Manfaat dan Bahaya Bilik Sterilisasi bagi Tubuh, Aman Asal Sesuai Ketentuan

Prof Dr rer nat Fredy Kurniawan MSi

Surabaya, Bhirawa.
Meluasnya penyebaran Covid-19 di Indonesia, membuat berbagai pihak menggunakan bilik sterilisasi untuk pencegahan Covid-19. Namun, baru-baru ini World Health Organization (WHO) telah memberi peringatan terkait bahaya pemakaian alkohol dan chlorine pada tubuh untuk membuat desinfektan yang terkandung dalam bilik sterilisasi.
Terkait hal itu, guru besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Prof Dr rer nat Fredy Kurniawan MSi mengungkapkan jika saat ini, disinfektan dan antiseptik dinilai sebagai langkah preventif untuk mencegah penularan virus corona banyak diburu dan bahkan diracik sendiri oleh masyarakat. “Yang lebih menarik lagi adalah munculnya fenomena bilik sterilisasi atau sterilization chamber, saya kira hal ini dipicu oleh keberhasilan Vietnam yang turut mempopulerkan lewat dunia maya,” ujar Fredy.
Setelah ramai akan berita tersebut, lanjut Fredy, semua daerah termasuk di Indonesia ikut membuat bilik sterilisasi. “Masalah mulai timbul ketika ada sentilan dari WHO terkait bahaya pemakaian alkohol dan chlorine pada tubuh,” kata dosen Departemen Kimia ITS ini.
Menurutnya, informasi tersebut mengingatkan pada kita bahwa bahan kimia perlu ditangani dengan benar. Dalam hal ini, pengetahuan mengenai kimia sangat diperlukan, mengingat banyak masyarakat awam yang membuat disinfektan maupun antiseptik sendiri.
“Bila dilakukan oleh orang yang tidak punya kompetensi dan kapabilitas yang cukup dalam meramu dan menggunakan secara benar, maka akan sangat berbahaya bagi diri sendiri, orang lain, dan juga lingkungan dalam waktu dekat dan bisa jadi jangka panjang,” katanya.
Dosen yang bergelut di bidang kemo dan biosensor ini, menjelaskan berdasarkan istilah WHO, antiseptik adalah salah satu jenis disinfektan yang menghancurkan atau menghambat mikroorganisme pada jaringan hidup tanpa mengakibatkan cedera. “Termasuk dalam klasifikasi ini adalah polyvidone iodine, chlorhexidine, dan alkohol,” terangnya.
Sedangkan, disinfektan berfungsi menghancurkan dan menghambat mikroorganisme patogen pada keadaan nonspora atau vegetatif. Bahan-bahan berbasis kedua material yang disebut, yaitu chlorine dan etanol banyak tersedia di pasaran. Bahkan, WHO juga telah memberikan resep rekomendasi membuat hand sanitizer berbasis etanol dan Iso Propyl Alcohol (IPA).
“Masalahnya, apakah masyarakat mempunyai kemampuan untuk meramu dengan benar? Bahkan di antara yang membuat tidak mengerti bagaimana memeriksa kadar alkohol dan bahan yang digunakan dengan baik,” tutur Fredy mengingatkan.
Dari masalah yang terus timbul, datanglah “bantuan darurat” yang bermaksud membantu dari seseorang pada lembaga tertentu. Yang mana memberikan cara sederhana membuat hand sanitizer dari bahan-bahan disinfektan yang mudah ditemui di pasaran. “Senyawa-senyawa dalam rekomendasi tersebut sebenarnya bukan untuk antiseptik, apalagi ada ide senyawa tersebut dipakai pada bilik sterilisasi,” terangnya lagi.
Padahal WHO sudah jelas tidak merekomendasikan cairan seperti etanol, chlorine, dan H2O2 pada bilik sterilisasi. Fredy menjelaskan bahwa bahan-bahan tersebut bersifat karsinogenik, bahkan mengakibatkan mutasi bakteri, dapat dilihat Material Safety Data Sheet (MSDS). Pendapat ini mempertimbangkan dampak negatif pada satu hingga dua tahun ke depan.
Lebih lanjut, Fredy menerangkan bahwa bilik sterilisasi dibagi menjadi dua bagian, yaitu bilik itu sendiri dan bahan disinfektan yang digunakan. “Tujuan dari bilik ini adalah membunuh mikroorganisme yang menempel di badan atau di pakaian seseorang secara seketika,” urainya.[ina]

Tags: