Krisis Spiritualitas, dan Krisis Ekologi yang Membahayakan Kehidupan

Judul Buku : Problematika Krisis Spiritual Manusia Kontemporer
Penulis : Seyyed Hossein Nasr
Penerbit : Ircisod
Tahun terbit : 2022
ISBN : 978-623-5348-07-0
Halaman : 206
Peresensi : Bagis Syarof
Mahasiswa Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Pertambahan usia dunia, semakin banyak tertoreh isu ekologi. Tidak ada kesadaran dari masyarakat untuk mencintai alam. Mereka enggan peduli, apalagi meluangkan waktu untuk merawatnya. Tanpa rasa menyesal, mereka malah menggunakan keegoisannya, untuk mengeksploitasi alam tanpa rasa tanggung jawab.

Kita ambil contoh di Indonesia. Badan Pusat Statistik menyebutkan pada tahun 2019-2021, sudah terjadi 6.664 tanah longsor, 15.366 banjir, 1.093 banjir bandang, 8.726 gempa bumi, 241 gunung meletus, 1.338 kebakaran hutan, 2.570 kekeringan.

Menurut Irsyad Majdid dalam artikelnya, Kerusakan Alam, Pandemi dan Sembilan Batas Ekologi Bumi, bahwa, krisis ekologi adalah the next pandemic yang mengancam kelangsungan hidup penghuni bumi.

Kerusakan ekologi, bisa menyebabkan berbagai hal yang dapat membahayakan kehidupan, baik kepada manusia, atau mahluk hidup lainnya. Seperti perusakan hutan karena akan dijadikan sebagai lahan pertanian.

Hal tersebut, jika tidak diperhatikan dengan sangat serius, akan merusak habitat hewan liar yang tinggal di hutan. Juga akan merusak berbagai tumbuhan atau pepohonan yang menyumbang oksigen. Sehingga akan membuat hewan yang sudah dirusak habitatnya akan punah, dan dunia akan mengalami pemanasan global karena pohon, sebagai penyeimbang, sudah banyak digunduli.

Contoh kongkret akibat dari perusakan ekologi, merebaknya virus Ebola di daratan Afrika pada tahun 2014 -2016 silam. Virus yang diyakini oleh para peneliti berasal dari hewan liar seperti kalong (salah satu jenis kelelawar) dan primata liar lainnya yang terdesak akibat masifnya penebangan hutan.

Manusia diciptakan sebagai mahluk yang punya derajat tertinggi karena dikaruniai akal untuk berpikir. Karunia otak untuk berpikir tersebut lantas menimbulkan hasrat untuk menjadi yang unggul dari pada yang lain, yaitu dengan mengumpulkan banyak harta benda. Hal tersebut yang menjadi sebab manusia menjadi serakah, merusak alam, dan lupa akan spiritualitas terhadap alam itu sendiri.

Penulis buku ini mengatakan bahwa, perkara spiritualitas, tidak hanya hubungan vertikal dengan Tuhan. Melainkan hubungan horizontal, dengan manusia lain, dan alam sekitar. Manusia yang hanya mementingkan hubungan dengan Tuhan, tidak peduli terhadap hal selain Tuhan, alam sekitar, maka manusia tersebut bisa dikatakan spiritualitasnya pincang, dan tidak sempurna.

Tuhan menciptakan dunia beserta isinya untuk saling melengkapi. Untuk saling merajuk, menciptakan lingkungan yang harmonis. Karena sejatinya, mahkluk hidup saling membutuhkan. Manusia butuh terhadap hewan, tanaman, dan pepohonan. Hewan terkadang butuh manusia, untuk menolongnya, saat hewan tidak bisa melakukannya sendiri.

Banyaknya kerusakan ekologi, menunjukkan bahwa masyarakat modern sudah apatis terhadap keberlangsungan hidup alam sekitar. Mereka semakin jauh dari cinta terhadap alam.

Secara kongkret, kebanyakan mereka mengakui akan keberadaan Tuhan dan menyembahnya. Namun kegiatan spiritual tersebut, tidak berhasil membendung harsrat ekspoitatif mereka yang membuat alam rusak.

Manusia spiritual, yang meyakini, menyembah, berhubungan dengan Tuhan, seharusnya juga mencintai alam. Mengeksplor alam secara wajar, dan tidak berlebihan agar tidak menimbulkan kerusakan, yang sebenarnya membahayakan manusia juga.

Alam adalah sahabat terdekat yang berdampingan dengan kita sehari-hari. Eksploitasi terhadap alam, akan membuatnya tidak bersahabat. Kita membuang sampah sembarangan, menyumbat aliran air, hingga terjadi banjir, dan membuat beberapa manusia terancam hanyut, atau tenggelam, atau bahkan meninggal. Air yang sangat bersahabat, bahkan kita tidak bisa hidup tanpa air, bisa menjadi hal yang sangat berbahaya, karena ulah manusia itu sendiri.

Menghargai, dan mencintai alam, sama dengan menyelamatkan kehidupan manusia. Semakin manusia mencintai alam, maka alam akan juga mencintai manusia. Juga sebaliknya, jika manusia merusak alam, maka alam akan menjadi ancaman bagi kehidupan manusia.

Penulis buku, ingin mengingatkan kita semua, tentang pentingnya mencintai alam. Manusia yang tidak hanya secara transenden baik dalam hubungan dengan Tuhan, tapi juga baik hubungan dengan manusia lain, serta alam akan memperoleh kebijaksanaan atau spiritualitas yang sempurna.

Kebijaksanaan atau spiritualitas yang sempurna akan berdampak sangat baik terhadap kelangsungan hidup manusia yang damai, dan aman. Juga berdampak, alam akan bersih, tidak menimbulkan bahaya bagi kehidupan.

Di era teknologi yang semakin hari semakin maju, dan semakin gencarnya ekplorasi terhadap alam, buku ini cocok untuk dibaca sebagai bahan untuk refleksi, agar manusia tidak berlebihan dalam melakukan ekplorasi alam, yang dapat membahayakan kehidupan.

———- *** ———–

Tags: