Jungkir Balik Sediakan THR PNS

(Regulasi Tunjangan Hari Raya Keagamaan, dan Gaji ke-13)

Oleh :
Yunus Supanto
Wartawan Senior Penggiat Dakwah Sosial Politik

Presiden Joko Widodo, memastikan seluruh pegawai pemerintah, buruh, dan karyawan swasta, akan menerima THR (Tunjangan Hari Raya). Juga pensiunan PNS. Semuanya menerima THR sebesar satu bulan penghasilan (gaji pokok dan tunjangan). Tidak tanggung-tanggung, peraturan tentang THR, dan gaji ke-13 PNS, tahun 2019 dituangkan dalam Peraturan Pemerintah. Pembayarannya akan ditransfer dari APBN. Namun tidak mudah menunaikan THR untuk PNS daerah yang biasa ditanggung APBD.
Tidak mudah menunaikan THR, dan gaji ke-13 untuk PNS (Pegawai Negeri Sipil) di seluruh Indonesia. Nominal totalnya mencapai Rp 60 trilyun. Yakni, Rp 20 trilyun (untuk THR), dan Rp 40 trilyun untuk gaji ke-13. Dengan regulasi yang mantap (berupa Peraturan Pemerintah), kelak, tidak terjadi lagi perdebatan tentang THR untuk PNS. Karena sampai tahun (2018) lalu, masih terdapat ke-enggan-an Pemerintah Daerah menunaikan THR.
Sampai kini pemberian THR masih perlu payung hukum memadai, agar tidak menjadi jebakan hukum kepala daerah. Tiada kepala daerah yang menolak gagasan pemberian THR kepada PNS. Karena setiap pejabat publik di daerah (termasuk Gubernur, Bupati, Walikota, dan segenap DPRD, akan memperoleh THR cukup besar. Walau bukan berasal dari karir PNS.
Ke-enggan-an Pemerintah Daerah, bisa dimaklumi. Andai memiliki APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) yang cukup besar, juga perlu waspada. Kepala Daerah bisa disalahkan, menyalahgunakan wewenang. Lebih lagi menjelang pilkada (pemilihan daerah), bisa dituding money politics. Maka diperlukan regulasi (peraturan memadai) sebagai payung hukum THR. Dengan penerbitan PP tentang THR dan gaji ke-13, bagai memerintah Menteri Keuangan membayarkan THR.
Berdasar PP Nomor 19 tahun 2018 tentang THR, alokasi anggaran THR secara nasional masuk dalam APBN. Menteri Keuangan berkewajiban men-transfer anggaran ke setiap Lembaga Negara, dan Kementerian, sebagai anggaran THR. Juga transfer ke daerah (propinsi, serta kabupaten dan kota). Masing-masing PNS akan menerima sebesar satu bulan penghasilan (gaji pokok ditambah tunjangan). Diperkirakan, pada H-7 lebaran (24 Mei 2019), THR sudah dibayarkan. Karena cuti bersama pada Senin, 3 Juni.
Permasalahan (keberatan pemerintah daerah) menunaikan THR, bermula dari pasal 3. Terdapat frasa kata “sebesar penghasilan sebulan pada bulan Mei” (dengan patokan hari raya Idul Fitri pada 16 Juni 2018). Padahal penghasilan PNS terdapat beberapa item. Selain gaji pokok dan tunjangan keluarga, terdapat beberapa item tunjangan lain sesuai kekuatan APBD masing-masing daerah. Itulah yang harus dibayarkan oleh pemerintah daerah.
Tidak mudah menunaikan THR manakala tidak ditunjang APBN. Terutama pada Pemda DKI Jakarta, disebabkan penghasilan PNS tertinggi di Indonesia. Rata-rata penghasilan PNS di Pemprop DKI Jakarta, mencapai Rp 20-an juta. Selain gaji pokok, dan tunjangan keluarga, beberapa daerah memiliki banyak item tunjangan. Antara lain, tunjangan daerah, tunjangan prestasi, tunjangan profesi, dan tunjangan tambahan. Pemda lain yang memiliki indeks remunerasi tinggi, adalah Pemerintah Kota Surabaya, dan Pemprop Jawa Barat.
Remunerasi (berupa penghasilan tunjangan bulanan PNS) disesuaikan dengan kekuatan APBD masing-masing daerah. Ironisnya, remunerasi lebih besar (antara 200% sampai 500%) dibanding gaji pokok dan tunjangan keluarga. Dus, daerah merasa dibebani lebih berat. Namun sesungguhnya, “beban berat” dapat diantisipasi dengan penerbitan Peraturan Daerah (Perda). Lazimnya, Perda dibuat dan ditetapkan bersama antara Pemerintah dengan DPRD.
Penetapan PP Nomor 19 tahun 2018 tentang THR, diikuti dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Konon, merupakan realisasi gagasan yang diusulkan oleh kalangan DPRD (legislatif) bersama eksekutif (kalangan Sekretaris Daerah). Maka seharusnya, pemberian tunjangan yang biasa ditunaikan oleh APBD, juga telah diantisipasi melalui Perda tentang APBD. Namun pada tahun (2019) ini banyak daerah “lupa” mencantumkan antisipasi THR.
Maka pemerintah (pusat) perlu merevisi PP Nomor 19 tahun 2018, dengan tema PP serupa. Yakni, dengan menerbitkan PP Nomor 36 Tahun 2019 tentang Pemberian Tunjangan Hari Raya bagi PNS, TNI, Polri, Pejabat Negara dan Pensiunan. Pada pasal 10 ayat (2) mengatur teknis pembayaran THR yang bersumber dari APBD diatur dengan Peraturan Daerah. Pasal ini bisa diubah lebih lunak, melalui Perda tentang Perubahan APBD 2019.
PP tentang THR dan Gaji ke-13, merupakan “turunan” UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN (Aparatur Sipil Negara). Terutama pasal 21 tentang Hak PNS, serta UU ASN Bab VIII bagian ketiga tentang Manajemen PNS pasal 55 ayat (1) huruf i. Berdasar PP tentang THR, pada pasal 2, dinyatakan, “PNS, prajurit TNI, anggotaPolri, Pejabat Negara, Penerima pensiun,dan penerima tunjangan diberikan Tunjangan Hari Raya.”
Sejak terbit tahun 2016 lalu, sudah mengalami revisi tiga kali. Yang menarik, adalah kategori penerima THR dengan kriteria “penerima tunjangan,” yang disetarakan dengan pensiunan. Yakni anggota veteran, janda veteran, perintis kemerdekaan. Juga Koninklijk Nederland Indonesisch Leger, sampai mantan anggota KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat). Itu bagai balas jasa kepada para pejuang sejak awal berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia.
THR, dan gaji ke-13, patut diberikan. Pemerintah (dan pemerintah daerah), wajib memfasilitasi melalui regulasi (peraturan). Toh tidak sulit menerbitkan peraturan, sepanjang tidak memperkaya diri sendiri, dan kelompok tertentu. Seperti THR untuk kalangan pekerja dan buruh swasta, yang telah berlangsung selama 25 tahun. THR sebagai tali-asih sistem kepegawaian. Khususnya pada hari raya keagamaan, THR akan bermakna “kebahagiaan untuk semua rakyat.”

——— 000 ———

Rate this article!
Tags: