KPK Tahan Wali Kota dan Anggota DPRD Malang

Komisi Pemberantasan Korupsi menahan Wali Kota Malang Moch Anton, Selasa (27/3/2018).(Kompas.com/Robertus Belarminus)

Malang, Bhirawa
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Wali Kota Malang 2013-2018 yang juga calon wali kota Moch Anton dan enam anggota DPRD Kota Malang 2014-2019 dalam kasus suap terkait pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.
“Moch Anton, Wali Kota Malang ditahan di Rutan Cabang Guntur dan enam anggota DPRD ditahan di Rutan Cabang KPK. Penahanan untuk 20 hari pertama,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Selasa (27/3).
Sebelumnya, KPK memeriksa Moch Anton dan enam anggota DPRD Kota Malang, yakni Heri Pudji Utami dari Fraksi PPP, Abdul Rachman dari Fraksi PKB, Hery Subianto dari Fraksi Partai Demokrat, Rahayu Sugiarti dari Fraksi Partai Golkar, Sukarno dari Fraksi Partai Golkar, dan Ya’qud Ananda Gudban dari Fraksi Partai Hanura.
Saat keluar dari gedung KPK, Moch Anton menyatakan akan mengikuti proses hukum di KPK. “Sudah kita ikuti saja,” kata Anton yang sudah mengenakan rompi oranya khas tahanan KPK itu.
Selanjutnya, hanya Hery Subianto yang memberikan komentar terkait penahanannya tersebut. “Saya minta maaf kepada masyarakat kota Malang karena perbuatan saya yang terlalu jelek,” ucap Hery.
Sementara lima tersangka lainnya memilih bungkam saat dikonfirmasi awak media terkait penahanan yang dilakukan KPK. Sebelumnya pada Agustus 2017 lalu, KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus itu, yakni mantan Ketua DPRD Kota Malang M Arief Wicaksono dan mantan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Perumahan dan Pengawasan Bangunan (PUPPB) Jarot Edy Sulistyono.
KPK pun mengumumkan kembali Moch Anton bersama 18 anggota DPRD Kota Malang 2014-2019 lainnya sebagai tersangka dalam pengembangan kasus suap tersebut pada Rabu (21/3).
Setelah melakukan proses pengumpulan informasi, data, mencermati fakta persidangan, KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk membuka penyidikan baru dengan 19 tersangka.
Moch Anton diduga memberi hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.
Atau untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya kepada Ketua DPRD dan anggota DPRD Kota Malang periode 2014-2019 terkait dengan pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.
Moh Anton disangkakan melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan terhadap 18 anggota DPRD Kota Malang 2014-2019 disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Penyidik KPK mendapatkan fakta-fakta yang didukung dengan alat bukti berupa keterangan saksi, surat, dan barang elektronik bahwa 18 tersangka unsur pimpinan dan anggota DPRD Kota Malang 2014-2019 menerima fee dari Moch Anton bersama-sama tersangka Jarot Edy Sulistyono untuk memuluskan pembahasan APBD-P Pemkot Malang Tahun Anggaran 2015.
Diduga, unsur pimpinan dan anggota DPRD menerima pembagian fee dari total fee yang diterima oleh tersangka M Arief Wicaksono sebesar Rp700 juta dari tersangka Jarot Edy Sulistyono.
Diduga Rp600 juta dari yang diterima M Arief Wicaksono tersebut kemudian didistribusikan pada sejumlah anggota DPRD Kota Malang.
18 tersangka anggota DPRD Kota Malang 2014-2019 itu antara lain Suprapto dari Fraksi PDIP, HM Zainuddin dari Fraksi PKB yang juga Wakil Ketua DPRD Malang, Sahrawi dari Fraksi PKB, Salamet dari Fraksi Gerindra, Wiwik Hendri Astuti dari Fraksi Partai Demokrat yang juga Wakil Ketua DPRD Malang, Mohan Katelu dari Fraksi PAN, Sulik Lestyowati dari Fraksi Partai Demokrat, dan Abdul Hakim dari Fraksi PDIP.
Selanjutnya, Bambang Sumarto dari Fraksi Partai Golkar, Imam Fauzi dari Fraksi PKB, Syaiful Rusdi dari Fraksi PAN, Tri Yudiani dari Fraksi PDIP, Heri Pudji Utami dari Fraksi PPP, Hery Subianto dari Fraksi Partai Demokrat, Ya’qud Ananda Budban dari Fraksi Partai Hanura, Rahayu Sugiarti dari Fraksi Partai Golkar, Sukarno dari Fraksi Partai Golkar, dan Abdul Rachman dari Fraksi PKB.
Untuk diketahui, Moch Anton dan Ya’qud Ananda Budban merupakan calon Wali Kota Malang dalam Pilkada 2018. Moch Anton yang merupakan calon petahana berpasangan dengan Samsul Mahmud diusung oleh PKB, PKS, dan Gerindra.
Sedangkan Ya’qud Ananda Budban berpasangan dengan Ahmad Wanedi dengan didukung lima partai politik masing-masing PDIP, PAN, Hanura, dan PPP.
Sementara itu Ketua Tim Sukses Anton-Syamsul Arif Wahyudi mengirimkan rilis ke beberapa media yang menyatakan sangat prihatin atas ditahannya Abah Anton guna mengikuti proses pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK.
Sesuai pesan dari M. Anton sebelum berangkat ke Jakarta ,ia harus tetap tegar dan semangat didalam berjuang apapun yang terjadi. “Tentu kami akan melakukan Re design dalam pergerakan dengan melakukan koordinasi dengan partai koalisi , maupun dengan calon wakil walikota ( Mas Syamsul ). Kami hormati proses hukum di KPK dan kami akan terus bergerak sampai titik darah penghabisan sebagai bentuk penghormatan kami kepada Abah Anton,”ujarnya.
Sedangkan Juru Bicara Pasangan Calon Wali Kota Malang – Calon Wakil Wali Kota Malang Nomor Urut 1, Dr. Ya’qud Ananda Gudban – H. Ahmad Wanedi, Dito Arief, menegaskan jika tim menghormati proses hukum yang saat ini sedang dijalankan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Ia mengatakan, pemeriksaan yang dilakukan oleh KPK di Jakarta terhadap Calon Wali Kota Malang, merupakan proses yang harus dihormati. “Sebagai warga negara Indonesia yang baik, kami dari Tim Paslon Menawan (Menangkan Nanda – Wanedi) dan Mbak Nanda secara pribadi sangat menghormati proses hukum yang berjalan,” kata Dito Arief.
Dijelaskan, dari hasil kajian dari tim, masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan yakni dengan mengajukan Praperadilan. “Tim menilai masih ada upaya hukum yakni dengan Praperadilan dan opsi itu kita masih matangkan bersama. Mari kita kedepankan azas Praduga Tidak Bersalah,” imbuhnya.
Dikatakan pula, saat ini Tim Sukses dari partai pengusung dan relawan masih tetap solid dan utuh untuk memenangkan Pasangan Nanda – Wanedi. “Dari awal partai pengusung dan tim relawan yakin jika Mbak Nanda tidak terlibat kasus ini. Karena itu sekali lagi mari hormati proses hukum dan kami akan terus memperjuangkan keadilan dan harapan masyarakat,” bebernya.
Bahkan, Tim dari partai pengusung dan relawan pada Selasa (27/3) melakukan rapat konsolidasi dan penguatan secara internal untuk terus berjuang memenangkan Pasangan Menawan. “Hasil rapat hari ini kita tetap satu tekad, terus berkampanye dan terus berjuang dan ini kami lakukan sebagai bentuk komitmen, kepercayaan dan perjuangan kami untuk Mbak Nanda,” pungkasnya. [mut,ant]

Tags: