Mengganti Ladang Puso

Banjir bandang telah benar-benar menerjang (dan menenggelamkan) real persawahan di pantai utara (Pantura) Jawa. Dari Rembang (di timur) hingga Pandegelang, telah dikepung air bah. Ribuan hektar tanaman padi dipastikan gagal panen (puso). Pemerintah perlu meng-advokasi petani, sekaligus memberi perlindungan usaha ke-pertanian. Termasuk program asubsidi asuransi. Serta secara sistemik perlu rekayasa cuaca, yang bisa menggiring potensi awan hujan ke arah laut.

Bencana metro-hidrometeorologi, sudah sering terjadi. Lebih pedih manakala terdapat korban jiwa. Seperti banjir Pantura Jawa (Demak – Semarang), mencatat korban jiwa sebanyak 7 orang. Sehingga diperlukan mitigasi lebih dini, dan lebih akurat, menghindari kerugian lebih besar. Termasuk rekayasa cuaca. Terutama seluruh daerah sentra pangan memerlukan “teknologi modifikasi cuaca” (TMC). Antara lain dengan cara mengurangi intensitas hujan.

Bulan Maret, hampir seluruh ladang persawahan di Jawa, baru tumbuh separuh usia. Belum siap panen, sangat rawan terhadap hujan ekstrem. Sehingga perlu diamankan melalui rekayasa “area jatuh hujan.” TMC telah terbukti berhasil mengurangi ke-parah-an cuaca di Jakarta, sekaligus mencegah banjir parah yang biasa merendam ibukota. Di daerah sentra pangan, petani sering merugi karena ladang tersapu hujan, dan angin kencang. Padi yang sudah menguning roboh, membusuk terendam banjir.

Sejak dua musim lalu, Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) bekerjasama dengan BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional). Sukses me-rekayasa cuaca dengan tabur garam. Metode TMC tergolong teknologi sederhana yang tepat guna. Yakni, meng-antisipasi dampak hujan (banjir bandang) sebelum hujan datang. Sesuai warning BMKG area Jabodetabek akan diguyung hujan deras dengan intensitas sangat ekstrem menyongsong periode Desember – Pebruari.

Sebenarnya metode TMC telah pernah dilakukan pada tahun 2013 (saat Jokowi menjabat Gubernur DKI). TMC sudah lazim digunakan di seluruh dunia. Metodenya, BNPB melakukan “pencegatan” awan akhir tahun hingga bulan Pebruari. Sebanyak 30 ton NaCl (garam) ditabur di langit bawah awan. Dua pesawat (Cassa 212 dan CN 295) diterbangkan dari Skadron Udara 4 Lanud Abdulrachman Saleh, Malang, Jawa Timur. Berhasil, Jakarta (dan sekitarnya) hanya hujan gerimis.

Sukses “merekayasa” cuaca di Jabodetabek. Pada saat bersamaan kawasan lain di pulau Jawa mengalami banjir bandang. Seluruh kawasan di pantai utara (pantura) Jawa Tengah terendam banjir bandang. Kabupaten Tegal, Pekalongan Raya, Kendal, Kudus, Demak, Pati, sampai Grobogan. Puluhan ribu warga terpaksa pengungsi. Bahkan ruang tunggu stasiun besar Tawang (Semarang) terendam banjir. Aktifitas dialihkan ke stasiun Poncol. Seluruh tempat wisata di Semarang (kota lama, Simpang Lima, dan Lawang Sewu) ditutup, karena terendam banjir.

Sampai akhir pekan ketiga bulan Maret ini, banjir telah merendam puluhan ribu hektar sawah di sepanjang pantai utara (Pantura) Jawa. Terutama di Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Niscaya mengancam ketersediaan pangan. Sebagian pemerintah propinsi mulai menggagas (dan realisasi) program asuransi usaha tani padi (AUTP). Petani hanya membayar pertanggungan sebesar Rp 36 ribu per-hektar. Sisanya yang lebih besar (80%) disubsidi pemerintah propinsi.

Selain asuransi, pemerintah daerah (propinsi serta kabupaten dan kota) patut menggencarkan bantuan benih. Juga bantuan permodalan, sesuai kondisi bencana. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2008 Tentang Pendanaan dan Pengelolaan Bantuan Bencana, mengatur pemberian modal usaha. PP dalam pasal 27 ayat (1), menyatakan, “Pinjaman lunak untuk usaha produktif diberikan kepada korban bencana yang kehilangan mata pencaharian.”

Pinjaman lunak, dapat berupa kredit usaha, dan kredit pemilikan barang modal. Meringankan beban petani sebagai produsen pangan.

——— 000 ———

Rate this article!
Mengganti Ladang Puso,5 / 5 ( 1votes )
Tags: