Kenaikan Pokir, Tak Dianggap Jualan Kecap

DPRD SidoarjoSidoarjo, Bhirawa
Dengan kenaikan anggaran pokok-pokok pikiran (Pokir) yang menjadi jatah anggota DPRD Sidoarjo dari Rp1,5 miliar menjadi Rp1,75 miliar, akan menyumbangkan kontribusi untuk pembangunan infrastruktur wilayah. Program Pokir ini sebetulnya bukan barang baru.
Menurut Anggota Komisi C, Dhamroni Chudlori, dulunya ini bernama Jasmas yang akhirnya berganti nama menjadi Pokir. Esensinya sama yakni untuk menjembatani kepentingan desa atau masing-masing Dapil anggota dewan.
Namun tidak berarti dana sebesar itu masuk menjadi kewenangan anggota dewan untuk menentukan siapa yang mengerjakan program itu. ”Justru hasil Pokir yang diserap dari masyarakat itu ditindaklajuti SKPD Pemkab,” terangnya.
Terserah dinas, apakah program yang muncul dari Pokir itu mau dibuat lelang atau dikerjakan dengan swakelola atau apa saja yang penting itu sepenuhnya menjadi kewenangan dinas yang bersangkutan.
Dhamroni yakin program ini tidak bertabrakan dengan anggaran pusat Rp1 miliar yang dimiliki desa. Anggaran desa dari pusat itu untuk kepentingan jalan lingkungan seperti perbaikan saluran, pavingisasi yang manfaatnya dirasakan langsung oleh masyarakat desa.
Sedangkan anggaran yang digali dari Pokir itu untuk kegiatan fisik yang lebih luas seperti peningkatan jalan penghubung antar-desa, normalisasi dan segala macam yang skalanya besar. Anggaran Pokir yang besar justru sangat baik bagi desa, karena kerap kali usulan desa tidak dapat semuanya dieksekusi karena keterbatasan anggaran dan terlalu banyaknya yang diusulkan. Sehingga anggota dewan kerap didamprat konstituennya, karena dianggap gagal memperjuangkan anggaran untuk pembangunan desa.
Nah dengan kenaikan angaran Pokir maka anggota dewan setidaknya bisa memberikan sesuatu yang dibutuhkan masyarakat. ”Kita tidak lagi dianggap jualan kecap,” tandasnya.
Hadi Subiyanto, anggota Fraksi Golkar di Komisi D, menyebutkan anggaran Pokir ini diyakini utuh karena tidak ada pembahasan lagi. [hds]

Tags: