Kasus Stunting di Sidoarjo Terendah Kedua se-Jatim

Kepala Bidang Kesehatan Masyaraat Kab Sidoarjo, Sri Andari SKM MKes

Sidoarjo, Bhirawa.
Pemkab Sidoarjo tahun 2021 akan menuntaskan pembuatan Perbup tentang percepatan dan penurunan kasus Stunting terintegrasi. Pada tahun 2022 mendatang, diharapkan sudah bisa dijalankan bersama-sama oleh OPD dan Desa/Kelurahan.

Kepala Bidang Kesehatan Masyaraat Kab Sidoarjo, Sri Andari SKM MKes, menyampaikan saat ini sesuai dengan hasil studi status gizi Indonesia (SSGI) tahun 2019 lalu, kondisi kasus stunting di Kab Sidoarjo sebesar 13.24%.

Angka tersebut menjadikan kondisi kasus stunting di Sidoarjo nomor dua paling rendah dari 38 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Timur. “Hasil SSGI tahun 2021 sudah dilakukan. Hanya saja datanya belum keluar,” komentar Sri Andari, Senin (25/10) kemarin.

Diharapkannya, dengan adanya Perbup tersebut, penanganan masalah stunting di Sidoarjo, kita harapkan bisa terus semakin optimal. Diantaranya, akan melibatkan semua OPD terkait dan semua desa/kelurahan. Supaya hasil capaian yang sudah bisa diraih ini, bisa ditingkatkan lagi.

Menurut Sri Andari, penanganan masalah kasus stunting tidak bisa semuanya dibebankan kepada Dinas Kesehatan. Namun, harus diselesaikan bersama. Prosentasenya, 30:70. Dinas Kesehatan, menurutnya sebesar 30% sebagai daya ungkit untuk memberikan pelayanan kesehatannya. Sedangkan 70% nya, harus dilakukan lembaga dan desa/kelurahan, untuk bisa menciptakan perubahan perilaku yang positip di masyarakat.

Karena terjadinya kasus stunting itu, menurut Andari, tidak hanya karena faktor pola asuh saja yang salah kepada Bayi, tapi juga tak lepas dipengaruhi dari kondisi kesehatan dari si ibu Hamil ini sebelum melahirkan. Seperti Ibu hamil yang kurang gizi dan tidak teratur dalam memeriksakan kondisi kehamilannya.

Sedangkan pola asuh yang salah kepada bayi, diantaranya bayi diberikan susu formula. Harusnya pemberian ASI eklusif. Juga pemberian makan kepada bayi yang salah. Bayi banyak diberikan makanan junkfood.

Padahal makanan instan itu tidak sehat untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Lainnya pola asuh yang salah, bayi diserahkan kepada pembantu yang tidak tahu menahu. Karena ibu bayi bekerja. “Terjadinya kasus stunting, faktor terbesar disebabkan karena pola asuh yang salah. Kalau masalah genetik, hanya 5% saja,” ujarnya.

Diakui Sri Andari pada tahun 2013 lalu, Kab Sidoarjo sempat menjadi locus stunting dari hasil riset kesehatan dasar oleh Kemenkes. Karena kasusnya sempat tinggi. Yakni 21% . Kemudian pada tahun 2018, juga sempat tinggi sebesar 27%.

Data Dinas Kesehatan Kab Sidoarjo, lima besar wilayah kecamatan besar yang dievaluasi kasus stuntingnya masih banyak terjadi diantaranya, adalah Kec Jabon, Waru, Candi, Gedangan dan Buduran.[kus]

Tags: