Iuran BPJS Cabang Madiun Tunggak Rp5,5 Miliar

Kepala Dinas Kesehatan Kab. Madiun, dr. Sulistyo Widyantono, MM (paling kiri), Bupati Madiun, Muhtarom, S.Sos dan Kabag Humas dan Protokol Pemkab Madiun, Drs. Heri Supramono saat jumpa pers soal kenaikan Iuran BPJS mulai April 2016 ini. [sudarno/bhirawa]

Kepala Dinas Kesehatan Kab. Madiun, dr. Sulistyo Widyantono, MM (paling kiri), Bupati Madiun, Muhtarom, S.Sos dan Kabag Humas dan Protokol Pemkab Madiun, Drs. Heri Supramono saat jumpa pers soal kenaikan Iuran BPJS mulai April 2016 ini. [sudarno/bhirawa]

Kab.Madiun, Bhirawa
Rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan dimulai awal April 2016 mendatang, menuai protes keberatan dari  masyarakat dan berbagai kalangan. Meski demikian, BPJS Kesehatan tidak mempedulikannya, karena hal itu,berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) 19 Tahun 2016 untuk Penyesuaian Iuran untuk Keberlangsungan Program.  Masalahnya yang pada umum pelaksanaan iuran BPJS Kesehatan yang dari peserta Mandiri pada umumnya mengalami nunggak. Misalnya BPJS Kesehatan Kantor Cabang Madiun sampai akhir tahun 2015 menunggak Rp5,5 Miliar
“Nah sekarang kalau sampai iuran BPJS Cabang Madiun menunggak mencapai Rp5,5 Miliar  dan BPJS di Kab. Madiun juga menunggak Rp3,3 Miliar. Dalam hal ini, siapa yang disalahkan atau siapa yang bertanggungjawab?. Ini semua terjadi karena, BPJS sendiri kurang selektif dalam menerima peserta anggota BPJS Kesehatan. Coba kalau BPJS lebih selektif dalam menerima peserta BPJS seperti jasa kesehatan lainnya terlebih dahlu diadakan cek kesehatan, kemudian baru ditentukan pendaftar bisa masuk menjadi anggota BPJS atau tidak. Kemungkian besar, BPJS Kesehatan tidak bakal iurannya menunggak sampai miliaran rupiah,”kata Kepala Dinas Kesehatan Kab. Madiun, dr. Sulistyo Widyantono, MM saat mendapingi Bupati Madiun, S.Sos mengadakan jumpa pers di Pendapa Muda Graha Pemkab Madiun belum lama ini.
Dikatakan oleh Sulistyo Widyantono MM, masalahnya, di Kab. Madiun selain ada iuran BPJS Kesehatan  Penerima, juga ada pelayanan jaminan kesehatan lainnya. Misalnya, BPJS Penerima Bantuan Iuran Daerah (PBID)  PBID (Penerima Bantuan Iuran Daerah) dari APBN, Jamkesda Provinsi Jatim anggarannya Rp1,7 miliar. Jamkeskama  Pemkab Madiun  datanya sebanyak 7.000  dianggarkan Rp8 miliar.
Ada lagi SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) malah membengkak. Karena SKTM ini hanya dianggarkan Rp3,3 miliar serapannya bertambah Rp3 miliar jadi jumlahnya mencapai Rp6,3 miliar.. “Jadi dalam hal ini kita, masih punya utang Rp3 miliar kepada rumah sakit. Paling banyak di RSUP dr.Soedhono di Madiun dan RSUP dr. Sutomo di Surabaya,”terangnya.
Menurut Kadinkes Kab. Madiun  dr. Sulistyo Widyantoro, MM ini, membengkaknya peserta atau iuran SKTM di Kab. Madiun, lantaran, dengan mudahnya, para Kepala Desa memberikan  SKTM kepada warganya. Ini terbukti, masa, orang pegangannya  HP, ternyata memiliki SKTM. “Ya, dalam hal ini, kami (pihak Puskesmas maupun petugas di Rumah Sakit) tidak bisa berbuat banyak, karene pesien ini memiliki SKTM. Untuk itu, hendaknya para Kades juga harus selektif dalam memberikan SKTM kepada warganya,”pintanya menghimbau.
Untuk diketahui bersama lanjut dia, sesuai Perpers No.19 Tahun 2016 dari Perubahan Perpres No. 12 Tahun 2013 Tentang Kesehatan, untuk PBI yang awalnya iurannya hanya Rp19.225 naik menjadi Rp23 ribu atau naik Rp4.225 per orang per bulannya. Sedang BPJS yang Mandiri untuk Kelas III Rp25.500 naik menjadi Rp30 ribu. Kelas II Rp42.500 naik Rp51 ribu dan Kelas I Rp59.500 naik Rp80 ribu per orang per bulannya.
Ditanggung Peserta Mandiri
Terkait masalah terurai diatas, Kepala BPJS Kesehatan Kantor Cabang Madiun, dr. Yessi Kumalasari, AAAK dihubungi melalui Plh Kanit Hukum, Komunikasi Publikasi dan Kepatuhan BPJS Kantor Cabang Madiun, Aita Poerdiningsih, SH kepada Bhirawa, Rabu siang (23/3) menyatakan, “Kalau disebutkan BPJS Kesehatan Cabang Madiun menunggak Rp5,5 Miliar itu kurang tepat. Karena yang menunggak itu bukan BPJS tetapi uang premi dari iuran peserta BPJS Kesehatan mandiri yang ditanggung oleh pihak peserta sendiri perorangan karena sebagai peserta BPJS mandiri. Sedang yang iuran BPJS Kesehatan dari PBI, itu tidak ada masalah, karena semunya ditanggung pemerintah dalam hal ini dananya dari APBN,”tegas Aita  Poerdiningsih menjelaskan.
Menurut Aita, peserta BPJS sekarang dengan dulu sudah berbeda. Kalau BPJS Kesehatan dulu, jika terjadi menunggak, masih diberikan toleransi jangka waktu samapi 6 bulan untuk melunasi iuran tunggakannya. Setelah lunas, peserta apabila terjadi sakit, yang bersangkutannya baru dilayani menggunakan kartu BPJS nya, setelah denda 2,5 prosen dari tunggakan iuran selama 6 bulan tersebut dibayar atau dilunasi.
“Masalahnya, kalau dulu peserta BPJS Kesehatan lambat bayar iurannya dikenakan denda 2,5 prosen. Sekarang tidak ada denda. Tetapi kalau sampai menunggak atau lambat pembayaran iuran BPJS nya satu bulan saja, bulan berikutnya, kartu BPJS yang bersangkutan sudah tidak berlaku. Itu bedanya peserta BPJS Kesehatan dulu dan sekarang,”terang Aita Poerdiningsih.
Ditanya, bagaimana kalau disebutkan BPJS Kesehatan kurang selektif dalam mennerima pendaftar sebagai peserta BPJS seperti yang dilakukan oleh jasa layanan kesehatan lainnya, sebelum diterima sebagai peserta, yang bersangkutan harus dites kesehatannya terlebih dahulu. Selanjutnya kalau hasil tes kesehatannya, hasilnya bagus, baru diterima sebagai peserta menjadi anggota. Spontan Aita menyebutkan,  BPJS Kesehatan yang didanai dari APBN ini, sudah diatur dalam Perpres No. 6 Tahun 2016. atau Perpres sebelumnya, diharuskan BPJS menerima semua pendaftar tanpa kecualian. Karena BPJS sifatnya gotong royong dan bukan komersial tetapi sosial.
“Jadi dalam hal ini, harus dibedakan antara pelayanan kesehatan sosial dan komersial. Kalau seperti pelayanan kesehatan lainnya pesertanya dilakukan tes kesehatan itu wajar, karena pelayanan kesehatan komersial. Sedang kami (BPJS) pelayanan kesehatan sosial tidak akan mungkin melakukan tes kesehatan kepada calon pesertanya. Sebab, sudah diatur dalam Perpres dan dianggaran dalam APBN,”pungkasnya. [dar]

Tags: