukit Shofa ke bukit Marwah, di-abadi-kan sebagai ritual haji. Dalam rukun (prosesi) haji, disebut sa’i.

Rukun haji yang lain, lempar jumroh, juga me-napak tilas keyakinan keluarga nabi Ibrahim a.s. Lemparan pertama (ula) dilakukan untuk menghajar keraguan (rayuan setan) oleh nabi Ibrahim a.s. Lemparan kedua (wustho) dilakukan oleh Siti Hajar, yang coba dipengaruhi setan, agar menolak niat nabi Ibrahim a.s., untuk melaksanakan mimpinya. Lempar jumroh ketiga (aqobah) dilakukan nabi Ismail a.s. (masa remaja) melempar setan yang coba membujuk agar menolak sebagai kurban (sesuai mimpi nabi Ibrahim a.s.).

”Mimpi wahyu” nabi Ibrahim, hanya sekadar uji ke-pasrah-an kepada Ilahi. Pada masa mudanya, nabi Ibrahim a.s., juga pernah dimasukkan dalam kobaran api besar, oleh penguasa (raja) Namrudz. Berbagai ujian itu menempatkan nabi Ibrahim a.s., sebagai manusia paling pasrah kepada Tuhan. Kelak, kedua dua anaknya (nabi Ismail a.s., dan nabi Ishaq a.s.), cucunya (nabi Ya’qub a.s.), dan cucu buyutnya (nabi Yusuf a.s.) menjadi Rasul Allah. Keluarga nabi Ibrahim a.s., menjadi ”penghulu” agama-agama di dunia.

Pada puncak kekayaannya, keluarga nabi Ibrahim a.s. menyembelih 1000 onta dan lembu plus 3000 domba (saat ini senilai Rp 26 milyar)! Kedermawanan ini menjadi pelajaran ke-setiakawan-an sosial global. Menjamu seluruh penduduk Makkah, termasuk tamu (kafilah dagang) yang sedang lewat.

Ibadah haji (dan kurban), lazimnya mampu ”me-revolusi” mental setiap muslim. Tercermin dalam perilaku, seperti keluarga nabi Ibrahim a.s. Yakni, dermawan terhadap tetangga. Serta mengukuhkan kesetiaan (saling percaya) dalam keluarga, membentuk rumahtangga keluarga sakinah (tenteram).

——— *** ———

Tags: