M Nuh : K13 Memang Keluar dari Zona Nyaman

sosialisasi sistem penilaian K13 di GresikGresik, Bhirawa
Mantan Mendikbud, Prof Dr Mohammad Nuh mengakui sistem penilaian dalam Kurikulum 2013 (K13) memang keluar dari ‘zona nyaman’ yang selama ini dialami guru dan siswa. Meski menyusahkan guru dan siswa tetapi baik untuk masa depan anak-anak didik.
”Biasanya, guru hanya memberi nilai 6, 7, 8, dan seterusnya dan siswa juga hanya mendengar dan mencatat, lalu ujian, tapi K13 justru keluar dari semua itu,” katanya dalam sosialisasi sistem penilaian K13 di Gresik, Senin.
Di hadapan ratusan guru PAUD, SD, SMP, dan SMK di lingkungan Semen Gresik Foundation (SGF), ia menjelaskan penilaian K13 yang harus dilakukan guru dengan menilai pengetahuan, ketrampilan, dan sikap itu bukan hal mudah.
”Bagi siswa, proses pembelajaran K13 yang mendorong siswa lebih aktif untuk melakukan pengamatan, diskusi, analisa, presentasi, dan seterusnya juga merupakan hal mudah. Jadi, K13 membuat guru dan siswa keluar dari ‘zona nyaman’,” katanya.
Namun, katanya, realitas itu akan teratasi melalui kebiasaan. ”Kalau sulit itu memang ya, karena sesuatu yang baru itu memang begitu, apalagi keluar dari ‘zona nyaman’, tapi tujuannya baik untuk jangka panjang,” katanya.
Sehingga Nuh meminta para guru untuk bersabar, karena apa yang dijalankan dalam K13 itu untuk kepentingan generasi 2045 (100 tahun RI).
”Kalau kita mau susah sedikit untuk belajar, tapi hasilnya untuk kepentingan masa depan anak-anak kita, tentu baik. Daripada kita mau enak, tapi justru menyusahkan masa depan anak-anak kita, tentu tidak baik. Sabarlah,” katanya.
Oleh karena itu, ia menyarankan perlu adanya workshop sistem penilaian K13 untuk mempercepat pembiasaan guru dengan K13. ”Kalau siswa, saya kira tergantung gurunya, kalau gurunya enak, tentu siswa akan senang,” katanya.
Dalam sosialisasi itu, pakar pendidikan dari Unesa Prof Dr Muchlas Samani MPd selaku pembicara lain menegaskan, K13 sebenarnya merupakan penguatan dan pelurusan dari Kurikulum 2006.
”Itu karena Kurikulum 2006 sudah mencoba untuk melakukan sistem tematik integratif seperti diajarkan K13, tapi hanya untuk siswa kelas 1-3, lalu K13 memperkuat dengan sistem tematik integratif mulai kelas 1 hingga kelas 6,” katanya.
Selain itu, kata mantan Rektor Unesa itu, K13 juga meluruskan pemberlakuan Kurikulum 2006, karena Kurikulum 2006 itu menggunakan sistem tematik-integratif untuk kelas 1-3, tapi dalam praktiknya justru kembali ke pola lama (hafalan).
”Lebih dari itu, K13 juga lebih pas dengan UU Sisdiknas yang mengamanatkan tiga kompetensi yakni kognitif, ketrampilan, dan sikap. Sikap pun mengarah pada sikap spiritual dan sosial. Jadi, K13 lebih sesuai dengan UU Sisdiknas daripada Kurikulum 2006,” katanya. [eri]

Tags: