Langsung Ikut Ujian Setelah Tiga Jam Lebih Jalani Cuci Darah

Dudi Rachman Prasetyo didampingi ibunya sebelum mengikuti ujian kejar paket C di SMPN 32 Surabaya, Selasa (14/4).

Dudi Rachman Prasetyo didampingi ibunya sebelum mengikuti ujian kejar paket C di SMPN 32 Surabaya, Selasa (14/4).

Kota Surabaya, Bhirawa
Tidak semua anak bernasib baik dan dapat mengikuti pendidikan formalnya secara wajar di sekolah. Dudi Rachman Prasetyo (18) salah satunya. Dia terpaksa harus berhenti sekolah sejak kelas 1 lantaran gangguan fungsi ginjal. Meski begitu, semangat belajarnya tak lantas surut. Masih ada jalan lain untuk mengejar pendidikan. Dia pun memilih ikut dalam program pendidikan kesetaraan.
Dudi terlihat lemas setelah selesai mengerjakan soal Matematika  pada jam pertama ujian kejar paket C, Selasa (14/4). Soal-soal dalam pelajaran itu memang agak sulit, tapi bukan itu sebabnya. Dia mengaku baru pulang dari melakukan hemodialisis (cuci darah) sebelum akhirnya berangkat ke SMPN 32 Surabaya tempat dia mengikuti ujian.
“Sekarang masih lemas dan pusing. Tadi dikerjakan sebisanya. Ya ada yang mudah, ada yang sulit juga,” kata dia. Dudi menjalani hemodialisis di RS Darmo lebih dari tiga jam, mulai pukul 07.00 hingga 10.30. Hemodialisis itu dilakukan untuk membantu fungsi darah dalam ginjalnya. “Kreatinnya tinggi, sehingga bisa menyebabkan gagal ginjal kronis,” ungkap Dudi.
Kreatin merupakan sisa metabolisme yang muncul oleh aktivitas otot dan bisa menumpuk dalam darah. Jika penumpukan semakin tinggi maka akan menekan kinerja ginjal sehingga lambat laun fungsi ginjal menurun. Karena itu, kreatin yang tinggi dianggap lebih sensitif karena dapat menyebabkan gagal ginjal dan menuntut seseorang harus menjalani transplantasi ginjal serta hemodialisis.
Sebenarnya Dudi sudah pernah menjalani transplantasi ginjal di Guanzou Tiongkok pada 2004 lalu. Usai menjalani transplantasi ginjal kondisinya pun terus membaik. Bahkan, dia bisa melanjutkan sekolah di SMP 35 dan Sekolah Alam Insan Mulia (SAIM) sampai kelas 10 SMA. Sayang, karena kesibukannya dengan kegiatan sekolah, kondisinya ginjalnya kembali menurun. Hal itu membuat putera ketiga dari pasangan suami istri Dadang Roswandi, 57 dan Sugiarti, 54 itu harus beristirahat di rumah. “Tapi, saya ingin tetap sekolah, modalnya cuma semangat,” ungkapnya.
Makanya itu dia ikut homescholling di PKBM Budi Utama. Dudi mengikuti pelajaran dari guru homescholling hingga empat kali dalam seminggu.
Ibunda Dudi, Sugiarti menceritaka di sela-sela proses belajar mengajar itu, anaknya rutin menjalani cuci darah di RS Darmo. “Cuci darah biasanya sampai dua kali seminggu. Kadang, sebelum hemodialisis dia juga puasa. Biasanya dia puasa Senin Kamis sekalian puasa sunah,” ungkapnya.
Sugiarti mengakui semangat hidup dan belajar Dudi sangat tinggi. Hal itu dilihat dari berbagai kesibukan Dudi. Selain tergolong anak yang rajin belajar, Dudi juga tergolong anak yang pandai. Dia pandai membuat software dan dijual lewat online. Sekarang dia lagi bisnis jam tangan lewat online.
Sementara Ketua PKBM Budi Utama Surabaya Imam Rochani menambahkan, Dudi merupakan salah satu anak didiknya yang pandai. Dia mengikuti kelas khusus dari PKBM yang dia pimpin dengan metode homeschooling. “Kita yang mengirim tutor ke rumah Dudi. Karena dia tidak memungkinkan datang ke PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat),” kata dia.
Menurutnya, masih banyak peserta yang justru menyia-nyiakan kesempatan mengikuti kesempatan mengikuti ujian paket C. Dia yang juga Koordinator Ujian Kejar Paket C di SMPN 32 mengungkapkan, dari 365 peserta, kemarin ada 24 siswa yang tidak ikut. Jumlah siswa yang tidak hadir ini sudah lebih baik dari hari pertama sebanyak 27 siswa. “Ada yang sakit, ada juga yang kerja. Tapi ada juga yang lupa jadwal ujiannya. Ini yang masalah,” jelasnya.
Mereka yang tidak hadir itu, kata Imam, masih bisa mengikuti susulan. Tapi kalau susulan juga tidak hadir, mereka harus daftar lagi untuk tahun depan. [tam]

Tags: