“Jihad” Lawan Korupsi

“Bersih-bersih” mengikis korupsi tidak harus menunggu kinerja KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Melainkan bisa dengan menegakkan integritas sebagai pertahanan harga diri. Tetapi masih banyak pejabat (dan pegawai) merendahkan diri dengan melupakan integritas, merongrong tempat kerjanya. Birokrasi pemerintahan (pusat dan daerah) masih menjadi “kantung” korupsi, walau sudah dilakukan pakta integritas.
“Memberishkan” diri sendiri dillakukan Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara). Bagai penyelidik, Kementerian BUMN juga memburu transfer dana pembelian sepedamotor mewah Harley Davidson (produksi tahun 1972) ke manajer keuangan di Amsterdam. Onderdil sepedamotor sudah dipotong-potong, dikemas dalam 15 kardus. Data manisfes penumpang (beserta kepemilikan bagasi) telah komplet. Skenario penyelundupan melalui pesawat baru, diduga akan lolos mudah.
Tetapi Kementerian BUMN bekerjasama dengan Ditjen Bea dan Cukai, tetap memeriksa bagasi. Ditemukan barang yang tidak sesuai laporan claim bagasi, dan dianggap pelanggaran ke-pabean-an. Pemilik barang (Direktur Utama PT Garuda) bisa dituding menyelundupkan barang. Melanggar UU Nomor 17 tahun 2006 tentang Kepabeanan. Pada pasal 103 terdapat ancaman hukuman pidana penjara selama 8 tahun, dan denda sampai sebesar Rp 5 milyar. Tergolong korupsi, karena menyebabkan kerugian negara.
Kebijakan “bersih-bersih” Kementerian BUMN memperoleh respons positif (berupa karangan bunga) dari pegawai berbagai perusahaan milik negara. Juga karangan bunga dari pegawai PT Garuda Indonesia Tbk, setelah pencopotan Dirut (dan beberapa direksi lainnya). Menandakan mayoritas pegawai perusahaan BUMN mendukung pemberantasan korupsi.
Namun harus diakui, banyak perusahaan BUMN diajadikan ajang KKN (Kolusi, Kolusi dan Nepotisme). Karena itu masih ditunggu respons dari jajaran Direksi BUMN bidang infrastruktur. Bahkan untuk memperoleh pekerjaan proyek pemerintah, perusahaan BUMN harus mengeluarkan “uang panjar” commitment fee. Lazimnya BUMN menjadi motor penggerak proyek pemerintah, karena kesiapan dan akses permodalan.
Bersih-bersih pada Kementerian BUMN bagai kado istimewa memperingati hari Anti Korupsi sedunia (9 Desember). Apresiasi Hari Anti Korupsi diapresiasi presiden, dengan mengunjungi pagelaran di SMA Negeri 7 Jakarta. Sedangkan Wakil Presiden menghadiri acara di gedung KPK. Pada peringatan ke-13 tahun ini, perlu ditambahkan tentang daya rusak korupsi terhadap sistem kenegaraan.
Seluruh dunia juga mendendam sengit terhadap korupsi. Sampai diterbitkan konvensi (UNITED NATIONS CONVENTION AGAINST CORRUPTION), tahun 2003. Pada mukadimah konvensi dinyatakan: “Prihatin atas keseriusan masalah dan ancaman yang ditimbulkan oleh korupsi terhadap stabilitas dan keamanan masyarakat yang merusak lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi, nilai-nilai etika dan keadilan serta mengacaukan pembangunan yang berkelanjutan dan penegakan hukum.”
Kendala internal KPK telah banyak diungkap. Terutama seiring paradigma awal mengembalikan kerugian keuangan negara yang dicuri koruptor. Setidaknya me-minimalisir kerugian negara. Namun realitanya, ongkos penanganan tindak pidana korupsi (tipikor) oleh KPK lebih besar dibanding institusi lain. Dengan fungsi kinerja yang sama, biaya penanganan per-kasus di KPK jauh lebih tinggi.
Berdasar catatan Capaian dan Kinerja KPK, telah dilakukan puluhan OTT (Operasi Tangkap Tangan). Tahun 2019 dilakukan 20 kali OTT. Sedangkan tahun 2018, 28 kali. Kritisi pada kinerja KPK adalah anggaran yang dikeluarkan negara untuk KPK sebesar Rp 744,7 milyar. Sedangkan uang negara yang berhasil ditariik kembali hanya sebesar Rp 500-an milyar. Dibanding penegak hukum yang lain, KPK ketinggalan dalam hal pengembalian uang negara.
KPK bagai “perang suci” melawan korupsi yang bisa meruntuhkan negara dan bangsa. Maka pantas memperoleh dukungan (dan penguatan) kewenangan memadai. Termasuk penguatan kinerja yang semakin mandiri (bebas dari kepentingan politik), dan melalui pengawasan sistemik.
——— 000 ———

Rate this article!
“Jihad” Lawan Korupsi,5 / 5 ( 1votes )
Tags: