Membentuk Generasi Berakhlak

Oleh :
Bisri Mustofa, Sag
Penulis adalah Guru PAI SDN Tanggulangin 2 Tegalampel dan Sekretaris KKG PAI Kabupaten Bondowoso.

Dunia pendidikan berselimutkan duka. Salah seorang guru penebar ilmu di SMAN 1 Torjun Kabupaten Sampang yang bernama Andi Budi Cahyantomenghembuskan nafas terakhirnya di RS DR Sutomo Surabaya. Penyebab kematiannya didiagnosa akibat Mati Batang Otak (MBO) yang diduga disebabkan pukulan membabi buta yang dilakukan oleh salah seorang muridnya yang tidak terima atas teguran dari sang guru. Tragis sekaligus menyedihkan menyaksikan kebiadaban seorang murid yang dengan tega hati melakukan tindak kekerasan berupa pemukulan kepada gurunya sendiri.
Kejadian tersebut menimbulkan luka sangat mendalam dalam dunia pendidikan. Semua terhenyak, tak menyangka sedemikian brutalkah peserta didik kita saat ini?. Dunia pendidikan yang selama ini menjadi mercusuar pembentukan karakter berakhlaq peserta didik, seakan mati suri karena dampak tragedi kemanusiaan di atas. Namun tak seharusnya keadaan ini terus berlarut. Harus ada upaya dari semua stake holder pendidikan untuk menyiapkan solusi terbaik guna memperbaiki wajah pendidikan Indonesia di masa depan.
Potret Pendidikan Indonesia
Pendidikan adalah upaya untuk memanusiakan manusia. Oleh sebab itu, pendidikan masuk dalam kategori Hak Asasi Manusia yang harus terpenuhi. Dan warga negara Indonesia memiliki payung hukumnya yaitu Undang – Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat (1) yang berbunyi : “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.
Sepanjang sejarah berdirinya negara ini, dunia pendidikan telah mengalami beberapa pergantian kurikulum diantaranya Cara Belajar Siswa Aktif (CBSA), Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan yang terakhir adalah digulirkannya Kurikulum tahun 2013 (K13) yang menitikberatkan pada pembentukan karakter peserta didik.
Setelah berjalan sekian tahun, sudahkah Kurikulum 2013 menjadi solusi pembentukan karakter peserta didik?. Sebuah pertanyaan yang memunculkan beragam jawaban.
Saat ini, pendidikan kita masih berorientasi pada nilai (angka) semata. Sebuah lembaga pendidikan yang mampu menempatkan siswanya dalam jajaran ranking perolehan nilai UN, maka akan dianggap sebagai sekolah favorit. Sekolah yang mampu meluluskan siswanya 100%, maka akan menjadi rebutan para orang tua untuk berlomba-lomba menyekolahkan anak-anaknya di sekolah tersebut. Terlebih lagi, ada aturan untuk selalu menaikkan peserta didik ke kelas selanjutnya, tak peduli apakah murid tersebut pandai atau tidak, nakal atau tidak. Aspek akhlaq tidak lagi menjadi penentu kenaikan/kelulusan seorang peserta didik. Maka jangan heran apabila mendapati lulusan sebuah sekolah yang ber-IQ tinggi namun ber-EQ dan SQ rendah.
Antara Cita dan Fakta
Akhir-akhir ini, berbagai kejadian yang mencoreng wajah dunia pendidikan mulai bermunculan seperti aksi kekerasan fisik, bullying, tawuran, narkoba dan lain-lain yang yang pelakunya adalah peserta didik. Hal ini menimbulkan pertanyaan sudah seburam itukah wajah pendidikan Indonesia dan sudah separah itukah akhlaq peserta didik kita?
Dalam Islam, seorang guru adalah orang tua kedua kita disekolah, setelah ayah dan ibu kita di rumah. Sebagai orang tua, seharusnya mereka (guru) berhak mendapatkan penghormatan dari peserta didiknya sebagaimana mereka menghormati kedua orang tua mereka di rumah. Dalam sebuah lagu jadul berbunyi : “… hormati gurumu, sayangi teman, itulah tandanya kau murid budiman”.
Namun saat ini, masih kita dengar perselisihan yang melibatkan guru dengan peserta didik ataupun dengan orang tuanya. Masih segar di ingatan kita tentang kisah seorang guru yang harus berurusan dengan polisi karena dilaporkan oleh orang tua siswa yang tidak terima anaknya dicubit. Seharusnya, ketika seorang anak didaftarkan ke sebuah sekolah, makapada saat itulah mereka menjadi tanggung jawab sekolah sepenuhnya selama berada di lingkungan sekolah.Anak adalahamanah bagi seorang guru untuk mengajar, mendidik dan menanamkan pembiasaan akhlaq mulia. Tidak ada seorang gurupun menginginkan siswanya menjadi anak yang nakal, bandel dan tidak berakhlaq. Apabila ada seorang siswa yang melangkah di luar rel-rel akhlaq, maka menjadi kewajiban seorang guru untuk menegur dan mengingatkan tentang kesalahannya. Teguran itu bisa berupa lisan, tulisan bahkan punishment (hukuman) yang mendidik jika diperlukan.
Sebagai orang tua, seharusnya melakukan cek dan ricek terlebih dahulu atas suatu kasus yang menimpa anaknya. Jangan mentang-mentang anaknya, segala sesuatu (baik dan buruknya anak) akan dibela tanpa melihat duduk perkara yang sebenarnya. Orang tua diperbolehkan memberikan masukan dan kritikan terhadap seorang guru ataupun lembaga demi perbaikan kualitas pendidikan di masa depan.
Pendidikan Dalam Islam
Islam sebagai agama yang paripurna telah mengatur semua aspek kehidupan manusia. Dalam bidang pendidikan, Islam (al Qur`an) mengatur bagaimana mendidik seorang anak agar menjadi pribadi yang berakhlaq. Adapun panduan dari al Qur`an tentang pendidikan sebagaimana tertera dalam surah Luqman ayat 13 s.d 19 adalah : Pertama, Pendidikan Akidah.Peserta didik hendaknya dibekali keimanan yang kokoh agar tidak mudah terpedaya ke dalam jalan-jalan kesesatan. Penanaman keimanan bisa berbentuk kultum setiap selesai salat dhuhur berjamaah, pembacaan al Qur`an sebelum pelajaran dimulai dan lain sebagainya. Kedua, Pendidikan Ibadah.Setelah menempa akidah anakmenjadi kokoh, maka langkah selanjutnya adalah anak diajarkan bagaiman cara membuktikan penghambaannya itu dengan wujud nyata. Untuk itu hendaknya peserta didik dibiasakan mengerjakan sholat berjamaah selama di sekolah (shalat dhuha dan shalat dhuhur), membagikan zakat fitrah kepada para fakir miskin di bulan Ramadhan dan lain-lain. Ketiga, Pendidikan Akhlak dalam Lingkungan Sosial.Diharapkan pihak sekolah mampu mendesign lingkungan sekolah yang islami sehingga peserta didik akan membiasakan diri dan terbiasa berperilaku islami di sekolah maupun di luar sekolah. Seperti, membiasakan 5S (Salam, Sapa, Senyum, Sopan dan Santun) kepada seluruh warga sekolah, mencium tangan guru ketika tiba di sekolah, membiasakan panggilan “kakak” kepada siswa yang berada di kelas tinggi serta panggilan “adik” bagi yang di kelas rendah, dan lain-lain. Keempat, Pendidikan Kepribadian dan Sikap Hidup. Pendidikan kepribadian dan sikap hidup adalah pengajaran tentang kecakapan memanage diri pribadi, semisal bagaimana peserta didik menghargai prestasi yang diraih temannya, bagaimana peserta didik tidak merasa tinggi hati atas prestasi yang dicapainya, bertutur kata yang lemah lembut dan sebagainya.
Jika sebuah lembaga pendidikan bisa mengintegrasikan keempat pendidikan di atas, insya Allah dapat dimungkinkan terbentuknya generasi berakhlaq mulia sehingga tidak akan ada lagi tragedi guru Andi di masa-masa yang akan datang. Semoga. Wallaahu a`lam.

——— *** ———-

Rate this article!
Tags: