Korban Eks Perawat ZA Mengaku Trauma dalam Keterangannya

Korban W (tengah) bersama suami dan ibunya bersaksi pada sidang tertutup dugaan asusila yang menimpanya di PN Surabaya, Senin (23/4).[abednego/bhirawa]

PN Surabaya, Bhirawa
Sidang perkara dugaan pelecehan seksual yang menjerat terdakwa Zunaidi Abdillah (ZA) kembali digelar di Ruang Tirta II Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (23/4). Persidangan kali ini mengagendakan keterangan dari pihak saksi korban, yakni W selaku pasien National Hospital.
Selain korban W, tiga saksi yang juga hadir dalam sidang yakni Yudi Wibowo selaku suami korban, Titik selaku ibu korban, serta Wiwik selaku kakak korban. Persidangan yang diketuai Majelis Hakim Agus Hamzah ini digelar secara tertutup. Saksi pertama yang dihadirkan untuk didengarkan keterangannya yakni korban W.
Seusai sidang, korban menyebutkan dirinya dimintai keterangan oleh Majelis Hakim terkait kronologis kejadian. “Ya sesuai kronologis yang saya alami, dan apa yang saya rasakan. Hal ini mengingatkan kembali saat kejadian itu. Terus terang saya masih trauma dan sakit hati mengingat kejadian tersebut,” ungkap W sembari mengusap air matanya.
Sementara itu, suami W, Yudi Wibowo saat menyatakan tidak mengancam Zunaidi untuk mengaku melakukan tindak pelecehan seksual pada istrinya. Dia berdalih dirinya adalah seorang pengacara yang tentu paham betul soal hukum. Mengancam seseorang, kata dia, merupakan tindakan yang ada risiko hukumnya.
“Buat apa saya mengancam, saya advokat, ngerti hukum, ngancam itu ada pasalnya,” kata mantan pengacara kasus sianida, Jessica.
Sementara itu, Jaksa Penuntun Umum (JPU) Damang Anubowo mengungkapkan, peryataan dari saksi korban sesuai dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Menurutnya, saksi korban ini memang saat itu tidak berdaya, karena efek bius. Namun ketika sadar sempat diajak ngobrol oleh terdakwa. “Terdakwa beberapa kali meminta maaf terkait kasus ini,” jelas Damang.
Menanggapi keterangan saksi dalam persidangan, M Sholeh selaku kuasa hukum terdakwa menilai ada sejumlah kejanggalan dari kasus ini. Di antaranya, tuduhan kejadian yang dilakukan pada 23 Januari 2018 antara pukul 11.30 hingga 12.00. Sementara tersangka menemui korban pada 24 Januari 2018.
“Setelah mendengar keterangan penggugat (Zunaidi), dia tidak pernah melakukan tindakan asusila sebagaimana yang dituduhkan dalam rekaman video,” ucap Sholeh.
Kejanggalan selanjutnya, lanjut dia, dalam proses penetapan tersangka, Polrestabes tidak melakukan proses penyelidikan, tapi langsung melompat ke tahap penyidikan. Menurutnya, ini melanggar Pasal 4 huruf c Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2012 tentang Managemen Penyidikan Tindak Pidana. “Indikasi tidak ada proses penyelidikan itu bisa dilihat dari kronologi waktunya,” tegasnya.
Saat itu, sambung Sholeh, pada 25 Januari 2018 kasus ini dilaporkan ke Polrestabes Surabaya. Nah, tanggal itu juga Polrestabes mengeluarkan surat perintah penyidikan. Kemudian 26 Januari 2018 langsung menetapkan menjadi tersangka. Tanggal itu juga Zunaidi Abdillah ditangkap dan ditetapkan menjadi tersangka.
”Kasus ini bukanlah kasus pembunuhan di mana penyidik harus bergerak cepat menangkap pelaku. Kasus ini juga bukan perkosaan atas nama kemanusiaan penyidik harus segera menangkap pelaku,” terangnya.
Dia menambahkan, kasus ini hanya dugaan tindakan asusila, di mana dari pengakuan korban sebenarnya bukan kasus besar dan bukan kasus predator anak- anak. Seharusnya, lanjut dia, Polrestabes Surabaya berhati-hati dan secara seksama semua prosedur harus dilalui. Tapi yang dilakukan oleh Polrestabes Surabaya terkesan seperti kejar tayang. “ZA (Zunaidi Abdillah) ini disuruh mengakui meski tidak bersalah. Dia minta maaf supaya masalahnya,” pungkasnya. [bed]

Tags: