Menggugat Penangganan HIV/AIDS

Processed with VSCOcam with se3 presetOleh :
Husain Yatmono
Pemerhati Pendidikan dan Sosial Politik

Tanggal 1 Desember beberaoa waktu yang lalu, diperingati sebagai hari HIV AIDS sedunia. Berdasarkan data dari Ditjen PP dan PL Kemenkes RI 2014 jumlah penderita HIV sebanyak 22.869 dan AIDS sebanyak 1.876. Secara kumulatif penderita HIV dan AIDS dari 1 April 1987 sampai dengan 30 September 2014 terdapat peningkatan. Jumlah penderita HIV 150.296 orang dan AIDS 55.799 orang, meninggal 9.796 orang. Kasus HIV AIDS bagaikan fenomena gunung es, jika tidak ditangani dengan tepat maka akan terjadi peningkatan penderita.
Menurut pendapat penulis, kondisi ini sangat mengerikan dan harus ada upaya penanganan HIV AIDS secara serius dan tepat. Jika tidak maka akan terjadi kepunahan generasi. Dari data Ditjen PP dan PL Kemenkes RI di atas dalam triwulan Juli sampai dengan September 2014 saja, dilaporkan terdapat tambahan penderita HIV sebesar 7.335 orang dan AIDS 176 orang. Sebagian besar penderita dari golongan usia produktif. Usia 15 sampai dengan 19 tahun dengan jumlah 1.717 orang, usia 20 sampai dengan 29 tahun ada 18.352 orang, sementara usia 30 sampai dengan 39 tahun ada 15.890 orang.
Adanya penambahan data HIV AIDS yang terus meningkat tiap tahun, patut dipertanyakan penanganan HIV AIDS selama ini. Harus ada evaluasi terhadap metode yang digunakan untuk menangani HIVS AIDS. Apakah metode tersebut masih efektif dilakukan atau perlu ada upaya lain untuk menghentikan terus bertambahnya penderita HIV AIDS.
Sebagaimana diketahui HIV AIDS menjadi ancaman yang serius bagi manusia saat ini. Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah virus penyebab lumpuhnya sistem kekebalan tubuh. Sementara kumpulan gejala akibat lumpuhnya sistem kekebalan tubuh ini disebut dengan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS). Selanjutnya penyakit ini dikenal dengan nama HIV/AIDS yang didefinisikan sebagai salah satu penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual -sexual transmited disease- (Holmes KK, sexsual Transmitted Diseases 3th Edition, 1999). Penularan pertama dan utama HIV/AIDS karena ada hubungan seksual (Brook GF, Medical Microbiology, 20th edition, 1995).
Seseorang yang telah terinfeksi HIV, ia akan menjadi pengidap HIV/AIDS seumur hidupnya. Pada fase AIDS, dengan hilangnya sistem kebebalan tubuh, maka berbagai penyakit mudah sekali menjangkiti orang tersebut (Brook GF, Medical Microbiology, 20th edition, 1995). Sampai saat ini belum ada obatnya, yang ada hanyalah sekedar memperlambat berkembangbiaknya virus mematikan tersebut.
Penanganan penderita HIV/AIDS di Indonesia merujuk pada strategi yang digunakan oleh UNAIDS dan WHO. UNAIDS adalah Joint United Nations Programme on HIV and AIDS yaitu lembaga dunia untuk menanggani epidemik (penderita) HIV secara cepat, luas dan terkoordinasi. WHO kepanjangan dari World Health Organisation (WHO), lembaga kesehatan dunia. Kedua lembaga internasional ini menetapkan beberapa langkah penanggulangan HIV/AIDS yang dikenal dengan istilah harm reduction, yaitu dengan program kondomisasi, substitusi metadon dan jarum suntik. Upaya penanggulangan HIV/AIDS model ini telah menjadi kebijakan nasional di Indonesia yang berada di bawah Komisi Penanggulangan Aids Nasional (KPAN).
Menurut pendapat penulis, langkah penanggulangan HIV/AIDS dengan mengadopsi apa yang direkomendasikan oleh lembaga internasional tersebut tidak tepat. Sebagaimana dipaparkan di atas bahwa penyebab utama dari HIV AIDS adalah adanya hubungan seksual (Brook GF, Medical Microbiology, 20th edition, 1995), karena itu penangganan HIV AIDS harus difokuskan pada akar masalah ini. Program kondomisasi yang digalakkan tidak bisa mencegah berkembangnya penyakit HIV AIDS. Justru dengan kampanye kondom gratis akan mendorong tumbuh suburnya budaya pergaulan bebas, free sex di kalangan masyarakat. Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya kasus seksual sebelum menikah di kalangan remaja. Para remaja telah melakukan seks exercise dengan menggunakan kondom karena pemahaman mereka save sex, sebagaimana dikampanyekan dalam program penanggulangan HIV AIDS. Padahal kenyataanya pori-pori kondom lebih besar daripada virus HIV AIDS. Dengan menggunakan mikroskop elektron, tiap pori kondom berukuran 70 mikron, yang berarti 700 kali lebih besar dari ukuran virus HIV AIDS yang berdiameter hanya 0,1 mikron. (Lytle C.D, Filtration Sizes of Human Immunodeficiency Virus Type 1 and Surrogate Viruses Used to Test Barrier Materials, 1992).
Sementara itu Program Terapi Rumatan Metadon (PTRM) dan pembagian jarum suntik steril telah menjadi salah satu layanan di rumah sakit dan puskesmas serta kilini-klinik voluntary Counseling and Testing (VCT). Dinas Kesehatan telah menyediakan 75 rumah sakit untuk layanan care support and treatment (CST) dam 18 puskesmas percontohan serta 260 unit layanan VCT yang tersebar di seluruh Indonesia (Priohutomo S, Kebijakan Pengendalian HIV AIDS, Dirjen P2PL Depkes RI, 2006). Dengan program ini diharapkan para penasun (pengguna narkoba suntik) bisa memperoleh jarum suntik steril dan metadon dengan mudah dan murah. Harapannya kehidupan mereka akan teratur, tidak melakukan tindakan kriminal di luar sana. Namun faktanya tidak demikian, substitusi obat yang masih turunan dari zat opium seperti metadon dll pada hakekatnya masih membahayakan tubuh manusia dan bisa menimbulkan gangguan mental bagi pemakainya. Orang yang mengalami gangguan mental organik dan perilaku, sehingga menjadi kehilangan kontrol dan menjerumuskan para pengguna narkoba pada perilaku seks bebas.
Pemberian jarum suntik kepada penasun (pengguna narkoba suntik) agar terhindar dari penularan HIV AIDS tidak logis. Mengapa? Peredaran narkoba di masyarakat melalui jaringan mafia yang rapi dan tertutup serta terorganisir yang melibatkan beberapa oknum aparat. Ketika seseorang telah menjadi pecandu narkoba, dia telah masuk jaringan pengedar narkoba dan sulit lepas. Mereka biasanya menggunakan secara berkelompok, dan bergantian saling suntik. Tingginya angka kekambuhan akibat pengaruh teman-teman dan muncul ketergantungan antar mereka sulit dikontrol apakah mereka akan menggunakan jarum steril. Dengan demikian, memberikan jarum suntik meski steril akan tetap menjerumuskan panasun pada penyalahgunaan narkoba, dan jumlah mereka kian membengkak.
Penyebab utama (media penularan) penyakit HIV AIDS adalah seks bebas diantara pelaku. Karena itu, menurut penulis pencegahannya harus dihilangkan akar masalah ini. Segala media yang menampilkan pornoaksi dan pornografi harus dihentikan, tempat-tempat prostitusi, klub-klub malam atau diskotik yang merupakan sarang tumbuh suburnya sek bebas dan narkoba harus ditutup. Siapa pun yang menjadi pelindung, memfasilitasi terselenggaranya aktifitas prostitusi dan diskotik harus ditindak.
Penyalahgunaan narkoba bisa menghilangkan akal manusia serta menjadi pintu gerbang kejahatan, termasuk seks bebas. Sementara seks bebas ini merupakan media utama penyebaran virus HIV AIDS, karenanya setiap kegiatan atau orang yang menjadi perantara harus diberikan sanksi yang tegas. Inilah langkah penangganan HIV AIDS yang mampu mencegah bertambahnya penderita. Sementara mereka yang sudah penderita, ODHA (orang dengan HIV AIDS) harus diberikan penangganan dengan mengisolasir mereka. Segala biaya perawatan dan hidup ditanggung negara sebagai bentuk pelayanan kepada warga negaranya. Jika obat untuk menyembuhkan belum juga ditemukan, maka negara mengerahkan kekuatannya, termasuk membiaya ahli untuk melakukan riset guna mendapatkan pengobatan yang tepat.

                                                                                                   ———– *** ————

Rate this article!
Tags: