Longsor Selopuro yang membuat Si Kembar Kehilangan Ibunya

Dua bocah kembar Jofansah dan Jofinsah tak pernah lepas dari gendongan Yatemi, neneknya. [ristika]

Tak Mendengar Suara Sirine, Selamat Saat Berlindung di Kamar Mandi
Nganjuk, Bhirawa
Bencana tanah longsor di Dusun Selopuro, Desa Ngetos Kecamatan Ngetos, meninggalkan duka mendalam bagi para korban. Tidak terkecuali bocah kembar, Jofansah dan Jofinsah yang kehilangan sang ibunda Fatim Julaikah yang menjadi salah satu korban meninggal dunia akibat bencana tersebut.
Kecerian dua bocah kembar Jofansah dan Jofinsah seakan tidak terlihat lagi, keduanya tampak murung, bahkan jika didekati oleh orang lain keduanya menolak dan menangis di pelukan neneknya, Yatemi.
Maklumnya saja Jofansah dan Jofinsah masih terlihat trauma dengan bencana tanah lonsor yang meluluh lantakkan rumah dan sekaligus membuat ibunya Fatim Julaikah meninggal dunia dan kini keduanya diasuh oleh neneknya.
Kepada Bhirawa, nenek Yatemi menceritakan detik-detik malam naas di Dusun Selopuro tersebut. Warga RT 01 RW 06, Dusun Selopuro, Desa Ngetos itu menyebutkan ada suara gemuruh saat dirinya sedang salat maghrib.
Selanjutnya, terdengar suara benturan keras dari arah pintu rumah Yatemi yang tertimpa kayu. Dia lantas berlari ke pintu belakang dan berteriak minta tolong saat berada di kamar mandi. “Saya kan habis salat, wiridan. Lalu ada suara seperti lesus (angin puyuh), kayak angin gemuruh, Saya sendiri nggak apa-apa,” tutur Yatemi sambil menyembunyikan raut sedih karena kehilangan menantu yang merupakan ibu dari cucu kembarnya.
Ia juga menceritakan kalau saat bencana terjadi cucu kembarnya Jofansah dan Jofinsah tengah bermain di rumah tetangga. Sedangkan ibunya, Fatim Julaikah membersihkan genangan air banjir di rumahnya.
Sedangkan Sukarman ayah Jofansah dan Jofinsah lolos dari maut karena sedang tidak ada di rumah. Yatemi sendiri berhasil selamat dari terjangan tanah longsor karena dia sembunyi di kamar mandi.
Karena kebingungan, nenek berusia 52 tahun itu pun kemudian berteriak-teriak meminta pertolongan. “Saya ditolong oleh warga dari dalam rumah. Saat itu bangunan rumah saya sudah ambruk. Saya tidak ada luka sama sekali,” imbuh Yatemi mengenang tragedi itu sambil menggendong Jofansah.
Sebelum kejadian longsor, Yatemi mengaku tidak mendengar bunyi sirine tanda bahaya, karena saat kejadian itu listrik di desanya padam dan hujan turun dengan lebat. “Saya mendengar suara ses ses ses, tiba-tiba rumah saya roboh tertimpa longsoran tanah,” katanya.
Namun, kesedihan Yatemi tak dapat ditutupi ketika ia tahu ibu si kembar Fatim Julaikah menjadi salah korban yang terimbun tanah longsor. Saat dilakukan pencarian, Tim SAR berhasil menemukan tubuh Fatima Julaikah dalam kondisi masih hidup. Kemudian Tim SAR membawa korban ke RSUD Nganjuk untuk segera mendapat pertolongan. Namun Tuhan berkehendak lain, Fatim Julaikah akhirnya meninggal sekitar pukul 13.30 di RSUD Nganjuk dan dimakamkan di tempat pemakaman desa.
Akibat musibah tersebut, saat ini Jofansah dan Jofinsah masih trauma dan saat ditanya selalu menangis. Bahkan saat didekati orang yang bukan kerabat atau orang yang tidak dikenal memilih menyembunyikan wajah dipelukan neneknya. [ristika]

Tags: