Mengulik Kiprah Hendrik Kurniawan, Kepala Pengamanan Rutan Kelas II-B Situbondo

Hendrik Kurniawan, Kepala Pengamanan Rutan Kelas II-B Situbondo bersama istri saat mengikuti sebuah acara. [sawawi]

Tidak Setuju Dibangun Bilik Asmara, Jalin Sinergitas dengan OPD dan APH
Kabupaten Situbondo, Bhirawa
Di Rutan Kelas II-B Situbondo, saat ini ada 178 penghuni pria dan wanita. Ada sebagian berstatus sebagai warga binaan maupun tahanan. Dari semua layanan yang disediakan Rutan Situbondo, hanya sarana bilik asmara yang belum ada. Ini karena payung hukum hingga kini belum membolehkan realisasi tersebut. Hendrik Kurniawan, sebagai Kepala Pengamanan Rutan Kelas II-B Situbondo punya pendapat dan keinginan. Apa itu ?.
Pagi itu, di auditoriam Rutan kelas II-B Situbondo ada sebuah kegiatan vaksinasi massal yang diperuntukkan bagi semua penghuni rumah tahanan negara. Seperti biasanya, semua tahapan mengikuti aturan protokol kesehatan (prokes). Mulai menjaga jarak, mencuci tangan dengan sabun serta memakai masker. Semua aturan itu diikuti oleh ratusan warga binaan dan tahanan di Rutan Situbondo. “Ya ini (vaksinasi) digelar dengan prokes,” ujar Kepala Rutan Situbondo, Tomi Elyus.
Disisi lain Kepala Pengamanan Rutan Kelas II-B, Hendrik Kurniawan, mengatakan, hingga saat ini lembaganya belum memiliki sarana bilik asmara. Sarana itu, sejatinya untuk memenuhi kebutuhan biologis para warga binaan dan para tahanan. Namun karena hingga saat ini belum memiliki payung hukum sehingga tidak menyediakan sarana tersebut. “Jadi peniadaan sarana itu karena tidak ada yang mendasari kita untuk membangun atau membuat sarana bilik asmara,” tegas pria kelahiran Sumenep itu.
Karena belum ada payung hukummya, lanjut Hendrik, meski itu masuk dalam kebutuhan dasar, untuk sementara ini pihaknya tidak bisa memenuhi karena belum ada payung hukum termasuk di level nasional untuk penyediaan bilik asmara, tidak ada. Hendrik bahkan memastikan tidak akan menjamin kebenaran itu meskipun sekelas Lapas atau Rutan yang besar sekali pun. “Ya secara normatif masih belum ada payung hukum dari Kemenkum-HAM. Jadi kami tidak mengijinkan untuk penyediaan sarana bilik asmara di Rutan Situbondo,” ujar suami Nuriyah itu.
Hendrik melanjutkan, jika dikaitkan dengan unsur kemanusiaan dan naluri hati, penyediaan bilik asmara di Rutan Kelas II-B Situbondo bisa saja direalisasikan. Namun sekali lagi, karena saat ini payung hukum yang mendasari hal itu masih belum ada, kebutuhan tersebut sangat sulit untuk diwujudkan di Rutan Situbondo. “Jika tetap dipaksakan, nanti akan berimbas negatif. Entah itu kepada petugas dan warga binaan sendiri,” ujar Hendrik
Hendrik menambahkan, karena Rutan merupakan lembaga pemerintah, pihaknya juga harus memperhatikan kontrol sosial dari masyarakat yang menyoroti kinerja Rutan Situbondo. Yang jelas, aku Hendrik, ia melakukan sesuatu harus berpegang teguh kepada dasar hukum yang ada. “Ya kalau dipaksakan secara otomatis kami akan dinilai jelek oleh masyarakat. Walaupun tujuannya baik, tetapi caranya yang kurang tepat, tetap tidak akan kami lakukan,” papar Hendrik.
Dalam pandangan Hendrik, setiap warga binaan pemasyarakatan (WBP) dan tahanan itu harus siap berpuasa, termasuk berpuasa dari semua kebebasan yang dibatasi oleh tembok. Namun khusus untuk kebebasan berpikir dan berbicara serta kebebasan mereka mendapatkan kunjungan dari pihak keluarga, masih bisa diterima oleh para warga binaan dan para tahanan.
“Ada beberapa hal yang kita batasi. Salah satunya kami membatasi kebutuhan biologis para WBP dan para tahanan. Itu juga akan menjadi efek jera bagi mereka bagaimana rasanya saat kebutuhaan biologisnya tertunda. Ini semua dibatasi oleh sistem yang ada,” kupas alumnus Unars tahun 2007 itu.
Pria yang diterima sebagai ASN sejak akhir tahun 2002 silam itu sangat mendukung sejumlah program unggulan Rutan Situbondo ke depan. Diantaranya, ujar Hendrik, mendukung sinergitas antara OPD terkait, khususnya bermitra dengan jajaran APH di Kota Santri Situbondo serta jajaran penunjang yang lain. Sehingga, saat memberikan pembinaan kepada WBP dan para tahanan berjalan dengan baik dan lancar.
“Dengan adanya sinergitas itu, saat mereka berkumpul kembali ditengah masyarakat akan menjadi manusia yang lebih baik. Tentunya harus di dukung oleh keterampilan yang cukup dan sebuah karya yang baik yang diperoleh selama menghuni di Rutan Situbondo,” pungkasnya. [sawawi]

Tags: