Mencintai Rupiah dengan Sederhana

Wahyu Kuncoro SNOleh :
Wahyu Kuncoro SN
Wartawan Harian Bhirawa

Pelemahan nilai rupiah terhadap dolar Amerika Serikat selalu membawa dampak serius bagai perekonomian nasional. Bahkan bila tidak disikapi secara serius pelemahan nila tukar rupiah akan membuat perekonomian kian terpuruk. Melemahnya nilai tukar rupiah akan berimplikasi berkurangnya devisa Negara, defisit neraca anggaran akibat besarnya kebutuhan warga Indonesia atas barang impor, pengusaha yang mengimpor dalam bentuk bahan baku akan kelimpungan karena akan lebih banyak lagi menggunakan dolar sehingga cost pembuatan produk tinggi, utang luar negeri sudah pasti akan mengalami kenaikan, menurunnya kepercayaan para investor dan sebagainya.
Demikian panjangnya implikasi yang akan terjadi menunjukkan bahwa masalah pelemahan nilai tukar rupiah sesungguhnya adalah masalah bersama. Pemerintah melalui otoritas moneternya yakni Bank Indonesia tentu harus mengambil peran paling depan untuk mengatasi setiap gejolak yang mempengaruhi stabilitas nilai rupiah. Namun hanya menyandarkan semuanya pada ‘kesaktian’ Bank Indonesia tentu juga berlebihan. Semua pihak bisa berperan dan berbuat untuk ikut serta memperkuat nilai tukar rupiah agar bisa membuat roda perekonomian bergairah kembali.
Menegakkan Regulasi
Salah satu faktor yang membuat rupiah terpuruk adalah karena rupiah yang belum berdaulat di negeri sendiri. Terbukti masih banyak pelaku usaha di tanah air saat bertransaksi tidak menggunakan rupiah tetapi cenderung memilih menggunakan mata uang asing khususnya dolar AS. Maka upaya yang bisa dilakukan untuk membangkitkan nilai tukar rupiah adalah dengan membangkitkan kembali kecintaan dan kepercayaan pada mata uang sendiri yaitu rupiah.
Bank Indonesia sesungguhnya telah mempunyai peraturan No 17/3/PBI/2015 mengenai Kewajiban Penggunaan Rupiah di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kewajiban penggunaan rupiah di seantero nusantara tersebut sangat beralasan. Sebab, jauh sebelum sekarang pun Indonesia telah mempunyai UU No 7 tahun 2011 tentang kewajiban menggunakan rupiah pada semua transaksi dalam negeri. Regulasi tersebut jelas-jelas mengancam bagi siapa saja yang tidak menggunakan rupiah pada setiap transaksi akan diberi sanksi kurungan satu tahun atau denda Rp 200 juta, sebagaimana termaktub dalam pasal 33. Namun kenyataannya, regulasi tersebut hanya macan kertas. Pemerintah tak tegas dan seolah membiarkan transaksi domestik menggunakan valas terjadi di depan matanya. Betapa penggunaan dollar AS sebagai alat tukar ketika bertransaksi bisnis sudah menjadi pandangan biasa. Pedagang lebih percaya kepada dollar AS karena produk yang mereka jual sebagian besar produk impor. Alasannya sederhana, nilai rupiah rentan jatuh ketimbang dollar.
Menurut catatan Bank Indonesia ada beberapa bidang usaha perdagangan domestik yang transaksi antarpenduduknya biasa menggunakan valas, antara lain perdagangan batu bara, kimia, bahan pokok tekstil, alat berat, gas, hotel, sewa ruang kantor, dan sewa mal. Minimnya kecintaan kepada rupiah juga terlacak dari perilaku pejabat negara dan pengusaha yang kerap menyimpan uangnya dalam bentuk dollar AS dan diparkir di luar negeri. Bahkan merujuk studi yang dilakukan Mckensey Global Bangking Pools (2015) menyatakan bahwa sebanyak 200 juta dolar AS kekayaan sejumlah miliader Indonesia disimpan di luar negeri. Perbankan dan pejabat negara pun tak ketinggalan menyimpan dana berbentuk dollar. Mereka menggunakan valas ketika bertransaksi dengan berbagai alasan, seperti keamanan, lebih praktis, lebih menguntungkan, efisien, dan berbagai alasan lain. Padahal, penggunaan mata uang asing ketika bertransaksi di wilayah NKRI akan menambah tekanan pada perekonomian karena kebutuhan mata uang non rupiah di dalam negeri semakin tinggi. Hal ini pada gilirannya akan menambah tekanan baru pada nilai tukar rupiah.
Banyak negara lain sesungguhnya juga menerapkan kebijakan untuk melindungi nilai tukarnya. Seperti Thailand, meskipun negara tersebut mengalami krisis politik dan keamanan dalam negeri hingga melumpuhkan perekonomian masyarakatnya, namun mata uangnya tak seburuk rupiah. Baht tetap kuat karena setiap transaksi yang terjadi di Thailand wajib menggunakan Baht. Baht di sana benar-benar perkasa karena dilindungi konstitusi. Bahkan, investasi sementara (hot money) yang masuk ke Thailand harus bertahan minimal selama satu tahun, sehingga investasi di dalam negeri tetap aman dan nilai tukar mata uangnya tetap stabil. Berbeda dengan Indonesia, hot money di pasar investasi Indonesia bisa keluar sewaktu-waktu sehingga membuat nilai tukar rupiah bisa naik turun dalam hitungan hari.
Mencintai Rupiah dengan Sederhana
Memang harus diakui, pelemahan rupiah tak selalu disebabkan oleh penggunaan valas pada transaksi domestik. Pemicunya sangat kompleks, seperti defisit transaksi berjalan, cicilan utang luar negeri yang makin membengkak, dan daya saing produk ekspor kita yang semakin menurun. Lantaran itu, agar rupiah bisa menguat, selain memperbaiki fundamental ekonomi nasional, hal-hal yang mudah dan sederhana sesungguhnya juga bisa dilakukan, baik oleh pemerintah maupun masyarakat luas.
Pemerintah misalnya, sesungguhnya juga bisa melakukan hal yang sederhana dan mudah dilakukan, salah satunya adalah kembali menggelorakan semangat untuk mencintai produk dalam negeri. Untuk meneguhkan kembali semangat cinta produk dalam negeri maka Pemerintah harus mampu mengeluarkan regulasi yang dapat menstimulus pembelian terhadap produk dalam negeri. Misalnya dengan mengurangi impor bahan pangan dari luar negeri dan memaksimalkan produk dalam negeri.
Adanya kebijakan impor yang tinggi dari Pemerintah menyebabkan kelesuan terhadap penjualan produk atau bahan pangan yang diproduksi dalam negeri. Oleh karena itu, harus ada kebijakan untuk mengamankan produk dalam negeri. Pemerintah juga harus menjaga standar harga terhadap produk dalam negeri, agar tidak ada produk pangan dalam negeri yang anjlok ataupun sangat tinggi. Pemerintah harus membuat standarisasi harga produk di masyarakat dan harus membuat kebijakan untuk membeli produk dalam negeri.
Masyarakat dan aparat pemerintah juga diminta untuk mengurangi perjalanan ke luar negeri agar penghematan devisa dapat dilakukan. Kebiasaan jalan-jalan dan wisata keluar negeri harus dikurangi karena di tanah air pun tempat wisata yang indah nan mempesona juga tidak kekurangan. Artinya, pemerintah dan stakeholders harus juga memiliki perhatian dan keseriusan dalam menggarap potensi wisata dan potensi ekonomi lainnya di dalam negeri yang bisa mengundang masyarakat dunia untuk datang. Pemerintah juga harus memberi insentif pajak terhadap usaha kecil dan menengah dan terhadap usaha yang mendatangkan devisa. Selain itu, pemerintah harus memfasilitasi dan mendorong perdagangan antar daerah, dari daerah yang surplus ke daerah yang minus. Pemerintah juga harus memberikan perhatiannya terhadap usaha-usaha yang mendorong meningkatnya permintaan masyarakat terhadap produk-produk substitusi impor.
Indonesia perlu melakukan transformasi, dari ekonomi berbasis ekspor produk primer ke ekonomi berbasis ekspor produk industri, dari tenaga kerja murah dan tidak memiliki keterampilan ke tenaga kerja bermutu, dari teknologi rendah ke teknologi maju. Selain capital inflow untuk investasi portofolio, dana asing perlu ditarik untuk investasi langsung (foreign direct investment). Selaras dengan program hilirisasi atau pembangunan industri pengolahan, Indonesia membutuhkan investor asing yang berminat di bidang industri. Sektor industri harus memberikan kontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional.
Dalam memenuhi kehidupan sehari-hari, masyarakat kita juga harus didorong agar tidak terlalu tergantung kepada barang impor khususnya bahan makanan yang bisa diproduksi sendiri. Salah satunya adalah dengan mengajak masyarakat untuk menanami lahan-lahan kebun dirumahnya dengan tanaman pangan termasuk buah-buahan dan sayuran. Kemampuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya ini tentu juga akan ikut menekan inflasi yang pada derajat tertentu upaya ini sesungguhanya juga ikut menjaga rupiah dengan cara yang sederhana.
Pada akhirnya, masalah melemahnya nilai tukar rupiah adalah masalah bersama (negara). Semua bisa berperan untuk ikut memperkuat nilai tukar rupiah. Janganlah kita hanya meratapi apalagi hanya memaki atas kondisi yang terjadi. Sungguh bukan hanya peran pemerintah atau Bank Indonesia yang dituntut mengatasi. Masalah pelemahan nilai tukar rupiah bisa diatasi dari elemen terkecil, yaitu tiap warga negara. Dengan demikian, semua pihak berkepentingan menjaga stabilnya nilai rupiah. Jika kesadaran tersebut sudah tercipta dan tertananm kuat, maka Indonesia akan mudah berkompetisi dalam segala aspek dengan negara lain.

                                                                                                               ————- *** ————–

Rate this article!
Tags: